Wajar dan lazim jika seseorang marah karena agamanya dihina, tetapi 
apakah perlu sampai ada korban jiwa?

Penghinaan agama hanya menunjukkan kepicikan si penghina bukan 
menunjukkan kepicikan si pemeluk yang saleh.  Kepicikan si penghina 
tidak perlu dijawab dengan kepicikan lagi.  

Di sini saya lihat bukan agama yg dibela tetapi keangkuhan 
(arogansi) agama.  Saya yakin arogansi itu bukan bagian dari agama.  
Jika suatu agama belum berhasil menaklukkan keangkuhan dalam diri 
umatnya maka agama itu belum berhasil upaya pendidikannya.

--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "H. M. Nur Abdurrahman" 
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Masdar Mas'udi menjelaskan:
> Persoalan penghinaan agama sangat terkait dengan kematangan 
emosional
> masyarakat. Bagi masyarakat yang sudah matang dan stabil emosinya, 
serta
> masyarakat itu berpendidikan tinggi dan sejahtera, kata Masdar, 
maka
> masyarakat tersebut tidak akan mudah mengalami iritasi jika ada 
upaya
> penghinaan agama mereka.
> ------------------------------------
> HMNA:
> Jadi ummat Islam sedunia yang marah karena kartun yang melecehkan 
Nabi
> Muhammad SAW itu tidak matang dan tidak stabil emosinya, tidak ada 
yang
> berpendidikan tinggi dan tidak ada yang sejahtera?
> 
> Btw ini dari file lama:
> **********************************************************
> 
> BISMILLA-HIRRAHMA-NIRRAHIYM
> 
> WAHYU DAN AKAL - IMAN DAN ILMU
> [Kolom Tetap Harian Fajar]
> 614. Masalah Lempar Jamrah di Mina Tidak Perlu Fiqh Baru
> 
> -- ALHJ  ASYHR  M'ALWMT (S. ALBQRt, 197), dibaca:
> -- alhajju asyhurun ma'lu-ma-tun, (s. albaqarah), artinya:
> -- Waktu haji adalah beberapa bulan yang sudah dimaklumi (2:197).
> 
> Dalam pelaksanaan lempar Jamarat, disebabkan penumpukan jama'ah 
yang luar
> biasa banyak pada satu titik waktu dan tempat yang sama, selalu 
saja terjadi
> musibah yang fatal, yakni kematian jama'ah karena terinjak atau 
terjatuh.
> Dalam kenyataannya, sistem kuota yang telah diberlakukan beberapa 
tahun
> belakangan ini, juga tidak mampu mengurangi atau membatasi jumlah 
jama'ah
> haji sampai ke tingkat yang sepadan dengan daya tampung ruang dan 
waktu yang
> tersedia.
> 
> Bertitik tolak dari ayat (2:197) dan penumpukan jama'ah satu titik 
waktu dan
> tempat yang sama serta sistem kuota yang tidak efektif tersebut, 
maka Masdar
> F. Mas'udi, seorang benggolan yang menakan diri "Islam" Liberal, 
mencoba
> mereka-yasa "fiqh baru" dalam wujud tulisan yang 
berjudul "Meninjau Ulang
> Waktu Pelaksanaan Haji", bertanggal 21/1/2004. Demikianlah saya 
pungut dari
> internet. Ia berkilah: "Waktu pelaksanaan ibadah haji sesungguhnya 
tidaklah
> sesempit yang kita pahami selama ini, seolah-olah hanya sekitar 6 
hari saja,
> yakni hari-hari ke 8, 9, 10, 11, 12, 13 dari bulan Dzulhijjah. 
Berdasarkan
> ayat (2:197) tersebut, kita diberitahu bahwa seluruh prosesi 
(manasik) haji
> mulai dari pengenaan pakaian ihram, thawaf, sa-'iy, wuquf di 
Arafah, wuquf
> di Muzdalifah, mabit di Mina, melempar batu, dan potong rambut, 
sebagai satu
> paket peribadatan, dapat (baca: sah) dilaksanakan secara berurut 
(tertib)
> pada hari-hari mana saja selama asyhurun ma'lu-ma-t tersebut, yaitu
> bulan-bulan Syawwal, Dzulqa'dah dan 10 hari pertama bulan 
Dzulhijjah."
> 
> Mas'udi mempergunakan pisau analisa teori Fiqh, berkaitan dengan 
dimensi
> waktu pelaksanaan ibadah yang dikelompokkan pada dua kategori. 
Pertama
> kewajiban ibadah yang mudhayyaq, yaitu tidak mempunyai tenggang 
waktu,
> karena waktu yang diperlukan untuk pelaksanaan ibadah itu tepat-
tepat sama
> dengan waktu yang disediakan oleh Nash, seperti puasa Ramadhan. 
Kedua yang
> muwassa', yaitu mempunyai tenggang waktu, karena waktu yang 
diperlukan untuk
> pelaksanaan ibadah itu lebih singkat dengan waktu yang disediakan 
oleh Nash,
> seperti shalat. Untuk menunaikan salat 'Isya misalnya, waktu yang 
dibutuhkan
> lebih kurang 10 s/d 20 menit saja, sementara waktu yang disediakan
> membentang selama kurang lebih 9 jam sejak katakanlah pukul 19.00 
sampai
> pukul 04.00 WIB.
> 
> Mas'udi berqiyas (analogi) 6 hari (8 s/d 13) dalam 3 bulan dari 
ibadah haji
> dengan 10 menit dalam 9 jam shalat 'Isya. Maka titik sentral 9 Al-
hajju
> 'arafah (Haji adalah Arafah), menurut Mas'udi dapat digeser dalam 
tenggang
> waktu Syawwal, Dzulqa'dah dan 10 hari pertama bulan Dzulhijjah, 
sebagaimana
> waktu shalat 'Isya yang 10 menit dapat digeser dalam tenggang 
waktu yang 9
> jam itu.
> 
> Di samping metode qiyas, Mas'udi mempergunakan logika pula, 
seperti berikut:
> "Harus ditegaskan bahwa, tidak ada satu Nashpun, baik ayat Al-
Qur'an maupun
> hadits Nabi, bahkan yang dla'îf sekalipun, yang menyatakan dengan 
tegas
> bahwa di luar hari-hari ke 8 sampai dengan ke 13 Dzulhijjah tidak 
sah untuk
> menunaikan manasik haji."
> 
> ***
> 
> Akan saya tebas yang "strategis" yaitu logika Mas'udi yang 
dijadikannya
> paradigma untuk menggeser titik sentral 9 Dzulhijjah. Dengan 
menebas yang
> strategis, maka hal yang "teknis" akan tertebas dengan sendirinya. 
Yang saya
> maksud dengan yang teknis itu ialah menggeser titik sentral 9 
Dzulhijjah,
> sehingga ibadah haji dapat dilaksanakan beberapa gelombang agar 
dapat
> diperkecil penumpukan jamaah yang luar biasa banyak pada satu 
titik waktu
> dan tempat yang sama.
> 
> Saya substitusi hari-hari ke 8 sampai dengan ke 13 Dzulhijjah 
dengan 4
> raka'at, dan manasik haji saya substitusi dengan shalat 'Isya, 
maka kalimat
> Masdar F. Mas'udi yang berbunyi: "tidak ada satu Nashpun, baik ayat
> Al-Qur'an maupun hadits Nabi, bahkan yang dla'îf sekalipun, yang 
menyatakan
> dengan tegas bahwa di luar hari-hari ke 8 sampai dengan ke 13 
Dzulhijjah
> tidak sah untuk menunaikan manasik haji," akan menjadi "tidak ada 
satu Nash
> pun, baik ayat Al-Qur'an maupun hadits Nabi, bahkan yang dha'îf 
sekalipun,
> yang menyatakan dengan tegas bahwa di luar 4 raka'at tidak sah 
untuk
> menunaikan shalat 'Isya." OK, silakan Masdar F. Mas'udi 
shalat 'Isya 2 atau
> 5 raka'at. Masdar F. Mas'udi melecehkan qaidah Ushul Fiqh(*): al-
ashlu fi
> al-'ibadah al-hurmah illa ma dalla al-dalil 'ala ibahatihi. 
Perkara yang
> 'ubudiyyaat (ritual) berlaku qaidah "semua tidak boleh, kecuali 
yang
> ditetapkan oleh Nash."
> 
> Adapun titik tolak Mas'udi dari reka-yasa fiqhnya itu yang 
menyatakan bahwa
> dalam kenyataannya, sistem kuota yang telah diberlakukan beberapa 
tahun
> belakangan ini, juga tidak mampu mengurangi atau membatasi jumlah 
jemaah
> haji sampai ke tingkat yang sepadan dengan daya tampung ruang dan 
waktu yang
> tersedia, justru sebaliknya, sistem kuota inilah yang merupakan 
strategi
> pemecahan menumpuknya jama'ah. Pemecahannya bukan dengan 
pendekatan membuat
> fiqh baru, melainkan dari segi pendekatan yang sederhana dan 
rasional secara
> numerik yang berencana yang dimusyawarakan dalam skala 
internasional. Yaitu
> penentuan quota 1 : N, ditetapkan melalui kesepakatan negeri-
negeri Islam.
> Setiap selesai ibadah haji secara rutin setiap tahun di Makkah 
supaya
> diselenggarakan Konfrensi Tingkat Tinggi (KTT) para anggota 
Organisasi
> Konfrensi Islam (OKI) untuk menetapkan N, yang sekarang ini 
sementara
> diberlakukan N = 1000. Di samping itu ada pula pemecahan secara 
individual.
> Berniat Ihram dari Miqat, bermalam di Muzdalifah, bermalam dan 
melempar
> jamrah di Mina, dan Thawaf Wada adalah wajib, setingkat di bawah 
rukun.
> Kalau rukun tidak dikerjakan ibadah Haji tidak sah, sedangkan 
kalau yang
> wajib tidak dikerjakan, ibadah haji tetap sah apabila membayar dam.
> Pemecahan secara individual yang dimaksud, ialah secara fiqh lama, 
yaitu
> tidak melempar jamrah di Mina melainkan membayar dam saja. Buat 
apa bikin
> fiqh baru yang dikira memecahkan masalah, padahal justru 
sebaliknya, yaitu
> menternakkan masalah. WaLlahu a'lamu bisshawab.
> 
> *** Makassar, 22 Februari 2004
>     [H.Muh.Nur Abdurrahman]
> ------------------------------
> (*)
> Ushul fiqh adalah qawa'id (kaidah-kaidah) yang dapat mengantarkan 
pada
> istinbath (penggalian) hukum-hukum syari'at dari dalil-dalilnya 
yang
> teperinci. Mawdhu' (topik) meliputi 4 kajian:
> -- Pertama: Kajian tentang al-adillah al-ijmaliyyah (dalil-dalil 
hukum yang
> bersifat global) , Al Quran, Sunnah, , Ijma' dan Qiyas.
> -- Kedua: Kajian tentang al-hukm asy-syar'i (hukum-hukum syari'at) 
dan
> hal-hal yang terkait dengannya.
> -- Ketiga: Kajian tentang fahm al-dalil (cara memahami dalil) atau 
dalalah
> al-alfazh (pengertian kata) , misalnya tentang manthuq (makna 
eksplesit) dan
> mafhum (makna implisit).
> -- Keempat: Kajian tentang ijtihad dan taklid, termasuk dalam tata-
cara
> melakukan tarjih (analisis) untuk memilih yang terkuat dari sekian 
dalil
> yang tampak ta'arudh (bertentangan).
> 
> ************************************************************
> 
> ----- Original Message -----
> From: "He-Man" <[EMAIL PROTECTED]>
> To: <wanita-muslimah@yahoogroups.com>; <keluarga-
[EMAIL PROTECTED]>;
> <majelismuda@yahoogroups.com>
> Sent: Friday, September 08, 2006 21:20
> Subject: [wanita-muslimah] Delik Agama Semakin Diperbanyak Menjadi 
8 Pasal
> 
> 
> > http://www.kompas.co.id/kompas-
cetak/0609/07/Politikhukum/2936130.htm
> > =============================
> > Delik Agama Semakin Diperbanyak Menjadi 8 Pasal
> >
> >
> > Jakarta, Kompas - Delik agama dalam revisi Kitab Undang-undang 
Hukum
> > Pidana semakin banyak. Jika dalam KUHP hanya terdapat satu pasal,
> > maka dalam revisi KUHP terdapat delapan pasal penghinaan terhadap
> > agama.
> >
> > Namun, jika dicermati, proteksi terhadap agama tersebut lebih
> > menitikberatkan pada proteksi atas kehormatan agama. Ini berbeda
> > dengan Deklarasi PBB atas hak asasi manusia, di mana proteksi 
berupa
> > hak kebebasan untuk memeluk agama.
> >
> > Hal ini disampaikan Direktur Program Hukum dan Legislasi Reform
> > Institute Ifdhal Kasim dalam diskusi "Tinjauan Kritis Pasal Agama
> > dalam Rancangan KUHP" yang diselenggarakan The Wahid Institute,
> > Jakarta, Rabu (6/9). Dalam diskusi itu hadir pula sebagai 
pembicara
> > Masdar F Mas'udi dan Mahfud MD.
> >
> > Menurut Ifdhal, bertambah banyaknya pasal dalam delik agama pada
> > revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) ditambah dengan
> > dihilangkannya pembedaan antara pelanggaran dan kejahatan, maka
> > perbuatan penghinaan agama akan menjadi sebuah tindak pidana.
> >
> > "Ini akan jadi overcriminalization. Padahal, pidana itu bukanlah
> > sarana satu-satunya menghukum orang, melainkan sarana terakhir 
jika
> > sarana-sarana lain sudah tidak ada," kata Ifdhal.
> >
> > Ia pun mengurai, delapan pasal dalam delik agama pada revisi KUHP
> > sangat terlihat jelas bahwa negara ingin memproteksi kehormatan
> > agama. Agama yang dimaksud adalah agama-agama yang dianut di
> > Indonesia. Artinya, jika terdapat agama-agama yang tidak dianut 
di
> > Indonesia, maka negara tidak bisa memberikan proteksi.
> >
> > Masdar Mas'udi menjelaskan, persoalan penghinaan agama sangat 
terkait
> > dengan kematangan emosional masyarakat.
> >
> > Bagi masyarakat yang sudah matang dan stabil emosinya, serta
> > masyarakat itu berpendidikan tinggi dan sejahtera, kata Masdar, 
maka
> > masyarakat tersebut tidak akan mudah mengalami iritasi jika ada 
upaya
> > penghinaan agama mereka.
> >
> > Namun, sebaliknya, lanjut Masdar, masyarakat yang tidak matang 
dan
> > tidak stabil emosinya akan sangat mudah mengalami iritasi jika
> > dianggap ada upaya menghina agama mereka. (VIN)
> 
> __________________________________________________
> Apakah Anda Yahoo!?
> Lelah menerima spam?  Surat Yahoo! memiliki perlindungan terbaik 
terhadap spam  
> http://id.mail.yahoo.com
>







=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke