Nikah dan Nikah mut'ah

Sebenarnya kapan pengharaman nikah mut'ah itu terjadi terdapat riwayat yang
berbeda-beda. Ada 7 pendapat sesuai riwayat yang sahih yang kesemuanya kuat.
Selain itu adalah pendapat-pendapat lain yang berdasarkan kepada riwayat
yang lemah.

Beberapa pendapat tentang kapan dan dimana nikah mut'ah diharamkan:

1. Nabi s.a.w. mengharamkan nikah mut'ah pada masa peperangan Khaibar.
2. pada masa pelaksanaan umrah al-Qadha.
3. pada Fathu Makkah (penaklukkan kota Mekkah).
4. pada hari Authâs.
5. diharamkan di Tabuk.
6. pada masa haji wada'
7. pelarangan nikah mut'ah secara mutlak dilakukan oleh Umar.

Kalau kita urut sesuai dengan rentetan waktu, urutannya adalah Khaibar,
Umrah al-Qadha, Fathu Makkah, Authas, Tabuk, haji Wada, pada masa Umar.

Beberapa persoalan:
1. Semua riwayat ini tidak murni menyebutkan pelarangan, tetapi dibarengi
dengan cerita kebolehan yang kemudian ditegaskan larangannya. Padahal
persitiwanya masing-masing berbeda-beda pada waktu dan tempat kejadiannya.

2. Uniknya ada sebagian riwayat yang memuat pernyataan bahwa pelarangan itu
berlaku hingga hari kiamat. Bagaimana? Sedangkan riwayat lain ada yang
menyatakan bahwa sebagian sahabat masih melakukannya, hingga pelarangannya
ditegaskan oleh Umar. Ini sungguh rumit sekali.

3. Rumitnya lagi, sebagian Sahabat masih menganggap boleh, bahkan juga
sebagian Tabi'in pada masa tabi'in.

Jawaban yang lebih terperinci dalam masalah ini mungkin akan menghabiskan
puluhan hingga ratusan halaman. Banyak yang harus diteliti kembali; kekuatan
riwayat, struktur bahasa, di samping kerumitan riwayat satu dengan riwayat
lainnya yang sama-sama menyatakan pengharaman pada tahun yang sama, dan satu
hadis yang riwayatnya berbeda-beda. Jadi memang betul-betul rumit sekali;
mana sebenarnya hadis yang berlaku sebagai pembatal (nasikh), dengan rumusan
bahwa hadis yang membatalkan hukum tentu saja lebih kemudian dari ketentuan
yang dibatalkan,  riwayat siapa yang paling kuat dalam satu hadis yang sama
tetapi menyebutkan cerita waktu atau tempat yang berbeda.

Secara singkat, beberapa jawaban ulama secara global:
1. Sebagian riwayat ditinjau kembali seperti hadis-hadis yang menyatakan
pengharamannya pada Umrah Qadha, pada peperangan Tabuk, dan pada tahun haji
wada'

2. Sebagian riwayat lagi dikembalikan kepada riwayat yang lain. Misalnya
riwayat pengharaman pada hari Authas dikembalikan kepada riwayat pengharaman
pada thn fathu Makkah; karena terjadi pada tahun yang sama.

3. Sedangkan beberapa riwayat selain itu mengandung penafsiran bahwa nikah
mut'ah pada awalnya dibolehkan kemudian diharamkan, lalu diperbolehkan lagi,
kemudian diharamkan kembali dan setelah itu hukum keharamannya bersifat
tetap.

4. Adapun riwayat-riwayat yang menyatakan bahwa sebagian sahabat masih
melakukannya hingga pada masa Umar r.a. maka barangkali saja mereka r.a.
tidak mengetahui pengharaman itu. Sedangkan yang menjadi pegangan adalah apa
yang ditetapkan oleh Rasulullah s.a.w. bukan apa yang dilakukan oleh
sebagian dari sahabatnya.

5. Sedangkan Ibnu Abbas r.a. yang menyatakan nikah mut'ah boleh dalam
kondisi darurat, itu adalah pendapat Ibnu Abbas r.a. yang merupakan hasil
ijtihadnya sendiri dan dia mendapatkan pahala dalam ijtihadnya insya Allah.
Sedangkan pendapat yang kita pegang dan dalil kita adalah hadits Rasulullah
s.a.w. kemudian perbuatan kebanyakan Sahabat r.a. (Dr. Musthafa al-Adawi)

Ada riwayat dari Ibnu Abbas r.a. bahwa dia menarik pendapatnya yang
membolehkan nikah mut'ah. Sayangnya, riwayat ini lemah. (Turmudzi hadits
1122)

Beberapa contoh kerumitan (bukan membatasi):

1. Struktur Bahasa

Dalam riwayat bahwa pengharaman Nikah pada peperangan Khaibar, teks hadis
dalam banyak riwayatnya adalah:
"Nabi s.a.w. mengharamkan nikah mut'ah dan daging-daging himar yang jinak
(untuk angkutan dll) pada masa Khaibar."

Apakah ini menyatakan bahwa pengharaman mut'ah dan himar sama-sama terjadi
pada masa Khaibar, ataukah memberitakan pengharaman mut'ah saja (titik), dan
pengharaman himar pada peperangan Khaibar?

Pendapat yang saya ikuti, pengharaman mut'ah dalam hadis itu mutlak. Artinya
tidak terkait dengan waktu peperangan Khaibar. Lalu kenapa disandingkan
sehingga mengesankan makna bahwa keduanya sama-sama diharamkan pada
peperangan Khaibar?

Jawabannya, karena hadis ini muncul dalam kontek memberikan jawaban terhadap
Ibnu Abbas r.a. yang membolehkan keduanya. Jawaban ini masih bisa disanggah,
tetapi struktur bahasa hadis cukup mendukung jawaban ini.

2. Tahun yang sama tetapi riwayatnya berbeda
Jawaban global beberapa ulama sebagaimana poin 2 di atas, yaitu misalnya
riwayat pada hari Authas digabungkan dengan riwayat pada Fathu Makkah karena
berada dalam tahun yang sama. Rumitnya, riwayatnya justru menyatakan bahwa
Nabi s.a.w. telah mengharamkannya sebelum keluar dari Makkah.

3. Satu cerita tetapi riwayatnya berbeda
Contoh kerumitan ini adalah hadis Sabrah ibn Ma'bad al-Juhani. Hadis ini
ceritanya satu, artinya menyajikan satu peristiwa. Tapi riwayatnya justru
berbeda-beda. Di antara riwayat2 yang berbeda tersebut, paling rumit adalah
antara dua pernyataan dalam cerita; ada riwayat yang menyatakan pengharaman
pada Fathu Makkah, sedangkan riwayat lain menyatakan pada Haji Wada'. Dalam
kasus seperti ini dibutuhkan tarjih. Riwayat cerita yang mana yang lebih
kuat.

Inilah beberapa contoh kerumitan yang ada dalam persoalan pengharaman nikah
mut'ah. Tentunya, hanya secara singkat saya kemukakan. Jadilah ruang terbuka
bagi kawan-kawan kalau ingin memperdalam pembahasannya. Saya hanya
sedikit-sedikit saja mengajukan pendapat pribadi sesuai dengan ruang
tersedia untuk mengajukan argumen-argumennya. Sedangkan selain itu, hanya
mengemukakan poin-poin belaka untuk siapa saja yang ingin mendalami dan
menemukan argumen-argumennya terhadap dalil-dalil. Memang saya punya
pendapat, tetapi terlalu panjang pembahasan berbagai kerumitan dan beserta
argumen-argumen lengkapnya.

Kesimpulan globalnya, saya mengikuti pendapat jumhur ulama bahwa nikah
mut'ah itu diharamkan. Alasan saya, kandungan yang ada dalam kata 'nikah'
adalah kontrak abadi. Jadi, untuk selama-lamanya. Saya katakan 'kandungan'
maksudnya adalah segala unsur makna yang melekat padanya, jadi jangan
dipandang sama dengan 'arti kata', tetapi segala unsur makna, termasuk di
dalamnya adalah kemaslahatan yang sebenarnya diinginkan dalah nikah. Dalam
term kajian agama biasa disebut "al-ahslu".

Kalau al-ashlu dalam nikah adalah kontrak abadi, lalu bagaimana dengan
dibolehkannya perceraian misalnya? Perceraian dan seumpamanya adalah
persoalan yang tidak (tepatnya, belum) muncul ketika nikah itu dilakukan.
Karena itu nikah tetap berada pada makna aslinya, al-ashlu.

Karena itu, semua hal-hal yang terkait pada saat nikah berlangsung dibahas
luas oleh para ulama. Seperti, mengajukan syarat-syarat dalam pernikahan,
niat hati menceraikan, dst. Sampai di mana hal-hal itu merusak atau
mengurangi nilai al-Ashlu (kontrak abadi) dalam nikah, maka hal-hal itu yang
tidak sah atau nikahnya yang tidak sah.

Sedangkan nikah mut'ah sudah sedari awal berseberangan dengan makna asli
ini. Karena nikah mut'ah maksudnya bertempo hingga jangka waktu yang
diketahui (misalnya 3 bulan) atau tidak diketahui (misalnya sampai pohon ini
berbuah). Dan itu jelas bertabrakan dengan kandungan nikah; kontrak abadi.

Demikian, ikut-ikutan dari saya. Salah khilaf, mohon maaf. Ada utang harap
bayar dulu...

Wassalam
Aman


On 5/22/06, Hadi Nugraha <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Mengenai hadits dari Ali r.a,  menurut Ibnu al-Qayyim (di dalam footnote
> bulughul maram - ibnu Hajar Atsqalani. Juga di Fathul Bari bisyarhi Sohihil
> Bukhori. Jilid 9 .Hal 166 Kitab Nikah. Bab Naha Rasulullah An Nikahil
> Mut'ati Akhiiron. Darul Ma'rifah Beirut. Tanpa Tahun . 9 : 166 hadits No.
> 5115), diperselisihkan apakah pelarangan mut'ah dan khimar itu pada waktu yg
> sama atau tidak (perang khaibar).  Yang benar adalah bahwa larangan mut'ah
> ini terjadi pada tahun penaklukan mekkah (tepatnya pada perang
> autas).  Pernyataan ini disampaikan oleh Ali r.a tidak lain agar dijadikan
> hujjah dalam dua masalah ini.  Sebagian rawi menganggap bahwa penunjukkan
> waktu dengan hari khaibar itu kembali kepada kedua waktu, sehingga ia
> meriwayatkannya dengan maknanya saja, lalu sebagian mereka memisahkan salah
> satunya dengan membatasinya dengan hari khaibar.
> Jadi... make sense memang kalo teh Chae tulis di imel sebelumnya :
> > Nah soal Pak Ali ra teh aya oge anu gaduh pendapat yen Abu Uyanah
> > dalam kitab Shohih-nya mengatakan :
> >
> > "Yang saya dengar dari kalangan ulama bahwa yang dilarang dalam hadits
> > Ali adalah hanya memakan daging keledai jinak, bukan tentang mut'ah".
>
>


[Non-text portions of this message have been removed]



Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment ....




SPONSORED LINKS
Women Different religions beliefs Islam
Muslimah Women in islam


YAHOO! GROUPS LINKS




Kirim email ke