---------------------------
Kemis, 27 April 2006
Sekitar Kriteria Moral, "Playboy", Korupsi dan
Eksuksi Ekstra Judisial pada Peristiwa 1965 ---
Terrangsang oleh tulisan ASVI ADAM: "Soekarno v Playboy" , <Indopos, 26
April 2006>, mungkin ada baiknya dikuakkan sedikit sekitar kriteria
MORAL dan ETIKA, dan memasukinya secara agak santai. Meskipun, - - -
harus ditandaskan bahwa masalah Moral dan Etika, adalah masalah yang
paling tidak boleh dianggap s a n t a i . Kalaulah boleh dibicarakan
di sini masalah dasar, soal fundamen dan kelanjutan hidup masyarakat
manusia yang sehat, maka dasar dan fundamen itu adalah m o r a l dan
e t i k a masyarakat bersangkutan.
Di negeri Belanda ini, pemerintahan Jan Peter Balkenende dari Partai
Kristen Demokrat, memulai pekerjaannya sebagai Perdana Menteri 4 tahun
yang lalu, dengan mengumandangkan semboyan agar seluruh bangsa
mengutamakan, menjunjung tinggi -- "Normen en Waarden". Dalam bahasa
Indonesia artinya "Norma-norma dan Nilai-nilai". Intinya masalah
Moral dan Etika. Meskipun ternyata selama periode pemerintahannya,
kecuali daya beli rakyat (kecil) yang merosot, kenaikan pelbagai pajak,
inflasi, pengangguran dan pengurangan pelbagai subsidi pemerintah yang
dialokasikan bagi pemberdayaan masyarakat, ---- masalah Moral dan Etika
Masyarakat, khususnya moral dan nilai (watak) elitenya, bukan saja tidak
membaik, tetapi tampak tanda-tanda memburuk.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, ketika memulai pemerintahannya,
mendengungkan a.l. semboyan pemberantasan korupsi. Karena menyadari
juga bahwa masyarakat sudah betul-betul muak, jenuh dengan paraktek
korupsi yang terjadi di dalam masyarakat kita. Terutama di kalangan
elitenya, sehingga dengan tepat (barangkali) dinyatakanlah bahwa
korupsi di Indonesia sudah membudaya. Maksudnya sudah struktural,
menjadi biasa melakukan korupsi itu. Kalau tidak melakukannya dianggap
aneh dan memang betul lalu dibilang, "ah orang itu sok sekali". Dan
tidak jarang sekali, yang tidak "mau ikut-ikutan (korupsi)" itu ,
betul-betul di-isolasi. Kalau berani buka mulut apalagi melaporkan
pelaku korup di atas, maka bisa dipastikan akan disingkirkan. Bisa-bisa
di-PHK-kan.
Korupsi sudah struktural, dari atas sampai ke kelurahan dan kampung.
Sudah menjadi sebagian dari kebudayaan Indonesia. Sering diomongkan
begitu, karena dilihat begitulah kenyataannya. Tetapi mungkin terlalu
sederhana dan gampang-gampangan untuk menyatakan bahwa seluruh budaya
Indonesia sudah kejangkitan korupsi. Segala sesuatu selalu mengandung
pelbagai segi dan sifatnya. Karena, nyatanya di negeri kita tercinta
ini, ada budaya yang korup <inilah salah satu "prestasi" rezim Orba,
sekaligus merupakan kejahatan besarnya dalam sejarah Indonesia>. Juga,
dan ini segi yang utama, ada budaya Indonesia yang memanifestasikan
watak sejati bangsa ini, yang tradisionil dan yang mengandung
norma-norma dan nilai-nilai, yang mencerminkan kearifan dan moral serta
etika bangsa Indonesia, turun temurun.
Mungkin disebabkan oleh kejahatan kultur korupsi itu tadi, yang
menyebabkan Asvi Adam mengangkat masalah korupsi sebagai k r i t e r i
a atau u k u r a n untuk mengukur kemerosotan moral dan etika.
Mungkin betul juga apa yang diceriterakan seorang teman yang baru
kembali dari Jakarta, bahwa dewasa ini, bukan tidak ada yang
dikerjakan pemerintah SBY dalam rangka menangani kasus korupsi. Malah
dikatakan penanganan koruptor lebih banyak terbanding sebelumnya. Tapi,
kata komentar lain, koruptor-koruptor "kakap-kakap" seperti dinasti
Cendana dengan Jendral Suharto di daftar teratas, nyatanya tak
dilanjutkan perkaranya. Seperti sudah tidak ada soal lagi. Begitu juga
terhadap para petinggi dan jendral-jendral yang bergelimang korupsi
selama puluhan tahun masih bebas saja menikmati hasil korupsinya selama
puluhan tahun ini.
Dipertanyakan orang, ----- apakah seyogianya tidak lebih baik bagi
pemerintah ini, DPR dan parpol-parpol yang berkiprah menelorkan "RUU
Anti Porno", yang semakin populer disebut sebagai "undang-undang porno"
itu --- agar lebih menyibukkan dirinya dengan mengutamakan
pemantauan, pelacakan dan penanganan kasus-kasus korupsi, ketimbang
mengurusi bagaimana perempuan dan priya Indonesia harus berbusana, agar
tidak saling menggiurkan. Karena yang mereka lakukan sekarang ini adalah
menyibukkan diri menjadikan kaum perempuan sebagai obyek pemantauannya.
Pada akhir artikelnya itu Asvi Adam menyimpulkan, bahwa . . .
"dapat ditarik benang merahnya bahwa kemerosotan akhlak dan majalah
erotis adalah dua hal berbeda. Ukuran kemerosotan moral menjadi kabur
bila dikaitkan dengan gambar porno. Sebetulnya lebih tepat bila
kriterianya adalah korupsi.
Misalnya, ketika Soekarno berhenti, dia meninggalkan utang USD 2,5
miliar, sedangkan saat Soeharto turun, dia mewariskan utang (pemerintah
dan swasta) 60 kali lipat, yaitu USD 150 miliar.
Menurut Prof Soemitro Djojohadikusumo, terjadi kebocoran 30 persen dari
anggaran pemerintah. Dari sisi utang saja, hitung sendiri berapa
jumlahnya. Jelas korupsi selama 30 tahun pemerintahan Soeharto jauh
lebih banyak daripada enam tahun Orde Lama (1959-1965). Dengan kata
lain, kemerosotan akhlak justru berkembang luas pada era Orde Baru.
Korupsi merupakan kriteria yang jelas dari dekadensi moral yang bisa
dihitung dengan angka-angka ketimbang mempersoalkan berapa senti di atas
lutut agar pemakai rok mini tidak dituduh melakukan pornoaksi. " .
Sekian dulu Asvi Adam.
* * *
Bila difikirkan lebih mendalam lagi, apakah bukan masalah masalah
pelanggaran HAM yang lebih tepat dijadikan k r e a t e r i a ,
dijadikan ukuran tentang moral dan etika seseorang, pemimpin, elite,
pemerintahan, lembaga peradilan dan akhirnya seluruh masyarakat. Suatu
kenyataan ialah bahwa dalam sejarah Republik Indonesia, pembunuhan
masal orang-orang tak bersalah yang terjadi sesudah gagalnya G30S,
sesudah berkuasanya Jendral Suharto yang kemudian menegakkan rezim Orde
Baru, adalah pembunuhan terhadap orang-orang tak bersalah yang PALING
BESAR yang pernah terjadi di Indonesia. Angka korban yang jatuh dalam
pembunuhan masalah tsb bermacam-macam. Dari ratusan ribu sampai sekitar
3 juta orang (menurut Jendral Sarwo Edhi). Orang-orang tak bersalah yang
dibunuh itu tak pernah diadili melalui pengadilan yang terbuka dan
normal, dimana tertuduh punya hak dibela advokat atau membela dirinya
sendiri. Yang terjadi ketika itu adalah PEMBUNUHAN EKSTRA JUDISIAL.
Artinya di luar proses pengadilan, tanpa diadili samasekali. Di
"amankan" dari rumah masing-masing diangkut ke hutan, tepi sungai atau
pinggir laut, atau ke gua-gua, lalu dihabisi, "didor". Bukankah ini soal
besar? Suatu rezim yang menamakan dirinya Orde Baru, yang mendestansiir
dirinya dari yang mereka namakan Orde Lama, yang menepuk dada
mengakhiri pemerintahan Presiden Sukarno yang dikatakan "otoriter",
rezim Orde Baru inilah yang bertanggung-jawab atas pembunuhan masal
ekstra-judisial terhadap orang-orang tak bersalah warga negara sendiri,
yang patuh hukum dan setia pada Republik Indonesia. Tambahan lagi para
keluarga korban sampai sekarang ini masih didiskriminasi, masih
distigmatisasi sehingga menjadikan mereka "pariah-pariah" dari masyarakat.
Sepanjang diketahui hingga kini h a n y a a d a s ea t u o r a n
g pemimpin Indonesia, seorang kiayi, mantan presiden ke-4 RI, K.H.
ABDURRAHMAN WAHID, yang secara terus terang dan terbuka mengakui bahwa
apa yang terjadi pada tahun-tahun itu adalah salah. Dan beliau, sebagai
sesepuh NU, karena keterlibatan anggota-anggota Pemuda Anshor, minta
maaf secara terbuka atas dosa-dosa pembunuhan sesama warganegara, sesama
manusia yang tak bersalah. Beliau juga dengan terbuka mendesak agar TAP
MPRS No. XXV/1966, karena melanggar UUD RI dan melanggar HAM, segera
dicabut, dibatalkan.
Presiden Wahid ketika itu mengirimkan Menkumdang Yusril Izha Mahendra ke
Den Haag, dengan membawa Instruksi Presiden No1/ Th 2000, untuk mengurus
warganegara Indonesia yang dicabut paspornya sesudah terjadinya G30S,
atas tuduhan dan fitnahan yang sewenang-wenang, dan dengan demikian
telah mencabut kewarganegaraan mereka. Yusril bicara panjang lebar dan
mengucapkan banyak janji, tetapi begitu kembali ke Jakarta menteri yang
terhormat ini berbalik, menjilat kembali ludahnya. Instruksi Presiden
Wahid dimasukkan dalam laci, tinggallah para warganegara Indonesia di
luarnegeri yang atas tuduhan dan fitanahan dicabut paspornya, dan dengan
itu dicabut sekaligus kewarganegaraanya, sampai kirini terkatung-katung
kasus rehabilitasi kewarganegaraannya.
Di segi lainnya, sampai detik ini UUKR yang sudah dikeluarkan oleh DPR,
yang tadinya ada yang mengharapkan melalui pelaksanaanya para pelaku
pelanggara HAM terbesar bisa terungkap dan diadili, serta yang lebih
penting lagi merehabilitasi para korban peristiwa 1965, --- masih
belum kedengaran kabar beritanya. Masih harus tunggu berapa lama lagi.
Situasi yang demikian itu, tidak diurusnya, tidak ditanganinya oleh
pemerintah pelanggaran HAM terbesar yang terjadi di Indonesia, pada
tahun-tahun 1965-1966-1967, dibunuhnya secara besar-besaran warganegara
sendiri yang tak bersalah, ---- bukankah ini menunjukkan KETIADAAN
MORAL, ABSENNYA NURANI KEADILAN pada pemerintah, elite dan pada
sebagian masyarakat.
Tidakkah sikap yang menutup mata terhadap noda berupa pelanggaran HAM
terbesar yang pernah terjadi di negeri ini, - - - menunjukkan betapa
terpuruknya moral dan etika pemerintah, penguasa, lembaga-lembaga
perwakilan dan judisial Indonesia. Dan sekaligus juga mencanangkan bahwa
mayoritas masyarakat kita masih harus diingatkan terus mengenai
kenyataan ini.
Menutup mata, pura-pura lupa atau tidak tahu terhadap
pelanggaran-pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pemerintah dan aparat
pada peristiwa pembunuhan masal 1965, ataukah bersikap serius,
menanganinya, mengurus dengan tuntas, ----- apakah bukan ini, -----
yang seharusnya merupakan k r i t e r i a yang lebih berat dan
lebih cocok untuk mengukur tentang taraf MORALITAS DAN ETIKA dewasa
ini?. * * *
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com
This mailing list has a special spell casted to reject any attachment ....
SPONSORED LINKS
Women | Islam | Muslimah |
YAHOO! GROUPS LINKS
- Visit your group "wanita-muslimah" on the web.
- To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]
- Your use of Yahoo! Groups is subject to the Yahoo! Terms of Service.