Pak Wida Enggak ada salah satu pihak lebih saling membutuhkan dalam relasi anak dan orang tua. Keduanya saling membutuhkan.
Seorang ibu yang dengan sangat kesakitan melahirkan anaknya akan merasa impas begitu bisa merasakan buah hatinya berada dalam gendonganya. Berapa yang harus dibayar si ibu untuk merasakan perasaan yang sulit dibayangkan. Juga si ayah ketika pertama kali memangku sang buah hati dan mengazaninya...berapa nilai yang haris dibayar si Ayah untuk moment keajaiban seperti itu?? Berapa yang harus dibayar orang tua ketika pertama kali mendengar panggilan kata "mama" atau "papa" dari mulut si kecil?? berapa yang harus dibayar ketika kita menyaksikan langkah pertama si kecil yang merupakan keajaiban dunia?? Berapa yang harus dibayar orang tua ketika mereka penat letih lelah stress melihat senyum dan mata bening bak bintang dari si kecil yang mampu menghilangkan itu semua?? Pak Wida, Qur'an tidak lepas dari kondisi masyarakat arab pada waktu itu yang melihat kedudukan orang tua kurang dihargai karena memikirkan manfaat dan peran bagi kabilahnya dinilai kurang sehingga Qur'an menyadarkan atau memberikan pencerahan dengan menyadarkan peran penting orang tua. Tapi kita seharusnya sadar dalam hubungan orangtua dan anak tidak ada sistem "dagang" dan "investasi" balasbudi . Karena dengan sistem seperti ini jelas menjadikan orang tua yang otoriter dan anak-anak yang itung-itungan...masa sih kasih sayang dilandasi dengan kapitalisme?? Relasi yang seimbang antara anak dan orang tua akan menjadi kedua belah pihak sadar bahwa masing-masing harus saling menghormati, menyayangi dan menjaga serta merawat karena mereka saling membutukan keberadaan keduanya. --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, St Sabri <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > Kang Wida, > > saya termasuk yang penasaran dengan pola hubungan anak-ortu, jaman > saya duluuu; bapak sedang tidur, kita berjalan didepan kamarnya saja > berjingkat-jingkat, tidak pernah berani meminta sesuatu kepada ortu, > meski sepatu dah bolong, kalo ortu belum membelikan ya dipakai > sampai kaki sakit. Kalo ibu lupa memberikan uang saku (hanya untuk > transport) tidak berani minta dan ke sekolah berjalan kaki. karena > kami semua tahu betapa miskinnya ortu kami. Bahkan bila tidak ada > nasi pun kami tak berani bertanya, cuma diam menahan lapar atau ke > kebun mencari singkong atau ketela rambat, merebusnya dan makan > dengan riang. > > sekarang anak saya dengan tenang menukar handset telpon genggam > tanpa ijin, sampai saya kalang kabut. > > Ada perubahan sangat mendasar pola hubungan ortu-anak di tahun 70-an > dan tahun 2000-an. Saya tidak menganggap anak sebagai investasi atau > pun sub-ordinan, saya percaya kalo kami (sbg ortu) mati mendadak > anak-anak akan survive (life will find a way - kata Michael > Crichton). Tidak juga terlalu memaksa anak belajar dengan meyakinkan > pada mereka bahwa sekolah bukan untuk kepentingan ortu; tapi untuk > kepentingan mereka. Dalam beberapa hal anak-anak saya tampak kurang > ajar; tapi juga memiliki kemandirian. > > hubungan dengan kasus pokok bahasan; saya juga menemukan seorang Ibu > yang memang agak membenci anaknya, ini unik sekali. Nah kalo > masalahnya 'uang' yang hutang itu ibu, saya sih setuju saran suami > si mbak itu ; udahlah impasin aja, shodaqoh pada ibu khan baik. > > Nah hubungannya dengan keinginan memiliki rumah saya memiliki > pengalaman unik. pertama menikah dan masih ngontrak bermimpi punya > rumah sendiri meski kecil, akhirnya terlaksana membeli rumah type > 21; pas mau pindah terasa amat kecil ... akhirnya batal pindah, > dalam hati berpikir kalo agak gedean enak kali ya, usaha lagi dan > berhasil membeli rumah type 36, sedikit di rehab. bersama waktu > anggota keluarga saya bertambah, ada adik ipar,ponakan, mertua, yang > hidup bersama; pas mau pindah, lagi2 merasa ruangan tidak cukup; > urung pindah, usaha mendapat rumah yang lebih besar; tercapai dengan > rumah type 45; kejadian sama berulang lagi. sampai akhirnya saat > membeli rumah type 54 dengan tambahan tanah baru berani pindah :=)) > itupun musti menambah bangunan (maklum keluarga besar). > > sekarang saya gak merasakan perbedaan antara tinggal di rumah > sendiri atau ngontrak, punya mobil pribadi atau tidak, punya > penghasilan atau tidak .... saya kok merasa tentram saja ya :=)) > membiarkan hidup mengalir bagai air ..... mungkin faktor usia memang > berpengaruh; I am 40 now.... :=)) > > salam > -------------- > Linux user #421968 > LINUX machine #329358 > UBUNTU user #4001 > > > > > ------------ quoted ----------------------- > Tue, 22 Aug 2006 16:26:20 +0700 > [EMAIL PROTECTED] wrote: > ------------------------------------------- > Mbak Chae berpendapat seperti ini dalam posisinya sebagai seorang > anak atau sebagai seorang ibu? Apakah sudah pernah memakai kedua > jenis kacamata itu? > > Salam, > ======================= Milis Wanita Muslimah Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat. Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED] Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/