Terimakasih, akan saya baca dulu. Salam,
"Ari Condro" <[EMAIL PROTECTED]> Sent by: wanita-muslimah@yahoogroups.com 08/30/2006 04:46 PM Please respond to wanita-muslimah@yahoogroups.com To <wanita-muslimah@yahoogroups.com> cc Subject Re: [wanita-muslimah] PERNIKAHAN NABI (was : Salam dari UK DISKUSI LANJUTAN II - Pro akang Wida dan teman lain yg tertarik Islam dan Kesetaraan Gender by Ahmad Badrudduja - mod Bacaan Islam Bermutu Assalamu 'alaikum, Ana mau mencoba nimbrung memulai diskusi. Soal pertama yang menjadi perdebatan, antara lain, adalah masalah kesetaraan jender.Ana tidak punya waktu untuk buka-buka literatur tentang apa yang dimaksud dengan kesetaraan jender itu. Istilah ini, ana kira, mencakup makna yang amat luas. Oleh karena itu, diskusi tentang masalah ini mesti ada pembatasan yang sempit, supaya tidak melebar ke mana-mana. Kalangan yang memperjuangkan kesetaraan jender membedakan antara dua istilah, "seks" atau kenis kelamin, dan "jender". Seks, atau "jins" dalam bahasa Arab, adalah perbedaan biologis yang dibawa sejak lahir, seperti kelamin laki-laki dan perempuan. "Jender" adalah hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan berdasarkan perbedaan kelamin itu. Misalnya, perempuan harus tinggal di rumah, sementara laki-laki lah yang berhak berkiprah penuh di luar. Itu pengertian dasar. Perngertian ini memang berasal dari Barat, sebab studi-studi tentang jender memang berkembang pertama di Barat. Kalangan di luar Barat umumnya banyak memakai hasil-hasil studi yang dihasikan di sana. Apakah yang berasal dari Barat harus serta-merta ditolak, itu masalah lain lagi. Dengan luasnya definisi tentang kesetaraan jender yang tidak mungkin diurai dalam surat pendek ini, sekurang-kurangnya kita bisa memahami semangat dasar para pejuang kesetaraan jender itu, yakni keadilan hubungan antara laki-laki dan perempuan. Keadilan sebagai nilai yang umum dan universal jelas disetujui semua pihak, semua agama, semua orang. Masalahnya memang selalu, konsep dan metode keadilan seperti apa yang dikehendaki. Di sini, orang-orang bisa mengajukan teori yang macam-macam. Bahkan dalam Islam pun, terori tentang keadilan itu pun dipahami secara berbeda-beda dari kelompok satu ke kelompok lain. Karena itu, ketika keadilan diterjemahkan dalam contoh kongkret, terjadi perbedaan. Ada banyak masalah perumusan keadilan yang berhubungan dengan kesetaraan jender yang menjadi bahan perdebatan. Ana akan coba melihat satu per satu. (1) Maslah hak bagi perempuan atas pendidikan. Inilah isu pertama yang menjadi 'menu pembuka' disuksi jender di dunia Islam. Buku Tahrir al-Mar'ah yang kemudian menjadi Tahrir al-Mar'ah al-Muslimah karya murid Muhammad Abduh, yakni Qasim Amin, berbicara banyak tentang itu. Protes utama Qasim Amin terhadap masyarakat Mesir saat itu adalah bahwa perempuan di sana mendapatkan status 'anshaf al-rijal', setengah laki-laki. Kesempatan perempuan untuk belajar terbatas atau sengaja dihalang-halangi oleh kaum laki-laki. Untuk memberikan gambaran betapa seriusnya masalah pendidikan buat perempuan ini, hendaknya diingat bahwa hingga akhir abad 19 dan awal abad 20, masih ada diskusi di kalangan fukaha tentang boleh tidaknya perempuan sekolah atau belajar tulis-menulis. Salah satu kumpulan fatwa ulama fikih klasik dari mazhab Syafi'i, yaitu Imam Ibn Hajar al-Haitami, al-Fatawa al-Haditsyyah, memuat pertanyaan tentang ini. Jawaban beliau adalah bahawa hukumnya haram bagi perempuan untuk belajar tulis-menulis. Walau Qasim Amin 'dikutuk' di mana-mana oleh sebagian umat Islam, tetapi ana harus akui, dialah yang berjasa besar membuka masalah ini. Jika sekarang perempuan di Mesir dan dunia Islam lain bisa belajar dengan besar, the credit must goes first to Qasim Amin. 2. Masalah hak pendidikan buat perempuan tentu menjadi pintu masuk ke masalah-masalah lain. Setelah pintu pendidikan terbuka, otomatis hak perempuan dalam kegiatan masyarakat harus dibuka pula. Di sini, muncul perdebatan kedua, yaitu sejauh mana perempuan diperbolehkan aktif dalam ruang publik. Ruang publik di sini berarti dua, yakni posisi-posisi dalam pemerintahan; dan bidang-bidang kegiatan umum dalam masyarakat di luar pemerintahan. Diskusi tentang masalah ini tidak sepele. Terjadi perdebatan keras di sana, antara yang setuju dengan pemberian kesempatan luas pada perempuan di ruang publik, dan yang menolak dengan keras. Contoh isu yang paling sederhana dan sekarang masih diperdebatkan adalah, bolehkan perempuan menjadi anggota parlemen. Lebih jauh lagi, bolehkan perempuan menjadi presiden atau pemimpin negara. Isu kecil-kecil juga bisa disebut di sini. Bolehkah perempuan menyetir mobil? Di Saudi, fatwa resmi ulama wahabi mengharamkan perempuan menyetir mobil. Fatwa ini pernah dikritik keras oleh salah satu intelektual Ikhwan, Syekh Muhammad Al-Ghazali, dan gara-gara itu, antara lain, beliau kemudian terlempar dari posisinya sebagai profesor di Univ. Umm al-Qura, Mekah. 3. Masalah kesetaraan jender berikutnya yang menjadi perdebatan sengit adalah soal kedudukan perempuan dalam masalah-masalah yang berkaitan dengan akhwal syakhsyissah. Di sini ada banyak masalah cabang. (a). Masalah hak perempuan dalam waris. Umumnya para pejuang kesetaraan jender berpendapat bahwa formula kewarisan 2:1 dalam hukum faraidl kurang sesuai dengan asas keadilan. Di Indonesia, salah satu pelopor untuk ide ini pertama-tama adalah Prof. Hazairin dari Universitas Indonesia di 1950-an, diteruskan oleh almarhum Prof. Munawir Sjadzali. Sebagai catatan: jangan dilupakan, Prof. Munawirlah yang memulai ide diadakannya Kompilasi Hukum Islam pada zaman Orde Baru. Atas prakarsa beliau, disusunlah konsep kompilasi hukum Islam, dan draft kemudian disahkan melalui Keppres pada 1991. Kompilasi inilah yang diprotes oleh teman-teman yang memperjuangkan kesetaraan jender sekarang. (b). Masalah kedua dalam rubrik akhwal syakhsyiyyah yang menjadi debat di dunia Islam adalah poligami. Ada perkembanga yang menarik dalam diskusi tentang soal ini. Mula-mula, di dunia Islam yang muncul adalah apakah poligami tidak harus dibatasi dengan syarat-syarat yang ketat agar tak disalahgunakan oleh kaum laki-laki. Lalu, muncullah sejumlah insiatif di beberapa negara Islam untuk "memperketat" praktek poligami. Beberapa hukum itu masih bertahan hingga sekarang. Misalnya, di banyak negara Islam, poligami diperbolehkan, tetapi dengan beberapa syarat. Antara lainm, harus sepengetahuan isteri pertama, harus dengan seizinnya, harus bisa menunjukkan bahwa laki-laki aspiran poligami itu mampu secara finansial, dan semua proses itu harus dilakukan di hadapan peradilan agama. Mula-mula, sejumlah ulama protes. Syarat-syarat itu dianggap, oleh sebagian mereka, sebagai "mengadakan hukum baru yang tidak ada dalam agama" (wadl' hukmin lam yanzil bihi al-syari'). Aturan itu juga dianggap bid'ah yang tidak ada sandarannya dalam agama. Tapi, protes-protes itu kemudian pudar, dan sebagian besar kalangan ulama sekarang, setidaknya di Indonesia, tidak keberatan dengan adanya pengetatan syarat-syarat poligami itu. Ini, sungguh, keberhasilan perjuangan kalangan Islam yang menghendaki kesetaraan jender. (c). Masalah lain, masih dalam lingkup akhwal syakhsyiyyah ini, adalah soal pembatasan umur nikah. Umumnya, saat ini, semua negara membuat aturan berkaitan dengan batas umur nikah dengan formula yang berbeda-beda. Usul ini, lagi-lagi, juga ditentang oleh sebagian (besar) kalangan ulama, karena, sekali lagi, dianggap sebagai mengadakan hukum yang tidak ada dalam agama. Anehnya, masalah yang dulu dipertikaikan itu sekarang sudah hampir bisa diterima oleh banyak ulama. Bahkan kompilasi hukum Islam yang pertama pun mengandung klausul umur ini. Yang baru dalam counter-draft KHI adalah bahwa batas umurnya disamakan, yaitu 21 tahun. 4. Memang tak bisa diingkari, perbedaan tentang soal-soal kesetaraan jender ini tidak bisa dilepaskan dari metode ushul fikih yang dipakai. Itulah sebabnya, sejauh yang ana baca, counter legal draft KHI itu dimulai dengan kerangka berpikir atau ushul fikih yang melandasi, meskipun apa yang ditulis di sana memang masih terbatas, sehingga meninggalkan banyak hal tanpa jawaban yang pasti. Bagaimana pendapat ana pribadi? Ide tentang keadialan jelas ide Islami. Bahkan, inti ajaran Islam adalah, antara lain, keadilan. Keadilan tentu, pada dasarnya, mencakup semua hal, termasuk dalam hal hubungan antara laki-laki dan perempuan. Masalahnya adalah, bagaimana keadilan itu dicapai, di mana lingkupnya? Apakah menolak ajaran Islam tentang poligami, seperti dikemukakan oleh feminis Muslimah itu, termasuk dalam lingkup keadilan atau tidak? Di sini terjadi perdebatan yang tak mudah. Poligami, buat ana, adalah bagian dari ajaran Islam. Tetapi, ana setuju dengan aturan-aturan ketat yang membatasinya. Meskipun demikian, dalam pandangan ana, perkawinan ideal yang dikehendaki Islam adalah perkawinan monogami. Sebab, perkawinan semacam inilah yang lebih mungkin memberikan jaminan keadilan bagi perempuan. Jika kita lihat masalah ini dalam perspektif sejarah yang panjang, sebetulnya banyak terjadi kemajuan yang luar biasa dalam perjuangan kesetaraan jender di dunia Islam. Hal-hal yang dulu menjadi pertengkaran dan perdebatan, sekarang sudah bisa diterima dengan luas oleh kalangan ulama. Contoh-contoh sudah ana kemukakan di atas. Kesimpulan? Sebetulnya masalah dasarnya, kesetaraan jender sudah diterima oleh kalangan Islam, baik sebagai konsep atau praktek. Yang menjadi masalah adalah bidang-bidang spesifik yang ana kira itu adalah bagian dari masalah furu'iyyah. Tentu tidak adil kalau ana mengakhiri tulisan ini tanpa memberikan komentar atas masalah yang selama ini menjadi bahan pertengkaran, yakni soal waris. Prof. Munawir mengatakan, pola kewarisan Islam dengan formula 2:1 tak adil. Umumnya orang-orang menolak. Bagaimana komentar ana? 1. Harus diingat bahwa lepas dari perbedaan pendapat tentang soal ini, Islam memperkenalkan konsep yang penting yang belum tentu ada pada semua masyarakat. Yaitu, perempuan mempunyai hak atas harta warisan. Ini adalah sumbangan penting. (2)Ana kira, Prof. Munawir tidak cermat. Tidak semua kasus kewarisan dalam Islam mengikuti formula 2:1, dan bahwa perempuan pasti mendapat hak lebih sedikit dari laki-laki. Contoh: jika ada seseorang perempuan meninggal dan mempunyai anak perempuan dan seorang suami. Pembagian warisnya: si suami mendapat serempat dari harti peninggalan, sementara si anak perempuan mendapat selebihnya. Dalam hal ini, perempuan mendapat hak lebih besar dari laki-laki. Formula 2:1 berlaku pada kasus kedudukan si pewaris sederajat, misalnya, sama-sama dalam kedudukan sebagai anak. (3) Apakah formula kewarisan dalam Islam bisa diubah sesuai dengan perkembangan zaman? Pada dasarnya bisa. Apa dalilnya? Menjawa ini tak mudah, tapi akan ana coba: a. Dalil umum yang bersifat naqli: semua ayat yang berkaitan dengan ajaran menegakkan keadilan, misalnya, innallaha ya'murukum bi al-'adli wa al-ihsan. b. Dalil kedua diambil dari contoh-contoh bagaimana sahabat menjalankan siyasah syar'iyyah. Salah satu contoh: pada zaman Nabi dan Abu Bakar, jika ada seseorang menalak isterinya tiga sekaligus dalam satu majelis, maka talaknya jatuh tiga. Pada zaman Umar, ketika dia melihat orang-orang sering menggampangkan urusan cerai ini, di mana banyak kejadian seseorang menjatukan talak bai'n atau talak tiga secara kontan, dan hal itu menimbulkan mudlarrat pada perempuan, maka beliau mengubah hukum yang sudah berjalan pada zaman Nabi dengan menetapkan bahwa talak semacam itu jatuh sekali. Kebijakan sahabat Umar ini adalah bentuk siyasah syar'iyyah yang diakui sebagai 'abqariyyah atau kecerdasan beliau dalam menerjemahkan konsep keadilan dalam Islam. Apakah dengan demikian Umat mengubah hukum Nabi? Secara lahiriah ya, tetapi dari segi esensi tidak. c. Dalil ketiga adalah kaidah ushul fikih yang sudah diketahui semua orang, yakni taghyyur al-ahkam bi taghayyur al-azminati wa al-amkan, hukum selalu berubah sesuai dengan waktu dan tempat. Pertanyaannya adalah: apakah perubahan zaman dan tempat dapat mengubah semua hukum yang secaar nash ada dalam Quran dan hadis? Untuk menjawab masalah ini, kita tak bisa mengemukakan pendapat yang sifatnya umum. Harus dilihat kasus per kasus. Pada dasarnya, ketentuan dalam Qur'an dan Sunnah yang shahihah harus diikuti oleh umat Islam. Tetapi, jika karena perubahan zaman terjadi perubahan illat hukum, maka di situ kita bisa mulai diskusi. Bahwa hukum yang secara nash ada dalam Quran dan Sunnah bisa diubah, sebetulnya bukan merupakan isu baru. Seperti sudah ana contohkan, hal itu sudah pernah dilakukan oleh Sayyidina Umar. Tentu, perubahan itu harus dilandasi pertimbangan yang matang untuk keadilan masyarakat. Perubahan itu tidak boleh demi hanya memuaskan hawa nafsu. Tetapi, harap diingat, bahwa soal hawa nafsu ini hanya diketahui oleh masing-masing pihak yang terlibat dalam perbedaan pendapat. Pihak satu tak selayaknya menuduh pihak lain mengikuti hawa nafsu hanya karena mengikuti pendapat yang berbeda. Hendaknya diingat pesan berharga dari Imam Fakhr al-Din al-Razi, muallif dari tafsir Mafatih al-Ghayb, yang mengatakan bahwa masing-masing pihak cenderung menganggap bahwa ayat yang mendukung pendapat si A, akan dikatakan oleh yang bersangkutan sebagai "muhkam", sementara ayat yang dipakai oleh lawannya ia anggap sebagai "mutasyabihat". Begitu juga sebaliknya. Siapa yang berhak untuk menentukan keadilan masyarakat? Dalam masyarakat yang kian demokratis, maka wewenang untuk menentukan maslahat itu ada pada lembaga yang disebut parlemen atau lembaga syura. Sebab, lembaga inilah yang berwenang memutuskan hukum. Apakah ini merampas hak Allah sebagai syari'? Tentu tidak. Sebab, Allah memberikan manusia hak untuk ijtihad agar hukum-hukum yang Ia turunkan dapat dilaksanakan dalam cara yang sesuai dengan perkembangan zaman. Demikian kontribusi pertama yang dapat ana sampaikan. Tentu keterangan ini semata-mata pendapat pribadi ana yang dla'if. Kalau ada yang salah, mohon dikritik. ahmad ----- Original Message ----- From: [EMAIL PROTECTED] To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Sent: Wednesday, August 30, 2006 9:02 AM Subject: Re: [wanita-muslimah] PERNIKAHAN NABI (was : Salam dari UK Kita memang perlu membaca lagi Islam dengan lebih hati-hati. Nabi diutus kepada bangsa Arab saat itu dengan tradisi yang sangat rusak parah (jahiliyah). Lalu nabi melakukan perubahan atas perintah Tuhan dengan memberikan "nilai-nilai" yang baik pada tradisi yang berlaku saat itu. Kita tentu saja tidak bisa mengharapkan nabi akan melakukan perubahan yang radikal yang seluruhnya baru dari apa yang berlangsung di Arab zaman itu. Itu akan menjadi tidak mungkin dan melawan sunnatulLaah tentang perubahan / perbaikan. Pada kita sekarang ada al-Qur'an dan al-Hadits. Keduanya menyampaikan nilai-nilai keimanan yang bersifat universal dan juga rekaman perbaikan pada kebudayaan di zaman nabi. Untuk nilai-nilai keimanan, seperti kehidupan akhirat setelah kehidupan saat ini, dan pentingnya kita untuk menjadi baik pada kehidupan saat ini agar berbahagia pada kehidupan nanti, maka saya tidak bertanya lagi. Itu saya terima secara bulat tanpa saya mempunyai eksperimen untuk mempertanyakannya. Untuk rekaman perbaikan pada kebudayaan di zaman nabi, saya percaya bahwa yang turun kepada nabi itu adalah "ruh dari perubahan" itu sendiri. Nilai-nilai kebaikan yang diaplikasikan pada budaya yang sedang berlangsung zaman itu. Itulah yang harus kita tangkap. Saya percaya nabi sangat memuliakan kaum wanita. Beliau melarang penguburan bayi perempuan hidup-hidup, yang bahkan Umar ketika sebelum Islam pernah melakukannya terhadap putrinya sendiri. Beliau memerintahkan menghormati ibu 3 kali lebih banyak dari pada ayah. Beliau memperhatikan urusan kaum wanita dan memerintahkan untuk bersikap baik terhadap istri. Beliau membatasi poligami menjadi hanya 4, kewajiban bersikap adil atau monogami saja. Beliau memberikan hak waris yang sebelumnya tidak ada. Beliau memberikan hak kesaksian yang sebelumnya belum ada. Belaiu melarang mewariskan istri (yang menganggap wanita hanyalah properti yang bisa dipindah tangankan). Beliau memberikan hak wanita untuk menentukan mahar tetapi menganjurkan untuk meringankan. Dan masih cukup banyak perbaikan-perbaikan yang nabi lakukan bagi kehidupan wanita zaman itu. Itulah bentuk perubahan perbaikan yang nabi lakukan terhadap budaya yang berlaku di zaman itu. Hari ini kita membaca kembali agama kita Islam. Sebagian ulama berasumsi zaman nabi adalah Khoiru Ummah, Khoiru Qurun, maka diambil semuanya secara fisik sebagaimana 14 abad yang lalu dengan harapan semangatnya (Ruh dan nilai Islam) juga ikut. Sebagian lagi ingin membebaskan dari bentuk di zaman nabi bahkan tidak mau mengambil semangat perubahan dan kebaikannya yang telah nabi lakukan. Zaman ini adalah zaman yang mengagumkan sehingga terkadang kita memuja segala kemajuan zaman ini dan memandang rendah warisan masa lalu. Padahal saya melihat zaman ini adalah zaman yang dipenuhi dengan semagat Materialisme dan miskin Spritualisme. Sedangkan masa lalu adalah kebalikannya. Bisakah kita mengambil Ruh, semangat dan nilai-nilai kebaikan yang turun kepada nabi 14 abad yang lampau dan untuk menerapkannya di zaman modern ini? Sehingga kemajuan materialisme akan seimbang dengan kemajuan spiritualisme? Apakah kita memerlukan nabi baru untuk mewujudkan harapan ini di zaman modern ini? Tidak akan ada seseorang di zaman ini yang akan diangkat oleh Tuhan menjadi nabi karena telah pekatnya materialisme dan pencemaran ruhani di zaman ini. Mungkin itu akan terletak pada isyarat nabi SAW tentang Imam Mahdi dan "kedatangan" nabi Isa AS. WalLaahu a'lam. Salam, "Ari Condro" <[EMAIL PROTECTED]> Sent by: wanita-muslimah@yahoogroups.com 08/30/2006 08:28 AM Please respond to wanita-muslimah@yahoogroups.com To <wanita-muslimah@yahoogroups.com> cc Subject Re: [wanita-muslimah] PERNIKAHAN NABI (was : Salam dari UK Mas Wida, pengkondisian semacam yg anda tulis di bawah .... INILAH YG MENJADI PENYEBAB KENAPA HAK WANITA HANYA SEPARUH DARI PRIA. hak waris, hak kesaksian dan lain lain. karena wanita hanya dikawini karena fisiknya saja, sementara kematangan mental dan kapabilitasnya tidak diperhatikan. ketidakmampuan mental untuk "nyambung" dengan suami itu juga yang membuat budaya POLIGAMI jadi sesatu yg wajar dan diamini begitu saja oleh masyarakat di sana. bahkan sampai saat ini, POLIGAMI tetap menjadi budaya, karena wanita dan harkat dirinya adalah sosok yang tetap dan selamanya subsisten. dan ini adalah neraka subsisten yang sistemik dan dibudayakan. Dan dalam kondisi semacam ini diminta menjadi tonggak masyarakat di jaman ini ? bayangkin jika dijaman ini kita rame rame mencotontoh nabi, menikahkan anak pada usia 12 tahun saja ... kita nggak akan mendengar lagi orang teriak ttg gender equality :D SEKARANG : bayangkan anda di sana, melihat wanita yg sampai tua (dalam ukuran saat itu), katakan usianya sudah 17 tahun dan merasa sebagai perawan tua. dia mendapat warisan separuh dari saudara lelakinya (tapi tetep aja gede, sodagar minyak gitu lho ...), dan menunggu sampai 5 tahun lagi, sampai usia 22 tahun (dan merasa sebagai super perawan tua), wajar kalau dia memilih NIKAH MISYAR. dengan lekai tua beranak banyak, pokoke dapat SUAMI. dia terpaksa hidup alam fenomena psikologis masyarakat semacam itu karena dibudayakan. dan lingkup agama kita, yg sudah tua dan mentradisi, tidak mampu membebaskan para wanitanya dari belenggu jaman. HARI GINI GITU LHO ..... sementara nun jauh di sana, di ISTAC malaysia, kita sedang meributkan metode islamisasi ilmu pengetahuan dengan menolak segala sesuatu yg ebrasal dari masyrakat barat. di saat lain, sebagai orang idnoiensia jaman sekarang, kita dihadapkan pada pilihan SEOLAH OLAH : kalau ingin berislam penuh, maka kita harus merengkuh budaya kita persis seperti kisah sedih diatas, di luar itu berarti kita memilih ISLAM YG SEKULER, yang SIPILIS. Hatiku menjerit mendengar metode berIslam yg tidak masuk akal dan bisa diterima nurani semacam itu. salam, Ari Condro ----- Original Message ----- From: [EMAIL PROTECTED] Dan jika kita melihat ke bangsa Timur Tengah, gadis-gadis Arab sudah menunjukkan fisik yang dewasa di umur yang sangat belia (bongsor). . [Non-text portions of this message have been removed] ======================= Milis Wanita Muslimah Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat. Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED] Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... Yahoo! Groups Links [Non-text portions of this message have been removed] [Non-text portions of this message have been removed] ======================= Milis Wanita Muslimah Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat. Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED] Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... Yahoo! Groups Links [Non-text portions of this message have been removed] ======================= Milis Wanita Muslimah Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat. Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED] Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/