St Sabri:
sebagian kecil saja mengutip, bisa disebut plagiat dalam sebuah karya
ilmiyah.
-----------------------------
HMNA:
Kalau begitu Dr.   Mustafa   Mahmud dan Prof.Dr H.M. Quraish Shihab juga
plagiat?, yang benar saja.
Ini saya forward tulisan Prof.Dr H.M. Quraish Shihab ttg angka 19. Bagi yang
kurang sabaran dan malas membaca panjang-panjang, saya copy paste bagian itu
ke atas sini.

"Dr.   Mustafa   Mahmud,   mengutip   pendapat  Rasyad  Khalifah,  juga
mengemukakan   bahwa   dalam  Al-Quran  sendiri  terdapat  bukti-bukti
sekaligus jaminan akan keotentikannya.3

Huruf-huruf  hija'iyah  yang  terdapat  pada awal beberapa surah dalam
Al-Quran  adalah  jaminan  keutuhan Al-Quran sebagaimana diterima oleh
Rasulullah  saw. Tidak berlebih dan atau berkurang satu huruf pun dari
kata-kata  yang  digunakan oleh Al-Quran. Kesemuanya habis terbagi 19,
sesuai   dengan   jumlah   huruf-huruf  B(i)sm  Ali(a)h  Al-R(a)hm(a)n
Al-R(a)him.  (Huruf  a  dan i dalam kurung tidak tertulis dalam aksara
bahasa Arab).

Huruf  (qaf)  yang merupakan awal dari surah ke-50, ditemukan terulang
sebanyak 57 kali atau 3 X 19.

Huruf-huruf  kaf,  ha', ya', 'ayn, shad, dalam surah Maryam, ditemukan
sebanyak 798 kali atau 42 X 19.

Huruf (nun) yang memulai surah Al-Qalam, ditemukan sebanyak 133 atau 7
X  19.  Kedua,  huruf  (ya')  dan (sin) pada surah Yasin masing-masing
ditemukan sebanyak 285 atau 15 X 19. Kedua huruf (tha') dan (ha') pada
surah Thaha masing-masing berulang sebanyak 342 kali, sama dengan 19 X
18.

Huruf-huruf  (ha') dan (mim) yang terdapat pada keseluruhan surah yang
dimulai   dengan  kedua  huruf  ini,  ha'  mim,  kesemuanya  merupakan
perkalian dari 114 X 19, yakni masing-masing berjumlah 2.166.

Bilangan-bilangan  ini,  yang dapat ditemukan langsung dari celah ayat
Al-Quran,  oleh  Rasyad  Khalifah, dijadikan sebagai bukti keotentikan
Al-Quran.  Karena,  seandainya  ada  ayat yang berkurang atau berlebih
atau  ditukar  kata dan kalimatnya dengan kata atau kalimat yang lain,
maka tentu perkalian-perkalian tersebut akan menjadi kacau.

Angka  19  di  atas,  yang merupakan perkalian dari jumlah-jumlah yang
disebut  itu,  diambil  dari  pernyataan  Al-Quran sendiri, yakni yang
termuat  dalam  surah  Al-Muddatstsir ayat 30 yang turun dalam konteks
ancaman terhadap seorang yang meragukan kebenaran Al-Quran.

Demikianlah  sebagian  bukti  keotentikan yang terdapat di celah-celah
Kitab Suci tersebut."
-------------------
3 Mustafa Mahmud, Min Asrar Al-Qur'an, Dar Al-Ma`arif, Mesir, 1981, h.
64-65.

*****************************************************
From: Arnoldison
To: [EMAIL PROTECTED]
Sent: Wednesday, November 19, 2003 23:40
Subject: <Islam_liberal> Keotentikan Al-Quran

Membumikan Al-Quran

oleh Dr. M. Quraish Shihab

Keotentikan Al-Quran

Al-Quran  Al-Karim  memperkenalkan  dirinya  dengan  berbagai ciri dan
sifat.  Salah  satu  di antaranya adalah bahwa ia merupakan kitab yang
keotentikannya  dijamin  oleh  Allah,  dan ia adalah kitab yang selalu
dipelihara.  Inna  nahnu  nazzalna  al-dzikra  wa inna lahu lahafizhun
(Sesungguhnya    Kami    yang    menurunkan   Al-Quran   dan   Kamilah
Pemelihara-pemelihara-Nya) (QS 15:9).

Demikianlah   Allah   menjamin   keotentikan  Al-Quran,  jaminan  yang
diberikan  atas dasar Kemahakuasaan dan Kemahatahuan-Nya, serta berkat
upaya-upaya  yang  dilakukan  oleh  makhluk-makhluk-Nya, terutama oleh
manusia.  Dengan jaminan ayat di atas, setiap Muslim percaya bahwa apa
yang dibaca dan didengarnya sebagai Al-Quran tidak berbeda sedikit pun
dengan  apa yang pernah dibaca oleh Rasulullah saw., dan yang didengar
serta dibaca oleh para sahabat Nabi saw.

Tetapi,  dapatkah kepercayaan itu didukung oleh bukti-bukti lain? Dan,
dapatkah  bukti-bukti  itu  meyakinkan  manusia,  termasuk mereka yang
tidak  percaya  akan jaminan Allah di atas? Tanpa ragu kita mengiyakan
pertanyaan   di  atas,  karena  seperti  yang  ditulis  oleh  almarhum
'Abdul-Halim  Mahmud,  mantan  Syaikh  Al-Azhar: "Para orientalis yang
dari  saat  ke  saat  berusaha  menunjukkan  kelemahan Al-Quran, tidak
mendapatkan celah untuk meragukan keotentikannya."1 Hal ini disebabkan
oleh   bukti-bukti   kesejarahan   yang   mengantarkan  mereka  kepada
kesimpulan tersebut.

Bukti-bukti dari Al-Quran Sendiri

Sebelum menguraikan bukti-bukti kesejarahan, ada baiknya saya kutipkan
pendapat  seorang  ulama  besar  Syi'ah  kontemporer,  Muhammad Husain
Al-Thabathaba'iy,  yang  menyatakan  bahwa  sejarah  Al-Quran demikian
jelas  dan  terbuka,  sejak  turunnya sampai masa kini. Ia dibaca oleh
kaum  Muslim  sejak  dahulu  sampai sekarang, sehingga pada hakikatnya
Al-Quran  tidak  membutuhkan sejarah untuk membuktikan keotentikannya.
Kitab   Suci  tersebut  lanjut  Thabathaba'iy  memperkenalkan  dirinya
sebagai  Firman-firman  Allah  dan  membuktikan  hal  tersebut  dengan
menantang siapa pun untuk menyusun seperti keadaannya. Ini sudah cukup
menjadi  bukti,  walaupun  tanpa  bukti-bukti  kesejarahan. Salah satu
bukti  bahwa  Al-Quran  yang  berada  di  tangan  kita sekarang adalah
Al-Quran  yang  turun kepada Nabi saw. tanpa pergantian atau perubahan
--tulis  Thabathaba'iy  lebih jauh-- adalah berkaitan dengan sifat dan
ciri-ciri  yang  diperkenalkannya menyangkut dirinya, yang tetap dapat
ditemui sebagaimana keadaannya dahulu.2

Dr.   Mustafa   Mahmud,   mengutip   pendapat  Rasyad  Khalifah,  juga
mengemukakan   bahwa   dalam  Al-Quran  sendiri  terdapat  bukti-bukti
sekaligus jaminan akan keotentikannya.3

Huruf-huruf  hija'iyah  yang  terdapat  pada awal beberapa surah dalam
Al-Quran  adalah  jaminan  keutuhan Al-Quran sebagaimana diterima oleh
Rasulullah  saw. Tidak berlebih dan atau berkurang satu huruf pun dari
kata-kata  yang  digunakan oleh Al-Quran. Kesemuanya habis terbagi 19,
sesuai   dengan   jumlah   huruf-huruf  B(i)sm  Ali(a)h  Al-R(a)hm(a)n
Al-R(a)him.  (Huruf  a  dan i dalam kurung tidak tertulis dalam aksara
bahasa Arab).

Huruf  (qaf)  yang merupakan awal dari surah ke-50, ditemukan terulang
sebanyak 57 kali atau 3 X 19.

Huruf-huruf  kaf,  ha', ya', 'ayn, shad, dalam surah Maryam, ditemukan
sebanyak 798 kali atau 42 X 19.

Huruf (nun) yang memulai surah Al-Qalam, ditemukan sebanyak 133 atau 7
X  19.  Kedua,  huruf  (ya')  dan (sin) pada surah Yasin masing-masing
ditemukan sebanyak 285 atau 15 X 19. Kedua huruf (tha') dan (ha') pada
surah Thaha masing-masing berulang sebanyak 342 kali, sama dengan 19 X
18.

Huruf-huruf  (ha') dan (mim) yang terdapat pada keseluruhan surah yang
dimulai   dengan  kedua  huruf  ini,  ha'  mim,  kesemuanya  merupakan
perkalian dari 114 X 19, yakni masing-masing berjumlah 2.166.

Bilangan-bilangan  ini,  yang dapat ditemukan langsung dari celah ayat
Al-Quran,  oleh  Rasyad  Khalifah, dijadikan sebagai bukti keotentikan
Al-Quran.  Karena,  seandainya  ada  ayat yang berkurang atau berlebih
atau  ditukar  kata dan kalimatnya dengan kata atau kalimat yang lain,
maka tentu perkalian-perkalian tersebut akan menjadi kacau.

Angka  19  di  atas,  yang merupakan perkalian dari jumlah-jumlah yang
disebut  itu,  diambil  dari  pernyataan  Al-Quran sendiri, yakni yang
termuat  dalam  surah  Al-Muddatstsir ayat 30 yang turun dalam konteks
ancaman terhadap seorang yang meragukan kebenaran Al-Quran.

Demikianlah  sebagian  bukti  keotentikan yang terdapat di celah-celah
Kitab Suci tersebut.

Bukti-bukti Kesejarahan

Al-Quran  Al-Karim  turun  dalam  masa sekitar 22 tahun atau tepatnya,
menurut  sementara ulama, dua puluh dua tahun, dua bulan dan dua puluh
dua hari.

Ada  beberapa  faktor  yang  terlebih  dahulu  harus dikemukakan dalam
rangka  pembicaraan  kita  ini, yang merupakan faktor-faktor pendukung
bagi pembuktian otentisitas Al-Quran.

(1)  Masyarakat  Arab,  yang hidup pada masa turunnya Al-Quran, adalah
masyarakat  yang  tidak  mengenal baca tulis. Karena itu, satu-satunya
andalan  mereka adalah hafalan. Dalam hal hafalan, orang Arab --bahkan
sampai kini-- dikenal sangat kuat.

(2)  Masyarakat Arab --khususnya pada masa turunnya Al-Quran-- dikenal
sebagai   masyarakat   sederhana  dan  bersahaja:  Kesederhanaan  ini,
menjadikan  mereka memiliki waktu luang yang cukup, disamping menambah
ketajaman pikiran dan hafalan.

(3)  Masyarakat  Arab  sangat gandrung lagi membanggakan kesusastraan;
mereka  bahkan  melakukan  perlombaan-perlombaan dalam bidang ini pada
waktu-waktu tertentu.

(4)  Al-Quran mencapai tingkat tertinggi dari segi keindahan bahasanya
dan sangat mengagumkan bukan saja bagi orang-orang mukmin, tetapi juga
orang  kafir.  Berbagai  riwayat  menyatakan  bahwa  tokoh-tokoh  kaum
musyrik  seringkali  secara  sembunyi-sembunyi  berupaya  mendengarkan
ayat-ayat   Al-Quran  yang  dibaca  oleh  kaum  Muslim.  Kaum  Muslim,
disamping   mengagumi   keindahan   bahasa  Al-Quran,  juga  mengagumi
kandungannya,  serta meyakini bahwa ayat-ayat Al-Quran adalah petunjuk
kebahagiaan dunia dan akhirat.

(5)  Al-Quran,  demikian  pula  Rasul  saw.,  menganjurkan kepada kaum
Muslim untuk memperbanyak membaca dan mempelajari Al-Quran dan anjuran
tersebut mendapat sambutan yang hangat.

(6)  Ayat-ayat  Al-Quran  turun  berdialog dengan mereka, mengomentari
keadaan  dan  peristiwa-peristiwa  yang  mereka alami, bahkan menjawab
pertanyaan-pertanyaan  mereka. Disamping itu, ayat-ayat Al-Quran turun
sedikit  demi  sedikit.  Hal itu lebih mempermudah pencernaan maknanya
dan proses penghafalannya.

(7)   Dalam   Al-Quran,  demikian  pula  hadis-hadis  Nabi,  ditemukan
petunjuk-petunjuk yang mendorong para sahabatnya untuk selalu bersikap
teliti  dan  hati-hati  dalam  menyampaikan berita --lebih-lebih kalau
berita tersebut merupakan Firman-firman Allah atau sabda Rasul-Nya.

Faktor-faktor  di atas menjadi penunjang terpelihara dan dihafalkannya
ayat-ayat  Al-Quran.  Itulah  sebabnya,  banyak  riwayat  sejarah yang
menginformasikan   bahwa  terdapat  ratusan  sahabat  Nabi  saw.  yang
menghafalkan  Al-Quran.  Bahkan dalam peperangan Yamamah, yang terjadi
beberapa  saat  setelah  wafatnya Rasul saw., telah gugur tidak kurang
dari tujuh puluh orang penghafal Al-Quran.4

Walaupun  Nabi  saw.  dan  para  sahabat menghafal ayat-ayat Al-Quran,
namun guna menjamin terpeliharanya wahyu-wahyu Ilahi itu, beliau tidak
hanya    mengandalkan    hafalan,   tetapi   juga   tulisan.   Sejarah
menginformasikan  bahwa  setiap  ada  ayat  yang turun, Nabi saw. lalu
memanggil   sahabat-sahabat   yang   dikenal   pandai  menulis,  untuk
menuliskan  ayat-ayat  yang baru saja diterimanya, sambil menyampaikan
tempat  dan  urutan  setiap  ayat  dalam  surahnya. Ayat-ayat tersebut
mereka tulis dalam pelepah kurma, batu, kulit-kulit atau tulang-tulang
binatang. Sebagian sahabat ada juga yang menuliskan ayat-ayat tersebut
secara  pribadi,  namun  karena  keterbatasan alat tulis dan kemampuan
maka  tidak banyak yang melakukannya disamping kemungkinan besar tidak
mencakup   seluruh   ayat   Al-Quran.  Kepingan  naskah  tulisan  yang
diperintahkan  oleh Rasul itu, baru dihimpun dalam bentuk "kitab" pada
masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar r.a.5

Penulisan Mushhaf

Dalam  uraian  sebelumnya  dikemukakan bahwa ketika terjadi peperangan
Yamamah,  terdapat  puluhan  penghafal  Al-Quran  yang  gugur. Hal ini
menjadikan  'Umar  ibn  Al-Khaththab menjadi risau tentang "masa depan
Al-Quran".  Karena  itu,  beliau mengusulkan kepada Khalifah Abu Bakar
agar mengumpulkan tulisan-tulisan yang pernah ditulis pada masa Rasul.
Walaupun  pada  mulanya Abu Bakar ragu menerima usul tersebut --dengan
alasan bahwa pengumpulan semacam itu tidak dilakukan oleh Rasul saw.--
namun  pada  akhirnya  'Umar  r.a.  dapat  meyakinkannya. Dan keduanya
sepakat  membentuk  suatu tim yang diketuai oleh Zaid ibn Tsabit dalam
rangka melaksanakan tugas suci dan besar itu.

Zaid  pun  pada  mulanya  merasa  sangat  berat  untuk  menerima tugas
tersebut,   tetapi  akhirnya  ia  dapat  diyakinkan  --apalagi  beliau
termasuk  salah  seorang  yang  ditugaskan  oleh Rasul pada masa hidup
beliau  untuk  menuliskan wahyu Al-Quran. Dengan dibantu oleh beberapa
orang  sahabat  Nabi,  Zaid  pun  memulai  tugasnya.  Abu  Bakar  r.a.
memerintahkan  kepada seluruh kaum Muslim untuk membawa naskah tulisan
ayat  Al-Quran  yang  mereka  miliki  ke  Masjid Nabawi untuk kemudian
diteliti  oleh  Zaid dan timnya. Dalam hal ini, Abu Bakar r.a. memberi
petunjuk  agar  tim  tersebut  tidak menerima satu naskah kecuali yang
memenuhi dua syarat:

Pertama, harus sesuai dengan hafalan para sahabat lain.

Kedua,  tulisan tersebut benar-benar adalah yang ditulis atas perintah
dan  di  hadapan  Nabi  saw. Karena, seperti yang dikemukakan di atas,
sebagian sahabat ada yang menulis atas inisiatif sendiri.

Untuk  membuktikan  syarat kedua tersebut, diharuskan adanya dua orang
saksi mata.

Sejarah  mencatat  bahwa  Zaid  ketika  itu menemukan kesulitan karena
beliau  dan  sekian  banyak sahabat menghafal ayat Laqad ja'akum Rasul
min  anfusikum 'aziz 'alayh ma 'anittun harish 'alaykum bi almu'minina
Ra'uf al-rahim (QS 9:128). Tetapi, naskah yang ditulis di hadapan Nabi
saw.   tidak   ditemukan.  Syukurlah  pada  akhirnya  naskah  tersebut
ditemukan  juga  di  tangan seorang sahabat yang bernama Abi Khuzaimah
Al-Anshari.  Demikianlah,  terlihat  betapa  Zaid menggabungkan antara
hafalan  sekian banyak sahabat dan naskah yang ditulis di hadapan Nabi
saw.,  dalam  rangka memelihara keotentikan Al-Quran. Dengan demikian,
dapat  dibuktikan dari tata kerja dan data-data sejarah bahwa Al-Quran
yang  kita  baca sekarang ini adalah otentik dan tidak berbeda sedikit
pun  dengan  apa  yang  diterima dan dibaca oleh Rasulullah saw., lima
belas abad yang lalu.

Sebelum   mengakhiri  tulisan  ini,  perlu  dikemukakan  bahwa  Rasyad
Khalifah,  yang  menemukan  rahasia angka 19 yang dikemukakan di atas,
mendapat  kesulitan  ketika  menemukan  bahwa  masing-masing kata yang
menghimpun  Bismillahirrahmanirrahim,  kesemuanya  habis  terbagi  19,
kecuali  Al-Rahim.  Kata Ism terulang sebanyak 19 kali, Allah sebanyak
2.698 kali, sama dengan 142 X 19, sedangkan kata Al-Rahman sebanyak 57
kali atau sama dengan 3 X 19, dan Al-Rahim sebanyak 115 kali. Di sini,
ia  menemukan  kejanggalan,  yang konon mengantarnya mencurigai adanya
satu ayat yang menggunakan kata rahim, yang pada hakikatnya bukan ayat
Al-Quran. Ketika itu, pandangannya tertuju kepada surah Al-Tawbah ayat
128,  yang pada mulanya tidak ditemukan oleh Zaid. Karena, sebagaimana
terbaca di atas, ayat tersebut diakhiri dengan kata rahim.

Sebenarnya,  kejanggalan  yang  ditemukannya akan sirna, seandainya ia
menyadari  bahwa  kata  rahim  pada  ayat  Al-Tawbah di atas, bukannya
menunjuk  kepada sifat Tuhan, tetapi sifat Nabi Muhammad saw. Sehingga
ide yang ditemukannya dapat saja benar tanpa meragukan satu ayat dalam
Al-Quran,  bila  dinyatakan  bahwa  kata  rahim  dalam  Al-Quran  yang
menunjuk  sifat  Allah  jumlahnya 114 dan merupakan perkalian dari 6 X
19.

Penutup
Demikianlah  sekelumit  pembicaraan  dan  bukti-bukti yang dikemukakan
para  ulama  dan  pakar,  menyangkut  keotentikan  ayat-ayat Al-Quran.
Terlihat  bagaimana  Allah  menjamin  terpeliharanya  Kitab  Suci ini,
antara lain berkat upaya kaum beriman.

Catatan kaki
1 'Abdul Halim Mahmud, Al-Tafkir Al-Falsafiy fi Al-Islam, Dar Al-Kitab
Al-Lubnaniy, Beirut, t.t., h. 50.

2 Muhammad Husain Al-Thabathabaly, Al-Qur'an fi Al-Islam, Markaz I'lam
Al-Dzikra Al-Khamisah li Intizhar Al-Tsawrah Al-Islamiyah, Teheran, h.
175.

3 Mustafa Mahmud, Min Asrar Al-Qur'an, Dar Al-Ma`arif, Mesir, 1981, h.
64-65.

4  'Abdul  Azhim  Al-Zarqaniy,  Manahil  Al-`Irfan  i `Ulum Al-Qur'an,
Al-Halabiy, Kairo, 1980, jilid 1, h. 250.

5 Ibid., h. 252.

----- Original Message ----- 
From: "oman abdurahman" <[EMAIL PROTECTED]>
To: <wanita-muslimah@yahoogroups.com>
Sent: Sunday, December 17, 2006 12:06
Subject: Re: [wanita-muslimah] Fw: Kajian mengupas tentang kebohongan NATAL


> Ya, saya pernah membaca pembahasan serupa dalam buku Rashad Khalifa, akhir
> tahun 1980-an jauh sebelum membaca tulisan pak HMNA. Kalo tidak lupa,
beliau
> - Rashad Khalif- itu insinyur pertanian dari Mesir ya? Membaca tulisan Pak
> HMNA tentang keajaiban angka 19 dalam Al Qur'an serasa membaca tulisan
> beliau.
>
> Keajaiban angka dalam Al Qur'an belakangan ada juga yang membahas dengan
> pendekatan angka 12 misalnya. Buku yang menguraikan hal itu lebih tipis
dari
> karya Rashad, namun isinya cukup simple. Jika dalam penjelasan ttg angka
19
> banyak yang menghitung penjumlahan huruf, misalnya, dalam pendekatan angka
> 12 lebih kepada jumlah kata denga berbagai kategori. Sebagai contoh, ada
> kategori jumlah waktu (bulan ada 12 dalam setahun, 2 x 12 jam dalam
sehari,
> jumlah kata ardi dan bumi sama2 kelipatan 12 dan  beberapa kata2 yang
> berlawanan lainnya - seperti matahari dan bulan, keburukan dan kebaikan
sama
> juga kelipatan 12, dst).
>
> Jika pendekatan2 itu benar , boleh jadi hal itu lebih merupakan salah
bentuk
> penjagaan teks Al Qur'an dan juga 'izazul Al Qur'an.
>
> Salam,
> manAR
>
> On 12/17/06, st sabri <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> >
> >    On Sun, 2006-12-17 at 06:10 +0800, H. M. Nur Abdurrahman wrote:
> > > Makalah MENUNJUKKAN MU'JIZAT AL QURAN DENGAN MATEMATIKA itu atas
> > > permintaan
> > > Panitia Seminar Spektrum Matematika "2000" Universitas Muhammadiyah
> > > Makassar
> > > untuk menyajikan makalah dengan judul seperti itu. Saya tidak mngambil
> > > apapun dari tulisan Rashad Khalifa, kecuali dalam hal mengambil
> > > datanya(*)
> > > tatkala menguji coba hasil pendekatan MPSK saya dalam hal menyanggah
> > > tafsiran umum: "Sebagaimana yang ditafsirkan orang pada umumnya, yang
> > > dimaksud dengan sembilan belas dalam ayat 30 adalah jumlah malaikat
> > > penjaga
> > > neraka Saqar, yaitu dengan menunjuk kepada ayat 31, yang artinya: Kami
> > > tidak
> > > adakan penjaga neraka itu melainkan malaikat-malaikat dan Kami tidak
> > > adakan
> > > bilangan mereka melainkan untuk fitnah ba gi orang-orang kafir."
> > > Menurut
> > > metode MPSK (hasil original dari saya, yang telah saya
> > > petanggung-jawabkn
> > > secara ilmiyah dalam wujud Orasi Ilmiyah yang saya sajikan pada 25
> > > Muharram 1416 H, setuju dengan 24 Juni 1995 M, pada peringatan Milad
> > > (Dies
> > > Natalis) UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA yang ke 41 (1954 - 1995)..
> > > Jadi Makalah MENUNJUKKAN MU'JIZAT AL QURAN DENGAN MATEMATIKA itu bukan
> > > plagiat. Tidak ada tulisan Rashad Khalifa yang mengupas secara detail
> > > ttg
> > > hal tafsiran umum ttg ayat 31 S. Al-Muddatstsir. Saya tantang anda
> > > untuk
> > > mengcopy paste apakah ada tulisan Rashad Khalifa tentang hal
> > > pendekatan MPSK
> > > itu.
> > ----------
> > :=))
> > saya tidak membaca secara detil buku rashad khalifa, dan tidak ingat apa
> > nama metode yg digunakan rashad khalifa. Mungkin benar penamaan metode
> > milik HMNA, saya hanya menyatakan " sebagian besar " tulisan HMNA adalah
> > tulisan Rashad Khalifa. Rashad Khalifa membahas khusus al-Muddatstsir
> > ini, masih erat hubungannya dengan misteri angka 19.
> >
> > http://submission.org/miracle/hiddensecret.html
> >
> > sekali lagi saya tekankan, sebagian besar makalah tersebut ada dalam
> > tulisan rashad khalifa.
> >
> > coba apakah audiens berpendapat sama dengan saya setelah membaca makalah
> > HMNA dan seluruh tulisan rashad khalifa.
> >
> > sebagian kecil saja mengutip, bisa disebut plagiat dalam sebuah karya
> > ilmiyah.
> >
> > saya mengakui Pak HMNA menghadirkan pengembangan, terhadap tulisan
> > Rashad Khalifa, sebagaimana dilakukan Fahmi Basyar dan Abdulsyakir.
> >
> > salam

__________________________________________________
Apakah Anda Yahoo!?
Lelah menerima spam?  Surat Yahoo! memiliki perlindungan terbaik terhadap spam  
http://id.mail.yahoo.com 

Kirim email ke