http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/052006/27/0902.htm


Prostitusi Waria di Bandung
Oleh YESMIL ANWAR

MUNGKIN berita tentang waria tidak seheboh kasus korupsi, pilkada, atau berbagai berita yang punya nilai jual lainnya. Masalah waria jarang dibahas secara serius di media cetak maupun media elektronik. Kalaupun dimunculkan, beritanya adalah seputar kerja Satpol PP (Satuan Polisi Pamong Praja) dalam menjalankan operasi razianya untuk ketertiban umum atau di acara infotainment yang dikonsumsi masyarakat sebagai info ringan penghilang stres. Setelah itu, tidak ada kelanjutannya lagi bagaimana nasib dan keadaan mereka kemudian.

Di dalam pengamatan penulis, jumlah dan penyebaran waria di Bandung semakin marak. Mereka tampak beroperasi di pelbagai perempatan jalan di Kota Bandung. Malam hari mereka menyebar dari mulai Bandung utara sampai selatan. Hal ini perlu perhatian yang serius dari pemerintah, karena jika dibiarkan akan jadi penyakit masyarakat (patologi sosial) yang meresahkan.

Siapa waria?

Waria, bencong, banci, dan wadam adalah sebutan untuk orang (laki-laki atau perempuan) yang berpakaian atau berbicara sebaliknya tidak sesuai dengan kelaminnya. Menurut pakar pendidikan Kartini Kartono, waria merupakan seseorang yang secara fisik mempunyai jenis kelamin pria, tetapi berperasaan dan bertingkah laku seperti seorang wanita, yang dalam bahasa psikologis disebut dengan istilah transeksual, yaitu gejala pada seseorang yang merasa dirinya memiliki seksualitas yang berlawanan dengan struktur fisiknya.

Di dalam masyarakat juga di kenal dengan istilah homo atau gay. Kemudian timbul pertanyaan apakah waria dan gay itu sama. Menurut Kemala Atmojo didalam bukunya Kami Bukan Lelaki dijelaskan bahwa waria dan gay itu berbeda. Seorang gay, umumnya, tidak merasa perlu ber-make-up dan berpakaian seperti wanita. Kemudian dalam melakukan hubungan seks, seorang gay bisa bertindak sebagi "laki-laki" atau "wanita". Tetapi tidak demikian halnya dengan seorang banci. Dia merasa perlu ber-make-up dan berpakaian seperti wanita.

Dan, dalam melakukan hubungan seks, seorang banci "tidak bisa" bertindak sebagai laki-laki. Waria-waria ini biasa kita temui di salon-salon, sebagai penata rambut dan rias wajah. Mereka juga ada yang berprofesi sebagai juru masak, entertainer yang sukses dan sebagainya yang berkaitan dengan aktivitas yang biasa dilakukan oleh wanita pada umumnya. Tetapi mereka juga biasa ditemui di perempatan lampu merah, bekerja sebagai pengamen. Dan diantara mereka juga banyak yang melakukan prostitusi dengan alasan yang berbeda-beda.

Permasalahan waria

Waria merupakan salah satu kelompok masyarakat yang kurang beruntung atau disebut sebagai golongan/ kelompok minoritas dan cendrung terkucilkan dalam kehidupan sosialnya. Masyarakat juga keliru dalam memandang waria dan cendrung bersikap mengejek dan jijik terhadap waria yang dianggap "aneh". Masalah waria amatlah kompleks, kita tidak bisa melihatnya hanya dengan satu sisi.

Beban paling berat di dalam diri seorang waria adalah beban psikologis yaitu perjuangan mereka menghadapi gejolak kewariaan terhadap kenyataan di lingkungan sekitarnya, baik terhadap dirinya sendiri, keluarga, dan masyarakat luas. Perlakuan keras dan kejam oleh keluarga karena malu mempunyai anak seorang waria kerapkali mereka hadapi.

Mereka dipukuli, ditendang, diinjak-injak bahkan diancam mau ditembak. Meskipun tidak semua waria mengalami hal seperti itu, tetapi kebanyakan keluarga tidak mau memahami keadaan mereka sebagai waria. Kadang-kadang Satpol PP melakukan sweeping dengan cara yang kurang santun dan menjadi santapan empuk bagi media massa untuk menayangkan peristiwa sweeping itu dengan cara yang kurang mengindahkan etika penyiaran. Di layar kaca kita saksikan para waria terbirit-birit dikejar hingga masuk ke gorong-gorong dan tempat sampah untuk bersembunyi. Perlakuan-perlakuan buruk tsb. serta ketidakbebasan waria mengekspresikan jiwa kewanitaannya memicu mereka untuk meninggalkan keluarga dan lebih memilih untuk berkumpul bersama dengan waria lainnya. Ada FKW (Forum Komunikasi Waria) untuk Jakarta, Iwaba (Ikatan Waria Bandung), Hiwat (Himpunan Waria Jawa barat), di malang Iwama (Ikatan Waria Malang) dan sebagainya.

Padahal berkumpul dengan kawan senasib, bukanlah akhir dari segalanya. Pada kenyataannya mereka harus memenuhi kebutuhan mereka sebagai manusia yaitu kebutuhan pangan, sandang, dan papan. Mendapatkan pekerjaan bagi seorang waria itu tidak mudah. Mana ada perusahaan atau instansi pemerintah yang mau menerima mereka untuk bekerja dengan keadaan mereka yang demikian. Lapangan pekerjaan mereka menjadi sangat sempit di antaranya adalah bekerja sebagai juru rias di salon-salon, entertainer seperti kelompok Fantastic dolls yang pernah ngetop pada era tahun '70-80'-an di bawah bimbingan Mirna, dan sebagai juru masak. Namun itu semua dibutuhkan skill dan jiwa kewirausahaan yang memadai, dan sayangnya tidak semua waria mampu seperti itu.

Sempitnya lapangan pekerjaan dan tidak cukupnya penghasilan untuk kehidupan sehari-hari membuat banyak di antara mereka yang melakukan prostitusi. Mereka menjajahkan diri di pinggir jalan atau ditempat-tempat tertentu di antaranya untuk Kota Bandung di Jalan Veteran, persimpangan Jalan Dago /Diponegoro, di Jalan Wastukencana di Jln. kalimantan, di jalan Terusan Kiaracondong. Namum demikian alasannya bukan saja karena ekonomi, tetapi untuk kepuasan, karena ada juga diantara mereka yang hidupnya berkecukupan. Hal ini lebih kepada permasalahan mental yang hanya ingin mendapatkan uang banyak, tetapi malas untuk bekerja keras.

Ketika mereka ada di jalan-jalan menjajahkan diri, maka hal ini menjadi permasalahan kembali. Terutama masalah ketertiban umum karena di tempat yang tidak sesuai peruntukannya dan akan menyebabkan pemandangan yang ganjil. Selain itu juga prostitusi ini dapat juga menyebabkan masalah kesehatan yang serius seperti penularan virus AIDS dan penyakit kelamin lainnya. Menurut hasil penelitian dari 100 waria terdapat 23 orang yang telah terinfeksi HIV.

Sejauh ini telah dilakukan berbagai upaya yaitu dengan melalui operasi justia oleh Dinas Tramtib (ketenteraman dan ketertiban) yang bekerja sama dengan berbagai instansi dengan perda sebagai landasan hukumnya. Untuk kota Bandung digunakan Perda tentang Penyelenggaraan Ketertiban dan Keindahan (K3) tahun 2005. Dari pihak Dinas Sosial telah melakukan berbagai pembinaan dan pelatihan agar para waria ini mempunyai skill. Sementara beberapa LSM juga melakukan penyuluhan, terutama masalah pencegahan AIDS.

Pada kenyataan ada sebagian masyarakat Bandung tampaknya tidak terlalu mencemooh atau mendiskriminasikannya karena kelainan fisik dan atau psikologis mereka. Mereka menerimanya sebagai bagian dari dinamika Kota Bandung. Bahkan bersimpati dengan mengulurkan tangan memberi derma pada waria yang berada di jalan. Demikian pula mereka (waria) yang memiliki kelainan tersebut tampaknya juga pandai bersikap dan serta menempatkan diri pada posisi yang apa adanya. Namun demikian, perilaku fenomena waria hendaknya tetap dianggap sebagai sebuah kelainan atau penyimpangan yang memerlukan adanya jalan keluar. Di sisi lain, lebih jauh lagi ada sementara kalangan yang bersuara menuntut pengakuan eksistensi waria, dapat diterima sepanjang menyangkut nilai-nilai kemanusiaan dan perlakuan yang layak.

Dibutuhkan kerjasama

Dalam menghadapi permasalahan waria ini tidak dapat hanya dilakukan secara parsial. Tetapi dibutuhkan kerja sama yang menyeluruh agar dapat dicapai hasil yang optimal. Terutama bagi waria itu sendiri, dibutuhkan waktu dan usaha yang sungguh-sungguh agar tercipta citra yang baik didalam masyarakat. Demikian pula pihak keluarga diharapkan dapat memberi cinta dan kasih sayang sesuai hak mereka. Karena kesalahan mereka hanya karena mereka terlahir sebagai waria. Unsur lain yang berperan penting adalah masyarakat terutama kaum laki-laki yang sering menggunakan jasa pelayanan seks waria.

Tanpa ada adanya permintaan tidak mungkin prostitusi waria tersebut dapat terus bertahan. Para tokoh agama diharapkan dapat bersikap proaktif dalam membuka keimanan para waria. Sedangkan kerja sama pemerintah dengan seluruh unsur masyarakat merupakan muara proses treatment masalah waria. Karena permasalah waria juga menjadi permasalahan pemerintah. Sebaiknya dilihat kembali apakah hukum yang ada sudah efektif atau hanya sia-sia saja. Demikian halnya dengan Dinas Sosial yang merupakan ujung tombak rehabilitasi waria harus terus melakukan pembinaan serta selalu melakukan kerja sama dengan para ahli dari berbagai disiplin ilmu, agar dapat dicapai hasil yang maksimal.***

Penulis, kriminolog, staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung.


[Non-text portions of this message have been removed]



Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment ....




SPONSORED LINKS
Women Different religions beliefs Islam
Muslimah Women in islam


YAHOO! GROUPS LINKS




Kirim email ke