Kolom IBRAHIM ISA 22 Sept 2006. MENGENANG SEABAD JAWOTO WARTAWAN PEJUANG
Besok, hari Sabtu 23 September 2006, S a r m a d j i dari Perhimpunan Dokumentasi Indonesia, bersama teman-teman muda akan menyelenggarakan pertemuan untuk MENGENANG 100 TAHUN DJAWOTO. Pertemuan diadakan di Gedung Schakel, Burg. Van Bickerstrat 46 A, Diemen, Holland, mulai jam 11.30 s/d 16.00. Berkenaan dengan peringatan tsb saya memerlukan untuk menulis kenang-kenangan saya tentang sahabat karib dan teman seperjuangan Djawoto, seperti di bawah ini: Mas Djawoto Yg Saya Kenal <10 Agustus, 1906 -- 24 Des.'92> Nama D j a w o t o --- memang, sudah saya kenal lebih dahulu. Jauh sebelum mengenalnya dari dekat, secara pribadi. Nama Djawoto telah saya dengar dari sahabat-sahabat. Misalnya, dari teman-teman dekat saya, a.l. wartawan (kawakan), salah seorang pimpinan "KB Antara", kemudian jadi dubes di Rumania dan kemudian Vietnam (Utara), Sukrisno. Juga dari Suraidi (Eddy) Tahsin, wartawan. Pemimpin Redaksi s.k."Bintang Timur", kemudian jadi dubes di Bamako, Mali. Sebelumnya lagi nama Djawoto telah saya kenal dari buku yang ditulisnya mengenai jurnalistik Indonesia , berjudul "Jurnalistik Dalam Praktek". * * * Suatu ketika diberitakan di surat-suratkabar: Djawoto - - Oleh Presiden Sukarno diangkat menjadi direktur Lembaga Berita Nasional "Antara". Juga saya baca di s.k. bahwa Djawoto dipilih menjadi Ketua Lembaga Persahabatan Indonesia-Tiongkok. Ketika usai masa dinas Sukarni sebagai Dubes RI di Republik Rakyat Tiongkok, Presiden Sukarno mengangkat Djawoto menjadi Dubes Republik Indonesia untuk Republik Rakyat Tiongkok dan Mongolia. Saat itu beberapa wartawan progresif, yang dikenal Pancasilais dan Sukarnois, memang diangkat Presiden menjadi dubes RI, mewakili Indonesia di luarnegeri. Fikir saya, untuk mewakili Indonesia dalam hubungan diplomatik dengan suatu negeri seperti Republik Rakyat Tiongkok, sebuah negara (ketika itu) dengan jumlah penduduk lebih dari setengah milyar, cocoklah Djawoto sebagai dubesnya. Mengapa banyak orang berpendapat bahwa, Djawoto akan dengan baik melaksanakan tugasnya mempererat dan memajukan lebih lanjut, hubungan persahabatan dua rakyat dan dua negara, Indonesia dan Tiongkok, dan memperluasnya di pelbagai bidang, sperti pertanian, industri dan perdagangan. Tidak lain ialah, karena orang mengenal sikap dan pendirian Djawoto yang bersahabat, hangat dan korek terhadap Republik Rakyat Tiongkok. Maka tidak heran bahwa beliau aktif melakukan kegiatan tertuju pada pengembangan dan pengokohan hubungan persahabatan antara Indonesia dan Tiongkok, dalam wadah Lembaga Persabahatan Indonesia-Tiongkok, sebagai ketua umumnya. Sikap Djawoto itu adalah sesuai dengan politik luarnegeri Indonesia yang didasarkan atas prinsip "bebas dan aktif", mengembangkan "politik bertetangga baik RI" sejak Proklamasi Kemerdekaan. Itu sepenuhnya sesuai dengan Prinsip-Prinsip Konferensi Asia-Afrika, dengan Semangat Bandung yang anti-kolonialisme, anti-imperialisme dan memperkokoh solidaritas rakyat-rakyuat Asia-Afrika. * * * Demikianlah, nama Djawoto bisa dibaca, didengar, selalu dalam kaitan dengan kegiatan yang dilakukannya. Apakah itu di bidang media, kewartawanan, sosial ataukah politik. Mulai dari wartawan sampai menjadi aktivis solidaritas kewartawanan Asia -Afrika. Jangkauan pandangan serta kegiatan Djawoto melewati batas nasional, menerobos dan melambung ke jurusan kegiatan internasional. Aktif dalam "AAJA", "Association of Afro-Asian Journalist", yang dipimpinnya langsung sejak beliau meninggalkan KBRI Peking, memprotes politik Jendral Suharto yang ketika itu sudah mengkhianati Presiden Sukarno. Nama Djawoto berkaitan dengan kegiatan solidaritas dan dukungan politik dll, kepada rakyat-rakyat Asia-Afrika dalam perjuangannya untuk kemerdekaan nasional, membela serta mengkonsolidasinya. * * * Perjalanan hidup Djawoto yang kita saksikan: Dari wartawan memasuki dunia politik, menjadi dutabesar; disusul dengan sepenuhnya aktif dalam AAJA menunjukkan kesetiaannya pada perjuangan anti-kolonialisme dan anti-imperialisme. Djawoto adalah pendukung setia konsep politik Presiden Sukarno, mengembangkan "The New Emerging Forces" berjuang melawan "The Old Established Forces". Ketika beliau menjabat Dutabesar Republik Indonesia di RRT, beliau tidak saja mewakili Republik Indonesia di Republik Rakyat Tiongkok. Lebih signifikan lagi: Djawoto mewakili Presiden Sukarno, sebagai kepala negara Republik Indonesia. Pemahaman beliau itu sepenuhnya benar. Maka Djawoto tidak bisa terima ketika Presiden Sukarno dikhianati, diserang, difitnah mendalangi G30S dan segala macam kebohongan yang disiarkan kekuasaan rezim Jendral Suharto tentang Bung Karno. Djawoto menolak keras ikut-ikutan dalam kampanye anti-Tiongkok dan anti etnis-Tionghoa di Indonesia, karena politik tsb mengkhianati politik Indonesia yang bersahabat dengan RRT, mengkhianati Semangat Bandung yang senantiasa dibela oleh Bung Karno. Djawoto membela Presiden Sukarno sebagai bapak nasion Indonesia, kepala negara dan pemimpin pemerintahan. Membela hubungan persahabatan dan saling solidaritas antara kedua rakyat dan negara: Indonesia dan Tiongkok. Pendirian Djawoto yang konsisten ini tidak pernah dilepaskannya dimanapun beliau berada, sampai wafatnya. Sebagai tindakan protes, Djawoto mengambil keputusan menolak mewakili kekuasaan Jakarta yang sudah mengkhianati Presiden Sukarno ..... beliau mengambil jarak dari kekuasaan Jendral Suharto, meninggalkan KBRI Beijing. * * * Mengenal Djawoto langsung dari dekat, melakukan kegiatan bersama beliau, mengadakan rapat-rapat bersama kawan-kawan lain di rumah beliau, terjadi, ---- ketika di Jakarta dilangsungkan konferensi internasional yang terkenal, yaitu Konferensi Wartawan Asia-Afrika, pada bulan April 1963. Djawoto orangnya punya pendirian yang tegas dan mantap, tetapi luwes dan selalu bersedia mendengarkan dan mempertimbangkan pendapat lain yang berbeda dengan pendapatnya sendiri. Beliau pandai dan bijaksana bekerjasama dengan orang-orang yang sependapat baikpun yang tidak sependapat. * * * Sungguh tak sederhana bila seseorang ditugaskan untuk memimpin suatu konferensi internasional, seperti skala Konferensi Wartawan Asi-Afrika, dengan utusan-utusan dari 47 negeri-negeri Asia dan Afrika, dan peninjau-peninjau, yang pandangan dan sikap politiknya berbeda-beda. Di satu segi, di kalangan yang hadir dalam konferensi tsb, jelas ada perbedaa tertentu dalam pandangan dan pertimbangan politik sesuai dengan situasi negeri dan regio masing-masing. Di lain segi, yaitu segi yang lebih utama, para utusan dari dua benua, yang datang ke Konferensi Wartawan Asia-Afrika di Jakarta pada April 1963 itu, punya satu tujuan besar yang sama. Yaitu bagaimana menggalang dan memperkokoh solidaritas rakyat-rakyat Asia-Afrika dalam perjuangan melawan kolonialisme, imperialisme untuk kemerdekaan nasional dan pengkonsolidaiannya. Berkat kerjasama yang erat antara pelbagai utusan A-A dan dedikasi panitia nasional penyelenggara Konferensi yang dipimpin oleh Djawoto serta peranan positif delegasi wartawan Indonesia, Konferensi Wartawan Asia-Afrika (1963) yang berlangsung di Jakarta, telah mencapai sukses besar. Termasuk mendirikan Sekretariat Persatuan Wartawan A-A di Jakarta dengan Djawoto sebagai Sekretaris Jendral dan Jusuf Isak sebagai Wakil Sekjen. * * * Kepindahan Sekretariat PWAA yang terpaksa (disebabkan persekusi Orba) dari Jakarta ke Beijing, memungkinkah bagi Djawoto untuk kembali aktif memimpin Organisasi Perasatuan Asia-Afrika, yang dilakukannya dengan penuh dedikasi. Pada setiap edisi majalah PWAA, The 'Afro-Asian Journalist', Editorialnya selalu ditulis sendiri oleh Djawoto. Sehingga, meskipun harus pindah dari Jakarta, Sekretariat PWAA, berfungsi kembali sepenuhnya dari ibukota RRT, Beijing. Prestasi yang dicapai oleh Persatuan Wartawan Asia Afrika tak terpisah dari kepemimpinan langsung Djawoto sebagai Sekretaris Jendralnya. * * * Suatu ketika keluarga Djawoto pindah ke Belanda. Di Belanda, perhatian Djawoto terhadap situasi Indonesia, sedikitpun tak berkurang. Dari waktu ke waktu dalam pembicaraan kami, di rumah beliau di Nellestein, di tepi Telaga Gaasperplas, Amsterdam Zuidoost, kami sering bertukar fikiran mengenai perjuangan untuk demokrasi dan kebebasan di Indonesia, tentang situasi penderitaan rakyat kita di bawah persekusi rezim Orba. Bagaimana kekayaan bumi Indonesia dilelang habis oleh Orba kepada kaum modal monopoli asing. Pada masa "jaya-jayanya" rezim Orba , ketika rakyat Indonesia sedang menderita di bawah pemerintahan korup dan anti demokratis Orba, Djawoto sedikitpun tidak ragu bahwa satu ketika Jendral Suharto dengan rezimnya yang opresif dan bobrok itu, akan digulingkan oleh kekuatan rakyat Indonesia. * * * Dari gejala luarnya Djawoto orangnya pendiam, serius, sikapnya menunjukkan 'kesesepuhannya'. Mengenalnya dari dekat, kita akan mengetahui bahwa Djawoto, beliau itu serius, - - - tetapi juga penuh humor dan optimis. Djawoto selalu optimis mengenai haridepan Indonesia. Tidak pernah kedengaran penyesalan sedikitpun terhadap "nasib" yang beliau sekeluarga derita sebagai "orang eksil", yang menjadikan beliau sekeluargha "orang yang terhalang pulang". Yang bikin saya sedih, ialah, bahwa ketika Suharto terguling, pada 22 Mei 1998, Djawoto sudah tidak ada lagi diantara kita, tidak sempat mengalaminya. Alangkah lega dan gembiranya Djawoto bila bisa ikut menyaksikan menanjak dan bergeloranya gerakan Reformasi dan Demokratisasi, yang kulminasinya ialah tergulingnya presiden Suharto. Dalam perjalanan hidup, kegiatan serta perjuangan beliau, Djawoto selalu didampingi oleh Siti Hasnah, istri beliau yang setia. Zus Djawoto, begitulah beliau saya sapa, yang tadinya juga wartawan (Antara). Selain aktif sebagai Penulis 1, Ikatan Keluarga Wartawan Indonesia (IKWI), beliau adalah seorang istri dan ibu rumah tangga, yang mengasuh dan mendidik putra dan putri-putrinya dengan seksama dan penuh tanggungjawab. Seperti halnya Mas Djawoto, Zus Djawoto luar biasa ramah dan gembira. Beliau seumur hidup mendukung suaminya, Mas Djawoto, - - - dengan ide-ide dan fikiran yang maju. Sebagai pasangan suami-istri hidup harmonis, selalu sehidup sepenanggungan dalam perjuangan. Sukses Mas Djawoto tak terpisahkan dari dampingan dan dukungan istri beliau Siti Hasnah. Mengenangkan kembali Mas Djawoto, pada saat kita memperingati seabad hari lahir beliau, cara yang terbaik, kiranya, adalah belajar dari keunggulan beliau, dari kehangatan beliau terhadap kawan. Dari keteguhan beliau dalam perjuangan demi tercapainya keadilan bagi rakyat dan tanah air Indonesia. * * * ======================= Milis Wanita Muslimah Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat. Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED] Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/ <*> Your email settings: Individual Email | Traditional <*> To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/join (Yahoo! ID required) <*> To change settings via email: mailto:[EMAIL PROTECTED] mailto:[EMAIL PROTECTED] <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/