Bismillahirahmanirahim.
Bapak-bapak dan Ibu-ibu, sebenarnya saya nggak begitu tertarik untuk mengirim postingan ke WM. Tapi karena ada nama saya disebut oleh Pak Arcon, menurut saya, perlu rasanya saya memberikan klarifikasi. Sebenarnya agak males juga, tapi berhubung menyebut nama yah apa boleh buat, meskipun agak menggangu kerja saya. Tapi nggak apalah, itung-itung berbagi pengalaman, mungkin juga ada tambahan ilmu buat kita semua. Amin...
Pak Arcon :
teman salafi kita, mas ari setyawan ketika saya tunjukkan tentang fatwa ini
di layar komputer sontak mengatakan, "iya, saya setuju itu". tidak boleh
itu, mengharamkan sesuatu yang halal.
Ari : Saya kira kalimat Pak Arcon ini sedikit bombastis dengan kata-kata "sontak"nya. Kejadiannya adalah waktu Pak Arcon bilang MUI mensyahkan nikah sirri terus dia terkaget-kaget, maka dalam hati saya bilang "so what gitu lo..." Saya cuma mbatin memang ada yang aneh ya, sepertinya fatwa MUI itu menghalalkan yang haram (maaf ini dari perkiraaan saya). Jadi saya tidak bicara dalam konteks menikah/kawin dilarang. Dan saya nggak pernah bilang "saya setuju itu". Maaf Pak ya, kalau saya bilang "Saya setuju itu" menurut saya kok konotasinya cuma nikah sirri yang sah, padahal saya sendiri menikah sah baik secara agama maupun negara. Begitu Pak. Mohon kalau menulis agak dikurangi bumbunya, takutnya menjadi ghibah.
Pak Arcon saya yakin tahu syarat syah nikah.
Rasulullah bersabda :" Tidak sah nikah seseorang kecuali di hadiri wali dan dua orang saksi yang adil " (HR. Daruqutny)
Di hadits yang lain Rasul mulia bersabda : "Pelacur adalah wanita yang menikah sendiri tanpa bukti (Wali dan Saksi)" (HR. Tirmidzi)
Dan Umar pernah mendapat laporan bahwa ada orang yang menikah hanya disaksikan oleh seorang laki-laki dan seorang perempuan, maka beliau berkata :"Demikian itu adalah nikah sirri (rahasia), seandainya akau menemuinya, maka aku akan merajmnya" (HR. Malik dalam kitab Al-Muwatha).
Dan berdasarkan perkataan Ibnu Abbas : "Tidaklah suatu pernikahan dianggap sah bila tidak dilandasi bukti (wali dan saksi).
Setelah memaparkan hadits-hadits tentang wali dan saksi dalam pernikahan Imam At-Tirmidzi berkata : "Pendapat yang disepakati para ulama dari kalangan sahabat dan tabi'in adalah pendapat yang mengatakan bahwa wali dan saksi adalah syarat sahnya pernikahan, dan tidak syah pernikahan yang tidak dihadiri wali dan dua orang saksi yang adil".
Dari hadits dan pendapat ulama tadi, jelaslah syarat sahnya sebuah pernikahan.
Pak Arcon :
argumen saya tentang masalah sosial, hak anak, penegakan peraturan, bhkan
wali hakim sebagai representasi pemerintah tidak mau dia dengarkan. pokoke
...
ya sudah, saya tidak melanjutkan diskusi lagi. Ngapain sih berantem sama
teman. ketika saya tanya apakah dia dulu siri juga. bahasan malah masalah
proses ta'aruf segala macam. wah, rada gak nyambung. setelah itu mas ari
pun pergi. well, saya nulis ini dan memasukkannya ke milis suapaya mas ari
sempat berpikir dulu, dan melanjutkan diskusi dengan lebih tenang dan
rasional.
Ari :
Paak, waktu itu khan kita bicara soal nikah sirri. Kalau masalah sosial, hak anak, keluarga bubrah itu personalitynya. Sekali lagi kita waktu itu sedang bicara soal fatwa MUI tentang nikah sirri. Insya Allah saya nggak bicara "pokoke".
Maaf Pak, kita kemarin mau berantem ya? Ha...Ha...Ha... saya baru tahu. OK, saya minta maaf kalau pendapat saya yang kemarin tidak berkenan di hati Pak Arcon. Soal yang ta'aruf saya, itu memang salah saya. Saya belum nangkep maksud Pak Arcon. Soal saya lalu pergi, sekali lagi saya minta maaf karena saya ada tugas dari bos. Kebetulan kemarin libur dan saya bersama tim disuruh masuk karena ada job yang harus segera diselesaikan. Lagipula kita masuk aqadnya khan bekerja, jadi kalau terlalu banyak waktu yang dibuang takutnya makin menambah dosa. Memang sih nggak ada yang bisa 100% waktu untuk bekerja, tapi paling tidak kita bisa meminimalisasi.
Mungkin begitu saja dari saya. Mohon maaf bila ada yang tidak berkenan.
Yang benar datangnya dari Allah, yang salah karena kejahilan diri saya priadi.
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi wa Barakatuhu
----- Original Message -----
From: Ari Condro
To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
Sent: 2006-05-30 Tuesday 12:10
Subject: [wanita-muslimah] Tragedi kaum mayoritas
mas dwi, pagi ini ribut, karena MUI mengeluarkan fatwa bolehnya nikah sirri.
beritanya di mana ? ada di sini.
http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2006/05/27/brk,20060527-78056,id.
html
.... deleted ...
fatwa diperbolehkannya nikah siri (dengan catatan diharuskan segera
mencatatkan di KUA) .... deleted
teman salafi kita, mas ari setyawan ketika saya tunjukkan tentang fatwa ini
di layar komputer sontak mengatakan, "iya, saya setuju itu". tidak boleh
itu, mengharamkan sesuatu yang halal.
lho, mengharamkan yang mana ? kan nikah/kawin tidak dilarang ? gak ada itu
masalah mencatatkan pernikahan dalam syarat sahnya nikah.
argumen saya tentang masalah sosial, hak anak, penegakan peraturan, bhkan
wali hakim sebagai representasi pemerintah tidak mau dia dengarkan. pokoke
...
ya sudah, saya tidak melanjutkan diskusi lagi. Ngapain sih berantem sama
teman. ketika saya tanya apakah dia dulu siri juga. bahasan malah masalah
proses ta'aruf segala macam. wah, rada gak nyambung. setelah itu mas ari
pun pergi. well, saya nulis ini dan memasukkannya ke milis suapaya mas ari
sempat berpikir dulu, dan melanjutkan diskusi dengan lebih tenang dan
rasional.
kalau menurut teman teman sendiri dengan adanya fatwa ini bagaimana ???
kalau saya bilang sih, kejadian semacam ini adalah tragedi dan ironi umat
islam sebagai mayoritas. lha wong umat kong hucu mau kawin dan minta
dicatatkan saja susahnya minta ampun. perlu berjuang bertahun tahun.
begitu juga dengan pernikahan yang berbeda agama (meskipun secara umum,
dalam agama islam tidak dilarang seorang lelaki muslim enikahi wanita ahli
kitab).
ribut panjang masalah ini saya postingkan dalam dua artikel di bawah ini.
ironi ..ironi ....
salam,
Ari Condro
===
http://www.hukumonline.com/detail.asp?id=14558&cl=Berita
Semua Perkawinan Harus Dapat Dicatatkan
[16/3/06]
Presiden seharusnya mengeluarkan himbauan agar semua perkawinan, apapun
agama dari pasangan, dapat dicatatkan. Hal ini untuk melindungi hak anak
yang lahir dari perkawinan tersebut.
Staf ahli Menteri Agama Musdah Mulia menyatakan bahwa saat ini perkawinan
Konghucu sudah dapat dicatatkan di Kantor Catatan Sipil (KCS). Namun
perjuangan umat Konghucu agar dapat mencatatkan perkawinannya memakan waktu
yang lama dan tidak produktif. Padahal, lanjutnya, banyak penduduk Indonesia
yang masih menganut kepercayaan tradisional.
"Akan sangat tidak produktif jika umat dari agama-agama tradisional itu
harus menunggu bertahun-tahun agar Pemerintah bersedia mencatatkan
perkawinan mereka," kata Ketua Pokja Pengarusutamaan Gender ini dalam
diskusi bertema "Menyoal Regulasi Kependudukan dan Catatan Sipil di
Indonesia" di Jakarta, Kamis (16/3).
Perkawinan di Indonesia dicatatkan di dua tempat. Bagi pasangan yang
beragama Islam, maka dicatat di Kantor Urusan Agama (KUA). Sedangkan untuk
agama selain Islam dicatat di KCS.
Umat Konghucu sempat mengalami kesulitan dalam mencatatkan perkawinan.
Pasalnya agama yang diakui di Indonesia hanya lima yaitu Islam, Katolik,
Kristen Protestan, Hindu dan Budha.
Sebagaimana dilansir gatra.com, pada peringatan Imlek 4 Februari 2006.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan umat Konghucu akan dilayani
sebagai penganut agama. Perkawinan secara Konghucu dinyatakan sah dan dapat
dicatat di KCS.
Menteri Agama Maftuh Basyuni meluruskan bahwa pelayanan yang diberikan pada
Konghucu dan lima agama lain tidak berarti hanya keenam agama itu yang
diakui negara. Menurut Maftuh, negara tidak pernah menetapkan agama resmi
dan tidak resmi. Meskipun Penjelasan PNPS 1965 menyatakan ada enam agama
yang dianut penduduk Indonesia, tapi tidak berarti hanya enam itu saja,
karena masih ada agama lain.
Perdebatan ini muncul seiring dengan terbitnya Surat Edaran Mendagri No.
477/74054 tanggal 18 November 1978 yang menyiratkan pengakuan negara hanya
pada lima agama. Ini menimbulkan kesan bahwa agama selain Islam, Katolik,
Protestan, Budha dan Hindhu adalah agama yang tak sah di Indonesia. Namun,
surat edaran tersebut telah dicabut oleh Keppres No. 6 Tahun 2000 yang
memberi peluang bagi agama-agama "minoritas" untuk tampil sejajar dengan
lainnya.
Hal senada disampaikan Penasihat Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia
(Matakin) Rip Tockary. Ia menyatakan bahwa jika pencatatan sipil tidak
dikaitkan dengan agama maka urusan selesai. Ia menambahkan bahwa jika suatu
agama tidak diakui maka penyelenggaraan pendidikan keagamaan untuk generasi
muda secara resmi tidak bisa dimasukkan dalam kurikulum sekolah.
"Idealnya KCS hanya mencatat saja, seperti dulu sebelum ada UU Perkawinan,
dimana orang yang tidak beragama pun bisa mencatatkan perkawinan. Agama
harus dilepaskan sebagai identitas sipil," ujar Rip.
Catatan Sipil Dalam RUU Adminduk
Anggota Komisi Nasional (Komnas) HAM Lies Sugondo menegaskan Komnas HAM akan
terus mengawal agar RUU Catatan Sipil bisa dipisah dari RUU Administrasi
Kependudukan. Pasalnya, lanjut Lies, jika disatukan maka sistem hukum
nasional akan memiliki kekosongan dalam hukum perdata keluarga.
Lies menyatakan bahwa catatan sipil tidak sekedar mencatat seperti
administrasi kependudukan. Catatan sipil tidak memberikan status, namun
membawa akibat hukum yaitu menentukan status seseorang. Oleh karena itu,
lanjut ia, catatan sipil dapat berfungsi seperti alat bukti yang sah.
Misalnya di pengadilan, akta perkawinan menjadi bukti otentik status
seseorang.
"Kalau catatan sipil ini dikeluarkan dari hukum perdata maka akan ompong,
verifikasi hukum perdata kosong. Dengan demikian tidak memiliki status
hukum," kata Lies.
Kepala Sub Direktorat Pengangkatan, Pengakuan dan Pengesahan Anak Ditjen
Adminduk Depdagri Djoko Moerdjito menyatakan bahwa sampai sekarang tidak ada
yang mempermasalahkan usulan judul RUU Administrasi Kependudukan. RUU
Adminduk sendiri berisi tiga hal yaitu administrasi kependudukan, catatan
sipil dan pengelolaan informasi administrasi kependudukan. Ia menambahkan
bahwa pembahasan RUU Adminduk akan segera masuk ke Panitia Kerja Komisi II
DPR.
(Tif)
===
http://www.hukumonline.com/detail.asp?id=14922&cl=Berita
Masalah Hukum Keabsahan Kawin Beda Agama di Luar Negeri
[30/5/06]
Ada banyak cara yang dilakukan pasangan beda agama untuk melanjutkan
hubungan mereka ke jenjang perkawinan. Tetapi apakah Kantor Catatan Sipil
wajib mencatatkan perkawinan itu?
Diskusi, seminar atau pertemuan yang membahas masalah-masalah perkawinan
beda agama sudah acapkali digelar. Bahkan sebuah buku yang berisi kesaksian
para pelaku nikah beda agama telah diluncurkan beberapa waktu lalu (judulnya
Pernikahan Beda Agama: Kesaksian, Argumen Keagamaan dan Analisis Kebijakan--
red). Lantas bagaimana hukum mengatur kawin beda agama tersebut? Sebuah
seminar di Fakultas Hukum Universitas Indonesia pada 18 Mei lalu secara
khusus membahas masalah ini.
Pengamat hukum perdata, Wahyono Darmabrata mencatat ada empat cara yang
lazim ditempuh pasangan beda agama yang akan menikah. Pertama, meminta
penetapan pengadilan terlebih dahulu. Atas dasar penetapan itulah pasangan
melangsungkan pernikahan di Kantor Catatan Sipil. Tetapi cara ini tak bisa
lagi dilaksanakan sejak terbitnya Keppres No. 12 Tahun 1983.
Kedua, perkawinan dilangsungkan menurut hukum masing-masing agama.
Perkawinan terlebih dahulu dilaksanakan menurut hukum agama seorang mempelai
(biasanya suami), baru disusul pernikahan menurut hukum agama mempelai
berikutnya. Permasalahannya perkawinan mana yang dianggap sah? Apakah
perkawinan menurut hukum yang kedua (terakhir)? Jika ya, apakah perkawinan
pertama dianggap tidak sah?
Ketiga, kedua pasangan menentukan pilihan hukum. Salah satu pandangan
menyatakan tunduk pada hukum pasangannya. Dengan cara ini, salah seorang
pasangan 'berpindah agama' sebagai bentuk penundukan hukum.
Keempat, yang sering dipakai belakangan, adalah melangsungkan perkawinan di
luar negeri. Beberapa artis tercatat memilih cara ini sebagai upaya
menyiasati susahnya kawin beda agama di Indonesia. Masalahnya, apakah kawin
beda agama di luar negeri sah menurut hukum Indonesia?
Para pemerhati terbelah ke dalam dua arus utama. Ada yang menganggap
perkawinan itu sah. Syaratnya, pasangan nikah beda agama mencatatkan
perkawinan mereka ke Kantor Catatan Sipil paling lambat satu tahun setelah
kembali ke Indonesia. Ini sesuai dengan ketentuan pasal 56 UU No. 1 Tahun
1974. Konsorsium Catatan Sipil selama ini menganut pandangan bahwa
perkawinan tidak boleh dilarang karena perbedaan asal usul, ras, agama, atau
keturunan.
Pendapat sebaliknya menganggap perkawinan itu tidak sah karena tidak
memenuhi syarat pasal 2 UU No. 1 Tahun 1974. Meskipun tidak sah menurut
hukum Indonesia, Catatan Pilil tetap menerima pendaftaran perkawinan
tersebut. Pencatatan di sini bukan dalam konteks sah tidaknya perkawinan,
melainkan sekedar pelaporan administratif.
Guru Besar Hukum Perdata Internasional Universitas Indonesia Prof. Zulfa
Djoko Basuki berpendapat perkawinan beda agama di luar negeri lebih sebagai
upaya menghindari hukum yang seharusnya berlaku kepada mereka. Yaitu pasal 2
Undang-Undang Perkawinan 1974. Perkawinan demikian merupakan "penyelundupan
hukum", dan karenanya dapat dibatalkan. Menurut Prof. Zulfa, syarat yang
tercantum dalam pasal 2 UU Perkawinan bersifat memaksa. Kalaupun perkawinan
itu dianggap sah, papar Prof. Zulfa, perkawinan tersebut rapuh.
Bagi mereka yang tinggal di Jakarta, ketentuannya kian jelas. Pasal 23 SK
Gubernur DKI Jakarta No. 15 Tahun 1999 menyebutkan: (i) Setiap perkawinan
yang dilangsungkan di luar Indonesia antar WNI atau antara WNI dengan WNA
atau WNA dengan WNI adalah sah bilamana dilakukan menurut hukum yang berlaku
di negara tempat perkawinan itu dilangsungkan dan bagi WNI tidak
bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang Perkawinan; (ii) Setelah
kembali ke Indonesia, setiap perkawinan itu dilaporkan pada Kantor Catatan
Sipil. Lagipula, lanjut Prof. Zulfa, perkawinan yang dilangsungkan di luar
negeri adalah perkawinan sipil yang tidak dikenal dalam UU No. 1 Tahun 1974.
(Mys/M-1)
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com
This mailing list has a special spell casted to reject any attachment ....
SPONSORED LINKS Women Islam Muslimah
Women in islam
------------------------------------------------------------------------------
YAHOO! GROUPS LINKS
a.. Visit your group "wanita-muslimah" on the web.
b.. To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]
c.. Your use of Yahoo! Groups is subject to the Yahoo! Terms of Service.
------------------------------------------------------------------------------
[Non-text portions of this message have been removed]
Galang Dana Untuk Korban Gempa Yogja melalui Wanita-Muslimah dan Planet Muslim. Silakan kirim ke rekening Bank Central Asia 421-236-5541 atas nama RETNO WULANDARI.
Mari berlomba-lomba dalam kebajikan, seberapapun yang kita bisa.
=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com
This mailing list has a special spell casted to reject any attachment ....
SPONSORED LINKS
Women | Islam | Muslimah |
Women in islam |
YAHOO! GROUPS LINKS
- Visit your group "wanita-muslimah" on the web.
- To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]
- Your use of Yahoo! Groups is subject to the Yahoo! Terms of Service.