Quote:
"..
Kesimpulannya bahwa poligami itu dibolehkan oleh agama, selama yang
bersangkutan memenuhi persyaratan agama, yaitu yakin atau menduga
keras dapat berlaku adil. Dan keadilan yang dituntut adalah keadilan di
bidang materi bukan keadilan di bidang hati. Poligami yang dibenarkan
oleh agama ini adalah bukan perintah, tetapi izin. Bedakan perintah dengan
izin. Poligami bukan perintah, bukan sunnah, bukan  pula anjuran, tetapi
boleh kalau memenuhi persyaratan.
.."

Saya kira kita bisa sepakat kalau hukum poligami (menurut Islam) cuma
sekedar
boleh apabila memenuhi persyaratan.. bukan sunnah apalagi wajib.. namun
tidak
haram juga.. Karena suka-tidak-suka itu tertera dalam Qur-an..

Jadi jangan ada yang mengaku" kalo poligami itu sunnah Nabi sebagai tameng
hasrat syahwat. Saya sepakat dengan Bu Musdah(?) di salah satu tv, bahwa
kita
tidak hanya perlu me-manage kalbu tetapi juga perlu me-manage syahwat..
Sehingga semangatnya saling melindungi bukan saling menyalahkan seperti yang
kita temui dalam pembahasan RUU APP..

Disadari /tidak, kita telah termakan genderang perpecahan.. coba kalau
semangatnya
adalah titik temu.. barangkali isi RUU APP yang dianggap hanya menekan
wanita bisa
diperbaiki.. dan sebaliknya perliaku bebas serta tidak menutup aurat (saya
tidak bilang
hanya jilbab), tetap dikedepankan.. tidak membiarkan mode tank-top di depan
umum dsb..

Begitu juga kaum pria, diharuskan melakukan manajemen syahwat.. dengan
menahan
pandangan, berpuasa dll.. Jadi kedua belah pihak (kaum wanita  dan pria)
sama" dituntut
untuk menjaga hati dan tindakannya.. Tapi ini kan yang sulit.. yang terbiasa
hidup bebas
mana mau diatur.. Apalagi kalau soal seks.. :-P

Btw, PLEASE STOP BID'AH or INSULTING ISLAM..
CMIIW..

Wassalam,

Irwan.K

~minyak tanah masih langka di pasaran.. kalah suaranya dengan isu poligami
dan
video porno.. pengalihan isu yang 'sukses'... damn.. :-(

----
Quote:
"..
 5. Kemudian apakah boleh itu berarti perintah atau boleh ajah ?
Itu boleh ajah. Istilah dalam bahasa agama, itu mubah/boleh.
Bukan sunnah, bukan wajib, bukan makruh tapi mubah/boleh.
..
Namun ada lagi ulama-ulama yang berkata. Boleh berpoligami asal dapat
izin dari pemerintah untuk menilai apakah orang tersebut layak secara
ekonomi, sehat secara mental, dan memang ada kebutuhan.
Karena terkadang ada kebutuhan pada poligami. Saya beri contoh.
Boleh jadi ada seseorang yang masih muda namun isterinya sakit
(akut). Masih ada keinginan dan kebutuhan seksualnya yang tinggi,
lalu apakah dengan menceraikan isterinya yang sedang sakit atau
'jajan' di luar ? Dua-duanya tidak benar.
..
Kemudian Imam berkata, "Tetapi wahai penguasa, Tuhan itu menetapkan
harus adil. Dan bagi yang tidak mampu adil sebaiknya mengikuti tuntunan
Tuhan,supaya cukup satu". Isterinya yang mendengar ini berkata balik
kepada suaminya, "Dengar tuh".
.."

Dengar tuh Pak Quraish Shihab.. :-p
Masa' logika poligami (di banyak milis) cuma karena lebih baik dari
jajan/zina,
atau obral ayat Qur-an atau 'syurga'  ke kaum wanita atau sebaik" umat
adalah
yang paling banyak istri doank.. Bikin malu aja.. :-)

Wassalam,

Irwan.K

~dari yang awam/gak ahli hadits dan qur-an, tapi Insya Allah masih punya
akal dan hati..

----------
*POLIGAMI*

PROF.Dr. M. Quraish Shihab

Lentera Hati, Metro TV

13 Maret 2005, 14.00 - 15.00 WIB

Kita pernah mendengar tentang POLIGAMI AWARD baru-baru ini. Ini
adalah masalah pro dan kontra. Terlebih dahulu, saya akan
mengantarkan suatu kisah.

Dulu, ada salah seorang penguasa dinasti Abbasiyah yang isterinya
tidak senang pada suaminya, karena suaminya baru kawin lagi.
Maka dia mengadukan hal ini kepada Khalifah, yang bernama Abu
Mansyur.

Kata Khalifah, "Baiklah, kita mengundang seorang ulama besar yang
bernama Abu Hanifah atau Imam Hanafi (pendiri salah satu madzhab
dari 4 madzhab yang terkenal -Syafi'i, Hambali, Maliki dan Hanafi-)."

Diundanglah ulama tersebut. Mereka hadir bertiga dalam diskusi.

Sang suami, bertanya kepada ulama tersebut, "Berapa banyak seorang
laki2 diperkenankan untuk kawin ?".
Maka Abu Hanifah menjawab, "4 orang isteri".
Suami kemudian berkata dan melirik kepada isterinya, "Nah kamu udah
dengar tuh".
Isteri menjawab, "Ya saya sudah dengar. Bolehkah seseorang
keberatan jika suaminya kawin lebih dari satu ?". Imam
menjawab, "Tidak boleh karena itu ketetapan Tuhan". Suami berkata
lagi kepada isterinya, "Dengar tuh".

Kemudian Imam berkata, "Tetapi wahai penguasa, Tuhan
itu menetapkan harus adil. Dan bagi yang tidak mampu adil sebaiknya
mengikuti tuntunan Tuhan,supaya cukup satu". Isterinya yang
mendengar ini berkata balik kepada suaminya, "Dengar tuh".

Selesai diskusi, beberapa hari kemudian, sang isteri kemudian
mengirim hadiah kepada Imam Hanafi. "Terima kasih, engkau sudah
menasehati suamiku".
Imam kemudian mengembalikan hadiah itu, dan dia
berkata "Saya berucap menyampaikan hal itu, bukan berbasa-basi
kepada kamu.
Tetapi saya menyampaikan, inilah pandangan saya tentang poligami
yang saya pahami dari Al Quran".

Nah, saya (pak Quraish) akan menyampaikan tentang poligami dari
yang saya pahami dari Kitab Suci, bukan untuk berbasa-basi kepada
lelaki/suami, tidak juga ingin berbasa-basi kepada para
perempuan/isteri.
Kita akan lihat bagaimana sebenarnya ketentuan agama dalam Al Quran
tentang poligami.

Menurut saya (pak Quraish), bukan hanya Islam yang pertama kali
membolehkan poligami. Dalam kitab perjanjian lama, Nabi Daud
mempunyai banyak isteri.

Baiklah, kalau kita membuka lembaran Al Quran, persoalan poligami
disebut dalam Surat Annisa(4) : 3, disana Allah berfirman
"Kalau kamu khawatir, tidak berlaku adil terhadap anak-anak yatim
maka kawinilah selain anak2 yatim itu, perempuan2 yang kamu sukai,
dua-dua, tiga-tiga, atau empat-empat.
Tetapi kalau kamu khawatir tidak berlaku adil maka cukup satu."

Kita lihat, ayat itu turun karena ada orang-orang yang sedang
memelihara anak-anak yatim yang kebetulan anak-anak yatim itu
cantik, masih muda dan punya harta. Mereka ingin mengawini anak-anak
yatim itu, atau juga ingin mendapatkan hartanya namun dengan tidak
ingin membayar maharnya yang sesuai.
Itu namanya mereka tidak berlaku adil. Karena itu, Tuhan melarang
para pengasuh anak yatim ini, "Kamu harus berlaku adil, kalaupun
kamu ingin mengawininya lantas tidak berlaku adil, maka kawinilah
perempuan yang lain, karena anak-anak yatim itu lemah." Ayahnya sudah
meninggal sehingga tidak ada yg membela dia, tetapi kalau perempuan
yang lain, mereka masih punya orang tua yang bisa membela dia dan
sebagainya.

Pertanyaan pertama yang kemudian muncul adalah :
Kalau ayat ini turun berkaitan dengan pengasuh anak-anak yatim yang
ingin mengawini mereka itu yang kemudian dilarang karena khawatir
mereka tidak bisa berlaku adil tapi kemudian diperbolehkan untuk
berpoligami dengan wanita lain, maka apakah izin poligami ini hanya
berlaku pada pengasuh anak-anak yatim ?

Kalau jawabannya hanya berlaku pada pengasuh anak-anak yatim seperti
ada yang berpendapat seperti ini, itu keliru, karena sahabat-sahabat
Nabi pun yang tidak memelihara anak yatim ternyata berpoligami.

Pertanyaan kedua :

Berapa banyakkah berpoligami itu, karena dikatakan "dua-dua, tiga-
tiga atau empat-empat" ? Berapakah jumlahnya ? Bolehkah 18 (dari
2+2+3+3+4+4) ? Masya Allah. Bukan itu maksudnya. Tidak boleh 18.

Ataukah bolehkah 9 (dari 2+3+4=9) ? Tidak boleh 9.

Nabi menjelaskan maksimal 4 orang isteri.

Kita lihat lebih jauh di ayat itu, "Kalau kamu takut (khawatir) tidak
berlaku adil". Kita kaji seperti berikut :

1. Kalau yakin tidak adil bolehkah ? Tidak boleh.

2. Kalau menduga keras tidak berlaku adil, bolehkah ?
Tidak boleh.

3. Kalau ragu bisa berlaku adil atau tidak ? Ada ulama
yang menjelaskan kalau dia ragu, itu boleh. Namun sebaiknya, orang
yang ragu meninggalkan keraguannya menuju yang baik. Jadi kalau
ragu, mestinya tidak boleh.

4. Kalau yakin bisa berlaku adil bolehkah ? Boleh.

5. Kemudian apakah boleh itu berarti perintah atau
boleh ajah ? Itu boleh ajah. Istilah dalam bahasa agama, itu
mubah/boleh. Bukan sunnah, bukan wajib, bukan makruh tapi
mubah/boleh.

6. Sekarang kalau menduga keras bisa berlaku adil ?
Boleh, tapi syaratnya adil.

Apa yg dimaksud kemudian dengan adil ? Jadi sebelum
berpoligami, harus melihat dulu diri kita. Kira2 mampu berlaku adil
atau tidak. Melihat diri itu, berarti mempelajari diri dari segi
ekonomi dan dari segi jasmani pula. Jangan sampai Anda sakit2an mau
berpoligami, bisa tidak adil.
Lalu pelajari dari segi mental. Ada orang kaya yang sehat jasmaninya
tapi boleh jadi terlalu cenderung kepada isteri muda, walaupun
uangnya banyak kecendrungan hatinya terlalu padanya maka ini namanya
juga tidak berlaku adil.

Kalau syarat-syarat ini memenuhi, maka ketika itu bolehlah berlaku
adil dan dibolehkanlah poligami.

Sekarang saya (pak quraish) ingin bertanya? Jadi pada
prinsipnya poligami boleh atau tidak ? Boleh. Diperintahkan atau
tidak ? Tidak diperintahkan.
Kita lihat bolehnya ini sampai dimana. Ada orang-orang
sekarang yang berkata berlaku adil itu tidak mungkin. Mereka
mendasarkan pada firman Allah dalam
Surat An-Nisa (4) ayat 129 : "Dan kamu sekali2 tidak
bisa berlaku adil terhadap isteri-isterimu, walaupun kamu mau...".
Tapi mereka berhenti sampai disitu. Itulah yang menjadikan mereka
berkata bahwa poligami tidak boleh.
Tetapi sekali lagi, orang ini tidak boleh berhenti
membaca disitu, karena
ayat itu masih berbunyi "...karena itu janganlah kamu terlalu
cenderung kepada salah seorang isteri kamu, sehingga meninggalkan
sama sekali isteri yang lain".

Yang kamu tidak dapat berlaku adil itu adalah hati kamu. Apakah kita
yang mampu menguasai hati kita ? Hati tidak bisa kita kuasai.
Nabipun bersabda "Ya Allah, saya berpoligami, tapi inilah yang mampu
saya lakukan (dari segi fisik, dari segi materi, dan dari segi
giliran), tetapi hati saya lebih senang pada Aisyah daripada yang
lain, dan saya lebih senang kepada Siti Khadijah yang walaupun sudah
meninggal daripada yang lain. Tapi ini di luar kemampuan saya". Nah,
ketika Allah berfirman, "Kalian tidak bisa adil walaupun kalian
mau". Keadilan yang dimaksud di sana adalah keadilan dari segi hati.
Kita pun sulit untuk berlaku adil secara hati kepada anak-anak
kita. Ada anak yang lebih kita senangi daripada anak-anak yang lain.

Oo, si A anak yang taat, ini anak pintar dan lain-lain, walaupun
mereka anak-anak kandung kita.

Jadi pada prinsipnya poligami adalah boleh tapi syaratnya adil. Kita
lihat dalam kenyataan sekarang, orang yang berpoligami itu
adil atau tidak ? Ada ulama-ulama melarang, karena mereka lihat
kenyataan sekarang ini poligami mempunyai dampak terlalu buruk.
Bukan hanya bohong saja. Anak tirinya jadi musuh anak yang lain.
Terjadi pengkhianatan, terjadi percekcokan. Karena itu, kata mereka,
pemerintah perlu turun tangan untuk melarang poligami. Di beberapa
negeri Islam, seperti Tunisia menempuh cara ini. Tercantum dalam
undang-undang mereka, bahwa poligami dilarang. Yang berpoligami
tanpa ijin akan ditahan/dipenjara 1 tahun dan didenda. Itu salah
satu pandangan ulama tentang poligami.

Namun ada lagi ulama-ulama yang berkata. Boleh berpoligami asal
dapat izin dari pemerintah untuk menilai apakah orang tersebut
layak secara ekonomi, sehat secara mental, dan memang ada kebutuhan.
Karena terkadang ada kebutuhan pada poligami. Saya beri contoh.
Boleh jadi ada seseorang yang masih muda namun isterinya sakit
(akut). Masih ada keinginan dan kebutuhan seksualnya yang tinggi,
lalu apakah dengan menceraikan isterinya yang sedang sakit
atau 'jajan' di luar ? Dua-duanya tidak benar.

Jadi bagaimana jalan keluarnya, jadi hayo apa ayo ibu-ibu (pengajian
yang hadir ibu-ibu semua) ?
Jalan keluar yang benar dan dibolehkan adalah berpoligami. Adapula
suami isteri yang sudah sekian lama tidak memiliki anak,
yang menurut dokter isterinya ternyata mandul. Di sinilah tempatnya
poligami itu diperbolehkan.

Contoh yang lain, jaman dulu ada peperangan besar
seperti Perang Dunia I di Perancis. Laki-laki banyak yang gugur.
Semula mereka melarang poligami, kemudian berubah menjadi
menganjurkan untuk berpoligami. Karena kalau tidak,
akan dikemanakan para janda tersebut ? akan dikemanakan anak-anak
yatim itu ? Jadi sebenarnya ada situasi tertentu secara perorangan
atau dalam masyarakat sehingga poligami bisa dibenarkan.

Bukan lantas membuka pintu poligami lebar-lebar.
Dengan alasan, Nabi juga berpoligami, saya juga ingin berpoligami.
Apakah Anda sama dengan Nabi ?
Baiklah jika Anda sama dengan Nabi, poligaminya harusnya dengan
janda-janda yang sudah tua-tua pula, kenapa mau pilih yang
cantik-cantik dan muda-muda ?
Jadi itu bukan alasan.

Apa yang dapat kita lihat disini ? Al-Quran ketika membenarkan
poligami bukan bermaksud untuk memerintahkan berpoligami. Al
Quran hanya memberi izin dan syaratnya harus adil serta ada
kebutuhan untuk itu.

Jadi sekarang poligami boleh atau tidak ? Jangan tutup rapat-rapat
pintunya. Poligami itu seperti (walaupun tidak sama) pintu
darurat dalam pesawat.
Boleh dibuka setelah mendapat izin dari pilot. Kalau tidak ada izin
maka tidak boleh dibuka. Dan yang membuka pintu darurat adalah orang
yang betul-betul membukanya.

Pertanyaan peserta pengajian :

1. Karena poligami adalah pintu darurat maka boleh berpoligami, maka
apakah boleh selama berpoligami bersikap tidak adil ?

Bukan begitu maksudnya.
Kehidupan ini harus selalu didasari oleh keadilan.
Keadilan itu lebih dituntut lagi apabila menghadapi
orang lain. Kita harus adil terhadap diri kita dan adil terhadap
orang lain. Poligami dibenarkan, tapi sebelum melangkah kesana, itu
diibaratkan seperti pintu darurat. Begitu masuk ke pintu itu, bukan
lantas boleh untuk bersikap tidak adil. Jadi tidak serta merta dia
dibolehkan sesukanya kapan aja mau berpoligami. Ada syaratnya.
Seperti kita naik pesawat. Pesawatnya ada tangganya, kita turun
lalu kembali ke rumah. Apabila pesawatnya rusak, dibukalah pintu
darurat, kita boleh lewat pintu darurat itu dan kalau dapat izin
dari pilot. Kondisi turun dari pintu darurat itu sama persis dengan
turun dari tangga biasa.

Nah berpoligami syaratnya adalah adil, tapi tidak boleh masuk kesana
kecuali kalau ada kebutuhan yang mendesak. Tidak boleh kesana,
kecuali setelah mendapat izin (izinnya ini bukan berarti izin untuk
tidak adil, tapi izin untuk berpoligami).

Ada pertanyaan yang mungkin muncul, izin ini perlu
atau tidak ? Saya tidak sependapat kalau izin itu dari isteri. Izin
itu harus dari yang berwenang.
Jadi dari pengadilan agama. Itu sebabnya ada hal-hal yang dibenarkan
oleh agama, tetapi oleh penguasa bisa dilarang kalau apa yang
diizinkan oleh agama itu berdampak buruk. Sayyidina Umar bin Khattab
pernah melarang pejabat-pejabatnya kawin dengan ahlul kitab (Yahudi
dan Nasrani) walaupun Al Quran bisa membenarkan seseorang laki
muslim bisa kawin dengan mereka. Umar pun pernah menjatuhkan
putusan, siapa yang menceraikan isterinya dengan berkata, "kamu
talak tiga" maka jatuhnya tiga. Padahal di Quran, dikatakan
perceraian itu tiga kali. Sekali diceraikan jatuh satu, kembali lagi
kemudian cerai lagi, jatuh dua, rujuk lagi, cerai lagi maka jatuh
tiga.

Sayyidina Umar, berkata tidak, karena orang ini sudah menggampangkan
perceraian, sehingga harus dihukum. Begitu berkata orang itu, "talak
tiga" maka betul-betul jatuh tiga. Ini untuk kemaslahatan.

Inilah yang dijadikan dasar oleh ulama. Pemerintah apabila melihat
dampak buruk dari sesuatu yang dibolehkan oleh Tuhan maka
pemerintah bisa mengambil inisiatif untuk melarangnya. Nah poligami
di dalam beberapa negara, dilihat bahwa dampaknya lebih buruk jadi
harus ada izin. Tapi kalau minta izin dari ibu-ibu akan diberi atau
tidak ? Tidak akan. Karena itu izinnya dari pengadilan agama. Mereka
yang akan melihat bahwa laki-laki ini wajar dari segi ekonomi,
mental dan kebutuhan dan sebagainya.

2. Mendengar kata pintu darurat, tentang perceraian
yang diibaratkan juga seperti pintu darurat. Mana yang lebih baik
perceraiankah atau poligamikah ?

Kita lihat kasusnya. Terkadang memang kehidupan sudah bisa cocok,
lebih baik cerai, jadi masing-masing bisa mendapat jodoh yang
betul-betul cocok. Jangan membuat isteri jadi tergantung, karena
tidak menjadikan dia betul-betul sebagai isteri, tapi tidak juga
cerai dia. Beri kesempatan kepadanya dan orang lain. Jadi masing-
masing ada kasusnya.

Tapi dalam konteks, suami masih cinta isterinya, hanya
isterinya sakit. Bagaimana ini caranya ? Disini kalau dia bersabar,
itu jauh lebih baik dalam pandangan Tuhan daripada dia menyakiti
isterinya yang sedang sakit itu, tapi poligami itu bukan berarti
terlarang. Tuhan berjanji, "Orang yang bersabar menghadapi isterinya
yang sakit, tidak menyakiti isterinya dengan tidak kawin lagi itu
mempunyai kedudukan yang lebih tinggi, walaupun dia dibolehkan untuk
berpoligami" .

3. Bagaimana pernikahan suami dengan perempuan lain yaitu menikahnya
secara sirri tanpa saksi dari pihak perempuan ?

Sebenarnya saksi itu tidak harus dari pihak tertentu, siapapun bisa
jadi saksi. Yang harus itu adalah wali dari pihak perempuan. Jadi
kita punya dua calon suami isteri, ada dua orang saksi, ada wali dari
perempuan, dan ada ijab dan qabul. Jadi kalau tidak ada saksi dari
pihak perempuan tidak ada, tidak mengapa asal ada walinya.

4. Bagaimana sikap seorang isteri kepada suami yang
terlanjur menikah lagi
dan selama itu, isterinya tidak bisa menerima ?

Ada dua sikap. Boleh saja, apabila isterinya merasa didzhalimi oleh
suaminya, maka ketika itu isterinya boleh mengadu
kepada pihak pengadilan agama. Apabila isteri sabar, maka
ganjarannya lebih baik. Tetapi bila suami itu memang wajar untuk
berpoligami. Isteri itu tidak bisa berkeberatan, dia harus bisa
menerima kenyataan. Kalaupun dia datang mengadu ke pengadilan
agama, akan dikatakan kepadanya, bahwa suaminya wajar untuk menikah
lagi tersebut.

5. Seperti kita ketahui, bahwa keadilan itu sesuatu hal yang tidak
mungkin. Jadi seumpamanya, poligami itu tidak boleh dan tidak
terkecuali. Bagaimana tipsnya atau doa-doanya agar suami kita tidak
berpoligami ?

Tidak benar kalau keadilan itu tidak mungkin terlaksana. Keadilan
yang tidak mungkin terlaksana hanya keadilan dalam hati. Tuhan
mentoleransi ketidakadilan di dalam hati selama kecendrungan kepada
salah seorang isteri tidak tertumpah sepenuhnya sehingga isteri yang
lain ditinggal sama sekali.
Keadilan yang dituntut oleh Tuhan adalah keadilan dari segi materi
(uang, waktu dan sebagainya). Hanya kita katakan, untuk masuk
ke sana perlu ada persyaratan. Kiatnya seorang isteri agar suami
tidak berpoligami ? Kiatnya banyak.

Ada salah satu doa yang bunyinya, "Ya Allah, mantapkanlah hatiku
untuk tetap menjalankan ajaran agamaMu dengan baik", maka bisa
berdoa, "Ya Allah mantapkanlah hati suamiku sehingga dia selalu cinta
kepadaku". Namun doa saja tidak cukup. Perlakuan yang baik itu yang
akan mengalahkan segala sesuatu.

-

Salah satu penyebab terjadinya poligami adalah kesalahan isteri,
seperti terlalu sibuk, kurang memperhatikan suami dan sebagainya,
sehingga rasa cinta tidak ada lagi. Walaupun agama menganjurkan
kepada para suami, "Hai suami2, jika kamu sudah tidak senang kepada
isterimu (mungkin akhlaqnya kurang baik, atau sudah tua) maka bisa
jadi di balik kekurangan itu, Allah jadikan kebaikan yang banyak".
Apa kebaikan yang banyak itu ? Antara lain adalah ketenangan hidup.
Karena katanya, orang yang berpoligami itu harus pandai bohong.
Walaupun ada juga yang berani untuk tidak bohong.

Berarti dalam berpoligami ini masih termasuk dalam hak dan kewajiban
suami isteri ? Iya, yaitu haknya suami adalah untuk berpoligami
tetapi ada syarat-syaratnya yang ketat. Jadi jangan lantas berkata
tidak boleh.

Kesimpulannya bahwa poligami itu dibolehkan oleh agama, selama yang
bersangkutan memenuhi persyaratan agama, yaitu yakin atau menduga
keras dapat berlaku adil. Dan keadilan yang dituntut adalah keadilan
di bidang materi bukan keadilan di bidang hati. Poligami yang
dibenarkan oleh agama ini adalah bukan perintah, tetapi izin. Bedakan
perintah dengan izin. Poligami bukan perintah, bukan sunnah, bukan
pula anjuran, tetapi boleh kalau memenuhi persyaratan.


On 12/9/06, Henny Irawati <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
>   Kawan-kawan media Ytc.
>
> Yayasan Jurnal Perempuan akan menggelar konferensi pers untuk mengusung
> pernyataan "Poligami adalah bentuk Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak"
>
> Hari/Tanggal : Sabtu, 9 Desember 2006
> Tempat : Kantor Yayasan Jurnal Perempuan
> Jl. Tebet Barat 8 No. 27 Jakarta Selatan
> Phone: (021) 83702005
> Waktu : pukul 13.00 WIB
>
> Akan bicara dan menjawab pertanyaan pers:
>
> Siti Musdah Mulia (Dept Agama RI dan ICRP)
> Masruchah (Koalisi Perempuan Indonesia)
> Gadis Arivia (Yayasan Jurnal Perempuan)
> Hilaly Basya (Youth Islamic Center)
> Lely Nurrohmah (Rahima)
> Maria Ulfah Anshor (Fatayat NU)
>
> Pengarah acara: Mariana Amiruddin
>
> organisasi perempuan yang ikut serta dengan pernyataan ini:
>
> Koalisi Perempuan Indonesia/KPI (Masruchah), Lembaga Bantuan Hukum
> Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan/LBH APIK (Ratna Batara Munti),
> Solidaritas Perempuan/SP (Salma Savitri),Institut Perempuan/IP (Valentina
> R. Sagala dan Ellin Rozana), Jaringan Nasional Perempuan Mahardhika (Vivi
> Widyawati),
> Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia/PMII (Lia), Lingkaran Pendidikan
> Alternatif untuk Perempuan/Kapal Perempuan (Sri Endras Iswarini), Pusat
> Kajian Wanita dan Gender Universitas Indonesia (Sulistyowati Irianto),
> Rahima; Pusat Pendidikan dan Informasi Islam dan Hak-Hak Perempuan (Lely
> Nurrohmah), Indonesian Conference on Religion and Peace (Musdah Mulia).
>
> Akan diundang juga Ibu Ani SBY dan Ibu Mutia Hatta.
>
> Kehadiran kawan-kawan, dan terutama media, akan amat sangat membantu.
>
> Salam,
> Mariana Amiruddin
>


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke