Surat Kembang Kemuning:

MAY SWAN: PENULIS DUA NEGERI 
INDONESIA DAN SINGAPURA


May Swan: Kucerpen "Matahari Di Tengah Malam"
Penerbit: Doea Lentera, Jakarta, Mei 2006.
Tebal: i-xiv + 207 hlm. 

2.

Sebagai penulis, May Swan  yang menulis dalam dua bahasa, yaitu bahasa Inggris 
dan bahasa Indonesia, juga sangat mempunyai kesadaran berbahasa.  "Bahasa 
adalah alat pengungkap rasa dan pikir, karena itu kita tidak bisa meremehkan 
bahasa", ujarnya. Ia memandang sangatlah tidak bertanggungjawab jika seorang 
penulis merusak bahasa ibunya. Dan May Swan yang lahir serta dibesarkan di 
Jakarta hingga mengenyam pendidikan menengah  merasa bahasa Indonesia adalah 
bahasa ibunya. Sementara pengetahuan sastranya ia perdalam melalui pendidikan 
sastra Inggris. Perjalanannya menjelajahi benua demi benua, menambah 
pengetahuan dan mematangkan dirinya.


Dari keadaan begini, aku melihat bahwa May Swan sadar benar perlunya paduan 
harmoni antara komitmen kemanusiaan, ide dan kemampuan tekhnik dalam bersastra. 
Dalam hal ini, ia banyak dibantu oleh pengenalannya akan berbagai bahasa asing 
terutama bahasa Inggris dan Mandarin sehingga ia dalam usaha meningkatkan diri 
melalui metode perbandingan, lebih terbantu.  Dan kesadaran begini, semaksimal 
mungkin, tanpa pernah merasa puas diri, ia terapkan dalam bersastra dengan 
tuntutan tinggi dan disiplin yang keras. Hal ini tercermin misalnya dalam 
sikapnya terhadap menggunakan bahasa sebagai media utama bersastra. May Swan 
tidak mau mengikuti arus bersastra dengan mencampuradukkan bahasa, dalam hal 
ini Bahasa Melayu, dengan kosakata Inggiris. Hal umum agaknya di karya-karya 
sastra Singapura yang menggunakan bahasa Melayu sebagai media pengungkap. 
Menurut May Swan pengguna bahasa Melayu dalam masyarakat Singapura sekarang 
sangat gemar mencampuradukkan bahasa Melayu dengan kosakata bahasa Inggris 
seperti "you", " me" " cool " " happening" "hot" " happy" dsb. Sikap berbahasa 
yang merisihkan May Swan dan juga DR. Dato Kemala dari Malaysia. Barangkali 
"kerisihan" begini berangkat dari sikap bahwa orang lain tidak akan menghargai 
kita jika kita sendiri tidak menghargai diri kita sendiri. Lagi pula, apa 
gerangan rendahnya bahasa ibu kita dibandingkan dengan bahasa-bahasa lainnya? 
Saya sendiri melihat gejala begini sebagai gejala rendah diri dan menjurus ke 
kekehilangan percaya diri sebagai bangsa. Merasa jika menggunakan istilah 
asing, terutama bahasa Inggris, gengsi diri terangkat. Berangkat dari sikap dan 
kesadaran berbahasa serta arti bahasa sebagai sarana utama sastra, May Swan 
menjaga ketat kerapian berbahasa ibu yaitu bahasa Indonesia, sekali pun 
bertahun-tahun tinggal di Singapura. Jika ia berbahasa Inggris atau Mandarin, 
ia pun menggunakan kedua bahasa itu secara rapi. Sepanjang perjalanan saya 
menyusur busur bumi, dalam berbahasa, terutama menggunakan bahasa ibu, 
Indonesia mempunyai keunikan dan barangkali paling unik. Anak bangsa dan 
negeri, di negeri kita kurang menghargai bahasa sendiri. Dalam orientasi acuan 
pun, orang-orang agaknya akan merasa lebih hebat dan terangkat jika sudah 
mengacu keluar negeri, terutama ke Amerika Serikat. Mengenal atau tidak 
mengenal negeri  dan budaya sendiri seakan tidak dipandang penting. Dalam hal 
ini, May Swan bersikap kokoh berangkat dari bahasa ibunya: Indonesia dan ia 
sebagai penulis menolak perusakan bahasa ibunya sekali pun hidup di Singapura.  


Berdiam di Singapura, membuat May Swan sampai pada kesimpulan: 

"Terus terang, aku tidak merasa bersatu dengan mereka [yang merusak bahasa ibu 
--JJK] dalam berkarya. Sumbu emosi-ku bermuara di Indonesia, tempat kelahiran, 
namun arus intelektual, jalan pikiran meluas ke arah kehidupan manusia tanpa 
bendungan, tanpa lingkaran dalam melawan tekanan dan kekerasan baik dalam 
sejarah maupun dalam kejadian sehari hari. Dan akhirnya ternyata bahwa manusia 
itu pada hakikatnya adalah satu. Sebuah lingkaran yang tak terputus".

Pandangan dan sikap ini, dituangkan oleh May Swan dalam kucerpennya "Matahari 
Di Tengah Malam". 


Jika salah seorang perensi  ruang sastra Harian Jawa Pos berbicara tentang 
"alur baru" dalam sastra Indonesia, saya mempertanyakan manakah "alur baru" 
sesungguhnya sekarang ini? Apakah yang hanyut pada pemburuan dan pembudakan 
pada uang ataukah yang bertahan menjaga harkat kemanusiaan dalam bersastra tapi 
juga tanpa mengabaikan  masalah pasar dan kehidupan sastrawan secara nyata 
sebagai hal obyektif patut dipecahkan? Demikian juga pengamat sastra Singapura, 
apakah sudah memperhitung cermat segala perkembangan baru yang tumbuh di Negara 
Kota itu?


Sastra Singapura, bagiku menarik perhatian karena, keragaman pengungkapan 
dirinya. May Swan adalah salah satu fenomena dan barangkali juga suatu aliran, 
betapa pun, mungkin, alur May Swan masih sangat kecil sekarang. Alur ini tentu 
akan berkembang jika pada waktu-waktu mendatang karya-karya sejenis ini akan 
makin banyak diterbitkan entah dalam bahasa Indonesia, Inggris, Tamil, Mandarin 
atau Melayu. Dan jika hal ini terjadi maka Negara Kota Singapura akan muncul 
sebagai teladan nyata dari kemajemukan berbangsa, bernegeri dan bernegara. 
Mungkin! Jalan beginilah yang kukatakan sebagai jalan "sastra-seni kepulauan" 
untuk Indonesia yang memilih nilai-nilai republiken. Dalam hal ini, saya 
melihat makna universal dari "republik betang" jika menggunakan istilah Tossi , 
wartawan  Radio Hilversum, Negeri Belanda.


Kucerpen May Swan ini, saya kira memperlihatkan kembali kompleksitas sastra. 
Menempatkan sastra pada tempat yang semestinya, tempat semula dalam kehidupan 
yang utuh.  Tidak mengasingkan sastra pada sastra yang sempit. Apalagi asyik 
dengan kemabukan estestisme. Mengembalikan estetisme ke pengertian yang 
manusiawi sesuai dengan sejarah kelahiran sastra-seni itu sendiri. Tapi 
bersamaan dengan ini, saya pun sadar, betapa pengaruh uang dalam memunculkan 
"alur baru" sastra-seni. Yang saya khawatirkan bahwa uang yang diciptakan 
manusia berujung dengan pembudakan penciptanya dan membuat manusia kehilangan 
kemanusiaannya. Sastrawan dan seniman kehilangan posisi sebagai warga "republik 
merdeka sastra-seni".


Paris, Agustus 2006.
--------------------------
JJ. Kusni

[Bersambung.....]

[Non-text portions of this message have been removed]



=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke