Dear akhi Sabri...yang berbahagia =====>Jaman sekarang Nama Gadis sudah tidak hilang lagi, istri saya tidak pernah dipanggil Bu Sabri :=)) baik Istri pertama maupun istri kedua. Dua-duanya selalu memperkenalkan diri dengan nama mereka sendiri dan masyarakat mengakuinya tuh. ====== Jadi akhi sabri ini punya istri dua yach.... Salam Her
st sabri <[EMAIL PROTECTED]> wrote: On Thu, 2007-01-18 at 08:14 +0000, Chae wrote: > Maksudnya begini Mba, kadang yang di akui secara hukum negara dan > hukum agama adalah para laki-laki atau suami sebagai satu-satunya > pihak yang mewakili kepentingan keluarga. > > Pada keberadaan perempuan dalam ranah publik pun jika dia berstatus > istri tidak lepas dibawah otoritas para suami. > wah ini bener-bener nggladrah, wakil keluarga adalah lelaki, IMHO, hal ini tidak menjadi masalah. Di Pekalongan dan sekitarnya apabila ada undangan slametan, maka yg mewakili keluarga adalah Suami atau anak laki-laki. Nah untuk keluarga yg berkepala keluarga perempuan (misalnya janda) maka "berkat"-nya akan dikirim ke rumahnya, meski tidak hadir di acara slametan. Ini bukan bias gender, kalo sang Ibu mau hadir ditengah para lelaki tentu saja boleh; tapi ini tidak sesuai dengan norma kepantasan publik. Di lain sisi, bila ada undangan kerja bakti atau ronda, maka keluarga janda ini TIDAK WAJIB HADIR (tidak perlu capek2 ikut kerja) rumahnya akan dibersihkan juga. Ini bentuk penghormatan pada perempuan. Di tataran lebih tinggi, misal pemilihan ketua RT, perempuan boleh kok mencalonkan diri, juga untuk RW, Lurah, Camat, Bupati, Gubernur, Presiden. Silahkan saja. Jaman sekarang Nama Gadis sudah tidak hilang lagi, istri saya tidak pernah dipanggil Bu Sabri :=)) baik Istri pertama maupun istri kedua. Dua-duanya selalu memperkenalkan diri dengan nama mereka sendiri dan masyarakat mengakuinya tuh. salam > --------------------------------- We won't tell. Get more on shows you hate to love (and love to hate): Yahoo! TV's Guilty Pleasures list. [Non-text portions of this message have been removed]