“Ada apa sebenarnya dengan Syafii Maarif?” pekik Ketua DDI Adian Husaini 
meluapkan kekecewaannya terhadap tulisan mantan Ketua Umum PP 
Muhammadiyah 2000-2005 Prof Syafei Maarif dalam kolomnya “Demi Keutuhan 
Bangsa” di harian Republika, Selasa, 11 Juli 2006.

Baik ketika masih maupun setelah tidak lagi menjabat Ketua PP 
Muhammadiyah, Buya Syafii Maarif memang dikenal sebagai tokoh yang 
berani “melawan arus”, mengatakan apa yang diyakininya benar walaupun 
pahit, walaupun berakibat---seperti yang digambarkan oleh Adian Husaini 
dalam “Catatan Akhir Pekan” [CAP] Senin, 17 Juli 2006 yang merupakan 
kerjasama antara Radio Dakta 107 FM dan www.hidayatullah.com,---sebagai 
“menyinggung banyak kalangan, yang ironisnya adalah sahabat-sahabat 
dekatnya sendiri, dari kalangan kaum Muslim”.

Seperti diketahui, bersama dengan Ketua Tafidziah PB NU KH Hasyim 
Muzadi, Buya Syafei Maarif adalah tokoh Islam nasional yang dengan tegas 
menyatakan ketidaksetjuannya terhadap pemberlakuan apa yang disebut 
sebagai “Perda Syariah” yang menggejala di beberapa daerah waktu ini.

Tidak mudah dipungkiri bahwa dukungan terhadap ‘penegakan’, atau 
tepatnya ‘formalisasi, syariah terlihat ‘gagah’ dan sebagai 
pengejawantahan sikap “muslim sejati”. Tetapi sesederhana itukah 
masalahnya?

Dalam kolomnya “Demi Keutuhan Bangsa” di harian Republika 11 Juli 2006 
tersebut, Prof Syafei Maarif dengan tajam mengemukakan jebakan-jebakan 
yang timbul dari “Perda Syariah”, baik terhadap keutuhan bangsa yang 
plural, heterogen, dan sekaligus rentan ini maupun bagi kemaslahatan 
umat Islam sendiri.

Berikut tulisan lengkap Buya Syafei Maarif tersebut, sementara “Catatan 
Akhir Pekan” Adian Husaini saya postingkan secara terpisah.

Wassalam, Darwin


====================================================================

Demi Keutuhan Bangsa

Oleh : Ahmad Syafii Maarif

Republika, Selasa, 11 Juli 2006

http://www.republika.co.id/kolom_detail.asp?id=255993&kat_id=19

Ternyata apa yang dikenal dengan konsep integrasi nasional masih labil. 
Proses nation and character building sama sekali jauh dari selesai. Kita 
semua, terutama para pemimpin formal, sejak proklamasi telah lengah dan 
lalai dalam merawat dan memelihara rasa kekitaan anak bangsa ini karena 
berasumsi bahwa Indonesia adalah sebuah bangsa yang sudah mapan, kokoh, 
dan pasti tahan banting. Perkiraan ini jelas ahistoris, tidak berpijak 
atas fakta sejarah.

Mengapa? Alasannya sangat gamblang. Indonesia sebagai bangsa, bukan 
kumpulan suku bangsa, baru muncul awal 1920-an. Sebab itu, pendapat yang 
mengatakan bahwa Indonesia sudah muncul sejak zaman Kerajaan Kutai yang 
Hindu awal abad ke-5 atau sejak kerajaan maritim Sriwijaya yang Budis 
akhir abad ke-7, jelas mengada-ada. Tetapi, bahwa bekas kedua kerajaan 
itu kemudian menjadi bagian Indonesia modern, sepenuhnya didukung fakta 
sejarah.

Sebagai bangsa muda, kita harus ekstra hati-hati merawat Indonesia ini. 
Kecerobohan sentralistik selama empat dasawarsa yang lalu jangan diulang 
lagi pada masa depan, sebab risikonya adalah bahwa doktrin bhinneka 
tunggal ika bisa berantakan, dan bangsa muda ini dapat berkeping-keping, 
sesuatu yang harus dicegah. Kegagalan kita dalam upaya pencegahan proses 
disintegrasi ini pastilah akan berujung dengan malapetaka: musnahnya 
Indonesia dari peta sejarah. Suatu tragedi bukan, jika itu terjadi?

Sebab itu, pendekatan yang serba politik-legalistik dalam memperjuangkan 
suatu kehendak atau aspirasi politik hendaklah mempertimbangkan kondisi 
bangsa yang masih muda dan rentan ini. Keinginanan untuk memperjuangkan 
nilai-nilai Islam dalam perda, mengapa tidak diintegrasikan saja dalam 
perda biasa, tidak dalam format Perda Syariah yang dapat melemahkan 
pilar-pilar integrasi masyarakat dan bangsa, dan ini berbahaya sekali. 
Bukankah perjuangan antimaksiat pada hakikatnya adalah perjuangan semua 
golongan? Dan itu semua dapat dilakukan di bawah payung Pancasila, 
khususnya sila pertama.

Selain itu, perlu pula dipertimbangkan kenyataan yang berlaku selama 
ini. Berapa banyak undang-undang yang bertujuan melawan maksiat tetapi 
kandas dalam proses eksekusinya karena sebagian aparat penegak hukum 
merupakan bagian dari dunia gelap itu. Sebutlah misalnya masalah 
perjudian dan pelacuran. Sudah menjadi rahasia umum di mana-mana bahwa 
tempat-tempat maksiat itu pasti ada yang melindungi. Lingkaran setan 
semacam inilah yang harus dikaji betul secara sosiologis dengan kepala 
dingin melalui pemikiran dan pertimbangan yang matang. Cara-cara 
emosional, demo dengan teriakan 'Allahu Akbar' segala, apalagi 
ditunggangi oleh kepentingan politik jangka pendek, pastilah akan 
bermuara pada kegagalan yang melelahkan.

Ujungnya Perda Syariah akan menjadi bumerang. Jika kenyataan ini 
berlaku, dari sisi dakwah, sungguh merupakan malapetaka. Orang akan 
mencibir: ternyata produk yang serba syariah itu tidak membuahkan 
kenyamanan dan ketenteraman. Masalah ini jauh dari sederhana. Maka, 
otak-otak sederhana harus mau bertanya kepada ahl al-dzikr (para pakar) 
dari berbagai latar keilmuan melalui pendekatan interdisiplin. Tengoklah 
ia dari berbagai sudut pandang. Libatkan para pakar yang berkualitas 
dari UIN/IAIN di samping pakar dari perguruan tinggi umum. Hendaklah 
disadari benar bahwa proyek legalisasi syariah adalah sesuatu yang 
sangat serius. Saya tidak mau menyaksikan sebuah Islam yang gagal 
memperbaiki akhlak bangsa yang sedang rapuh ini, gara-gara kedunguan kita.

Secara umum, bukankah isi syariah yang diwarisi sekarang ini sebagian 
besar adalah hasil ijtihad abad pertengahan yang pasti terikat dengan 
ruang dan waktu? Bukankah kegagalan proyek negara Islam Pakistan yang 
sarat dengan korupsi itu adalah karena kegagalan ulama konservatif untuk 
berurusan dengan perkembangan zaman yang bergulir tanpa henti? Mereka 
mengharamkan kaum perempuan jadi pemimpin, sedangkan kaum lelakinya juga 
tidak becus mendaratkan pesan Alquran berupa rahmat bagi seluruh alam 
pada proyek negara Islam yang semula didukung oleh seluruh energi bangsa 
baru itu.

Dalam perspektif di atas, adalah sikap gegabah yang sia-sia bila orang 
dengan gampang menuduh orang lain sekuler jika tidak mendukung gagasan 
negara Islam, seperti yang kita alami tahun 1950-an. Pengalaman 
Indonesia menjelang dan pascaproklamasi tentang masalah dasar negara 
cukup kaya untuk kita buka kembali. Janganlah energi bangsa yang sudah 
hampir habis terkuras ini digunakan dengan serampangan, semata-mata 
karena kebahlulan kita dalam membaca masyarakat Indonesia yang plural, 
heterogen, dan rentan ini. "Maka, ambillah pelajaran (secara 
sunguh-sungguh), wahai kamu yang diberi penglihatan tajam," seru Alquran 
dalam surat al-Hasyr (59): 2




------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
See what's inside the new Yahoo! Groups email.
http://us.click.yahoo.com/2pRQfA/bOaOAA/yQLSAA/aYWolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Galang Dana Untuk Korban Gempa Yogya melalui Wanita-Muslimah dan Planet Muslim. 
Silakan kirim ke rekening Bank Central Asia KCP DEPOK No. 421-236-5541 atas 
nama RETNO WULANDARI. 

Mari berlomba-lomba dalam kebajikan, seberapapun yang kita bisa.

=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke