IBRAHIM ISA dari BIJLMER Senin, 04 Sept 2006. ------------------------------------- CAKAP-CAKAP SERIUS di rumah Bung Mintardjo <Bersama Sejarawan Prof. BAMBANG Purwanto Menyoroti Masalah S E J A R A H INDONESIA>
Minggu pagi kemarin itu, . . . . . . . cuacanya bikin orang merasa celaka sekali. Sejak dinihari, barangkali sejak malamnya, sudah turun hujan. Gerimis. Makin lama makin deras. Di jalan-jalam sepi sekali. Ketika aku sampai di Stasiun Amsterdam Bijlmer, wah, hujannya . . . . makin lama makin deras. Tambahan lagi anginnya, aduh mak. Untung saja belum masuk musim dingin. Tiba di Stasiun Bijlmer yang sedang dibangun baru itu (heibat dan bagus . . tahun deang akan jadi stasiun kereta api yang paling baru dan besar di Amsterdam) hujan tambah deras. Dikira akan bisa berteduh dengan nyaman di stasiun. Celaka lagi, karena stasiun itu memang masih sibuk-sibuknya membangun, maka curahan hujan yang tak henti-hentinya itu, enak saja nyelonong seperti disiram layaknya, masuk dengan leluasa. Orang-orang yang sedang menunggu keretapi repot cari-cari celah mana yang tak kebocoran hujan. Minggu pagi orang-orang s i n i - orang-orang Londo, banyak yang suka pada mbangkong. Paling cepat bangun jam 11.00 atau 12.00 siang. Banyak yang "mengorbankan" sarapannya demi bisa ngorok terus sampai siang sore. Tapi pagi-pagi itu , hujan, hujan, dan hujan terus ..... Sesungguhnya 'ngapain' aku sudah berangkat menuju rumah Mintardjo, di Korenbloemlaan 59, Oestgeest. Memang, aku perlukan betul memenuhi undangan Mintardjo, karena betapapun yang akan dibicarakan adalah MASALAH SEJARAH INDONESIA. Dengan kenalan baikku. Seorang sejarawan Indonesia yang kritis dan besar dedikasinya terhadap ilmu dan studi sejarah Indonesia. Tujuannya adalah agar bangsa ini berhasil membina pakar-pakar sejarah yang berhati-nurani dan berani, serta sepenuh hati dan jujur mengabdikan studi dan penilitiannya terhadap sejarah bangsa dan tanah air. Di stasiun Leiden aku jumpa dengan Sarmaji, Gde Arke dan istrinya. Mereka duluan ke rumah Mintardjo. Sesuai janji, aku menunggu Mas Cipto dan Ciska Patti. Lewat sedikit jam 12.00 siang kami sama-sama berangkat dengan bus No. 42 menuju rumah keluarga Mintardjo. Untung hujan sudah berhenti. Setiba di alamat Mintardjo, yang empunya rumah dan Ibu Min sibuk, sibuk sekali menyiapkan kedatangan tamu-tamu. Yang ternyata kemudian sebagian besar adalah pemuda-pemudi Indonesia yang sedang menempuh studinya di Leiden dan Den Haag. Ada juga yang sedang menempuh post-graduate study, seperti Bung Margono. Biasa, kalau ada pertemuan di rumah Pak Min, komentar mahasiswa-mahasiswa yang biasa ke situ, selalu dijamu makan. Dan . . selalu lezat. Yang paling kusukai adalah sop buntut masakan Mintardjo. Tak ada tandingannya. * * * Aku gembira bisa bertemu lagi dengan Prof. Dr. Bambang Purwanto, sejarawan generasi baru kita -- yang penuh harapan. Bagiku ini pertemuan yang kesekian kalinya. Berkaitan dengan realiasasi proyek historiografi yang diadakan dengan KITLV, maka Bambang Purwanto sering datang ke Holland. Karena Mas Bambang itu rumahnya di Bantul, dan sebagian rumahnya sempat dilanda gempa, jadi banyak kami bertanya tentang peristiwa gempa di Jawa Tengah itu. Mas Bambang cerita panjang lebar bagaimana rakyat dengan sibuk membangun kembali rumah-rumah mereka yang hancur, dengan bersandar dan mengembangkan SEMANGAT GOTONG-ROYONG. Begitu dengar perkataan GOTONG-ROYONG, aku teringat Bung Karno. Karena Bung Karno sering menekan-nekankan, di dalam banyak pidatonya, tentang pentingnya SEMANGAT GOTONG-ROYONG rakyat kita, yang merupakan warisan leluhur dan tradisi mulya bangsa kita. Tidak kebetulan beliau pernah membentuk DPR-Gotong Royong dsb. Inti dari semangat Gotong Royong yang selalu dipopulerkan oleh Bung Karno, ialah agar bangsa kita mempertahankan dan mengembangkan semangat Gotong Royong ini, baik dalam perjuangan melawan kolonialisme dan imperialisme, maupun dalam membangun kesejahteraan sosial dan masyarakat yang adil dan makmur. Dalam kesempatan kemarin itu, Bung Margono, sempat menyampaikan bahwa di tangannya telah terkumpul dana sumbangan para pelajar Indonesia di Holland dan para penyumbang lainnya, sejumlah Euro 7900. Dalam waktu dekat Margono akan ke Indonesia, melihat sendiri di lapangan dan akan menyampaikan sendiri bantuan para mahasiswa dan masyarakat Indonesia di Holland itu kepada rakyat yang menderita korban. Namun, sumbangan itu difokuskan pada pembagnunan pendidikan anak-anak sekolah di daerah bencana. Mas Bambang yang gembira mendengar berita itu menyatakan, bahwa Euro 7900 itu cukup besar bila dimanfaatkan secara efisien. * * * Undangan yang disampaikan oleh Bung Mintardjo adalah untuk temu-muka, cakap-cakap dengan Mas Bambang Purwanto, dalam rangka tukar fikiran mengenai masalah sejarah Indonesia, difokuskan pada masalah pelurusan sejarah bangsa kita, yang oleh Orba, selama 32 tahun lebih telah dipelintir, direkayasa, demi pembangunan rezim otoriter dan anti-demokratis Orba dan berlangsung terusnya kultur nepotisme yang bobrok itu dan yang telah membobrokkan bangsa dan negara kita. Sayang Mas Bambang hanya 4 hari di Holland. Dan temu cakap-cakap kami hanya berlangsung beberapa jam saja. Meskipun pembicaraan singkat, namun, serius dan berisi. Yang diusahakan oleh Bambang Purwanto bersama kawan-kawan sejarawan dan peneliti Indonesia lainnya, seperti Aswi Adam, Saptari, Hilmar Farid, Henk Scholten Nordhold dll, dalam suatu proyek bersama dengan KITLV adalah terbitnya sebuah buku baru berjudul ARAH BARU HISTORIOGRAFI INDONESIA. Selain itu Bambang Purwanto sendiri telah menulis dan akan segera terbit bukunya berjudul GAGALNYA HISTORIOGRAFI INDONESIA CENTRIS. Ide-ide penting yang diajukan oleh Bambang Purwanto dalam pertemuan Minggu kemarin itu, a.l. adalah belum berhasilnya kita melahirkan sejarawan-sejarawan yang benar-benar berhati nurani dan jujur, yang tidak serakah. Bambang Purwanto juga mengemukakan ide, yang bagiku itu baru, yang kudengar dari seorang sejarawan, yaitu tentang perlunya bangsa kita ber-REVOLUSI KEBUDAYAAN. Revolusi Kebudayaan tsb menurut Bambang seharusnya segera dilangsungkan sesudah Proklamasi Kemerdekaan. * * * Beberapa teman ikut bicara. Akupun mengajukan beberapa ide yang mengharapkan pemikiran lebih lanjut, khususnya bagi para sejarawan. Yang kumaksud ialah: sbb -- Bukankah, bagi sejarawan, bagi penstudi dan penulis sejarah, pertama-tama yang terpenting, adalah kesetiaannya terhadap fakta-fakta. Tidak memelintir fakta-fakta, seperti yang dilakukan oleh akhli sejarah Angkatan Darat, Prof. Dr. Nugoroho Notosusanto. Sehubungan ini kuajukan pula fikiran bahwa penulisan sejarah tidak sepatutnya sdemata-mata diserahkan atau dipecayakan kepada para pakar sejarah. Karena, bukankah di sementara negeri, justru para akhli sejarah itulah yang melakukan pemalsuan atau pemelintiran fakta-fakta sejarah. Bukankah tidak sedikit sejarawan yang mengabdikan dirinya pada penguasa. Menulis apa yang dibenarkan dan disukai oleh penguasa. Oleh karen itu, studi dan penulisan sejarah seyogianya dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat, yang berhasrat dan bersedia melakukannya. Tidak menyerahkannya semata-mata kepada para akhli sejarah belaka. Ada lagi ide yang kuajukan. Tampaknya itu kontroversial. Yang kumaksud adalah, bagaimana seharusnya tanggapan dan penilaian kita terhadap masa penudukan Jepang. Mungkin saja, karena terpengaruh oleh santer dan gencarnya propaganda fihak Belanda yang menentang kemerdekaan Indonesia, bahwa Republik Indonesia adalah bikinan Jepang, dan bahwa Bung Karno, Proklamator Kemerdekaan Indonesia dan Presiden Pertama RI, adalah seorang kolaborator Jepang, --- maka kita sungkan untuk melakukan tanggapan dan penilaian yang multi-segi, yang agak lengkap, terhadap pengaruh dan peranan Jepang selama Indonesia diduduki oleh balatentara Jepang. Misalnya, sampai dimana pengaruhnya keputusan penguasa pendudukan Jepang untuk melarang bahasa Belanda dan diwajibakannya penggunaan hanya bahasa Indonesia dan bahasa Jepang sebagai bahasa resmi. Dalam sekejap saja bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi bangsa. Kita masih ingat bahwa dalam beberapa bulan saja buku-buku pelajaran terpenting resmi di sekolah-sekolah; mulai SD sampai Perguruan Tinggi, telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Bukankah ini suatu terobosan yang banyak dinantikan oleh pejuang kemerdekaan kita, digunakannya bahasa Indonesia sebagai bahasa seluruh bangsa. Ada kawan yang menambahkan bahwa adalah pada zaman pendudukan Jepang itu, untuk pertama kalinya di Indonesia terbentuk tentara Indonesia yang bertugas MEMBELA TANAH AIR (PETA). Bahwa kursus-kursus yang diberikan di batalyon ke bawah di dalam PETA, adalah pidato-pidato Bung Karno dan Hatta mengenai masalah kebangsaan Indonesia. Aku juga teringat, kukatakan, bahwa adalah di zaman pendudukan Djepang itu untuk pertama kalinya aku menyaksikan berkibarnya Sang Saka Merah Putih dan dinyanyikannnya lagu Kebangsaan Indonesia tanpa perasaan tertekan, tetapi sebaliknya merasa bangga sebagai bangsa Indonesia.Selain itu kita masih ingat peranan seorang kolonel Angkatan Laut Jepang, Maeda, yang ikut menduduki Indonesia, tetapi pada saat-saat yang krusial menyediadakan tempat tinggalnya duntuk rapat-rapat (ilegal) para 'founding fathers kita" dengan para pemuda, dalam rangka persiapan PROKLAMASI KEMERDEKAAN. Kita juga masih ingat, bahwa selain pertempuran-pertempuran yang terjadi dengan pemuda kita melawan tentara pedudukan Jepang, ----- juga terjadi bahwa para pemuda kita pejuang kemerdekaan telah menerima ribuan senjata dari fihak Jepang untuk membela dan mempertahankan kemerdekaan yang baru saja diproklamasikan. Semua fakta-fakta yang dikemukakan tsb diatas adalah 'segi-segi lainnya' dari periode pendudukan Jepang di Indonesia. Di satu segi pendudukan militer Jepang telah menyebabkan perndritaan dan pengorbanan besar pada rakyat Indonesia. Di segi lainnya, tercatat bahwa memang ada peranan dan pengaruh fihak Jepang dalam proses perjuangan kemerdekan selama pendudukan Jepang sampai diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia. Tanggapan sementara hadirin menunjukkan bahwa fakta-fakta yang kukemukakan itu, menimbulkan reaksi yang bercampur. Ada yang mengemukakan bahwa baginya periode kekuasaan Jepang di Indonesia, bukanlah periode p e n j a j a h a n Jepang atas Indonesia, tetapi adalah periode pendudukan militer Jepang. Ada juga yang mengingatkan bahwa apapun yang dilakukan Jepang di Indonesia ketika itu, semua itu, adalah demi kepentingan perangnya melawan Sekutu ketika itu. Semua tindakan Jepang bertolak dari kepentinyannya sendiri belaka. Demikian sehari cakap-cakap di rumah Mintardjo Minggu tanggal 03 September itu, telah merangsang hadirin, untuk lebih banyak memperhatikan masalah sejarah bangsa kita. Mudah-mudahan terbitnya dua buku tentang historiografi Indonesia akan merangsang dan mendorong maju perhatian dan kesungguh-sungguhan terhadap masalah sejarah kita. * * * ======================= Milis Wanita Muslimah Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat. Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED] Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/