Itulah yg sampai sekarang nggak pernah ada.
Semua kegiatan kita kalo bisa di ritualkan; supaya ada penghasilan buat juru 
doa.
Mau pergi berhaji pakai selamatan, pulangnya slamatan lagi.
Calon jabang bayi 7 bulan slamatan, bayi umur beberapa bulan, bayi bisa jalan 
slamatan.
Khitanan slamatan lagi. sakit2-an, ganti nama, mau ujian slamatan lagi.
Pokoknya semua nya harus melibatkan rame2. Namanya kan slamatan jadi ya biar 
selamet selamanya :-)
Ingat cerita, dongeng Putri Tidur- sleeping beauty . Konon waktu ayahnya adakan 
slamatan ada salah satu 
dukun yg klewatan di undang maka di tenunglah sang putri raja :-)
Tradisi, budaya lokal indonesia memang banyak dengan ritual2.

Lusa besok saya juga mau mengadiri acara 7 hari-an kerabat yg baru meninggal.
Istilahnya diganti 'yasinan' makanan kecil ala kadarnya sumbangan dari kaum 
kerabat yg tidak langsung 
sedang bersedih. Sekalian untuk memberi penghiburan.
Jadi masalah biaya untuk selamatan itu tergantung bagaimana lingkungannya.
Biasanya sih bergotongroyong; Kecuali kalo gak pernah bergaul gak punya temen 
maka ongkos kesedihan 
itu ya harus ditanggung sendiri :-)
Tentang bunga di makam, saya juga menggunakan vas pakai bunga sedap malam.
Makam2 di jakarta sekarang tidak boleh lagi di semen, karena kesannya 
menyeramkan, juga tidak boleh ada bunga kamboja.
Jadi bentuk makam sekarang hanya seperti gundukan tanah di beri rumput manila 
yg tidak bagus jika 
ditaburi kembang setaman. Bunga tabur/kembang setaman menyebabkan rayap yg 
merusak rumput.
Di dalam vas akan lebih awet. Mengapa bunga sedap malam, karena hanya bunga ini 
yg tidak disukai oleh kambing :-)
Kecuali sih kalo makamnya seperti di kalibata, di semen semua, bisa pakai bunga 
tabur.

salam 
l.meilany


  ----- Original Message ----- 
  From: Aisha 
  To: keluarga-sejahtera@yahoogroups.com 
  Cc: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
  Sent: Saturday, January 27, 2007 5:14 PM
  Subject: [keluarga-sejahtera] Tahlilan


  Jadi pengajian atau selamatan atau tahlilan itu memang ritual Islam yang 
dipengaruhi agama Hindu - Budha ya Meidear? Rasulullah tidak mencontohkan 
tahlilan. Jika kaya mungkin gak ngaruh terhadap ekonomi keluarga, tapi kalau 
kondisi ekonomi buruk lalu memaksakan diri sampai ngutang, seharusnya tokoh 
agamanya ngasih tahu (atau tokoh agama yang mimpin tahlilan juga kecipratan 
rezeki dari tahlilan ini?), ketika seseorang datang ke keluarga untuk meminjam 
uang untuk tahlilan ini padahal dia tidak mampu, untuk makan dan menyekolahkan 
anaknya saja sulit, saya iseng bertanya kenapa ibu ini ngotot tahlilan. 

  Jawabannya begini, "kalau saya tidak tahlilan, arwahnya tidak akan sempurna 
dan almarhum suami saya tidak akan masuk surga". Ini kan pendapat yang salah, 
atau mungkin memang ada pendapat bahwa semakin banyak yang berdoa, maka semakin 
mulus perjalanan almarhum ke surga? Padahal yang akan meringankan atau 
memuluskan itu kan doa anaknya almarhum yang soleh, jika yang datang tahlilan 
tidak kenal dan hanya berdoa saja, kadang-kadang saya lihat mereka hanya 
sekedar membuka mulut sedikit dan menggoyang-goyangkan kepalannya, lalu 
semangat lagi matanya terbuka ketika kotak makanan dibagikan, mungkin tidak 
semua ya, ada juga yang ikhlas berdoa dan bukan datang ikut tahlil demi kotak 
makanan.

  Saya juga pernah melihat ketika orang Tionghoa meninggal, juga saat orang 
batak meninggal, mereka menangis dengan keras, rame-rame hua hua begitu. 
Katanya semakin banyak dan semakin keras menangis maka itu akan semakin baik 
untuk yang mati, padahal para ustadz selalu mengingatkan saya dan keluarga saat 
ayah meninggal untuk tidak menangis meratap, katanya jangan memberatkan 
almarhum, ikhlaskan, tanda ikhlas itu dengan tidak meratap-ratap tapi mendoakan 
dalam hati untuk kebaikan almarhum di alam barzakh. Beda-beda ya orang 
menghadapi kematian di keluarganya.

  Tentang bunga di makam, tadi nonton tv dengan ibu ada tayangan ke makam, 
orang memasukkan bunga ke vas yang ditanam di depan nisan. Saya ketawa karena 
biasanya orang menabur potongan bunga segar di atas kuburan, tapi ibu tidak 
ketawa, katanya makam bude juga pakai vas bunga, dan anak bude memasukkan bunga 
plastik ke vas itu supaya abadi:)

  salam
  Aisha
  ---------
  From: L. Meilany
  'Agama baru' itu bisa diterima kalo bisa mengadopsi tradisi, kebiasaan2 yg 
sudah turun temurun berlaku. Kalo dekat dengan Muhammadiyah dilarang 
peringatan2 tahlilan :-)
  Dulu waktu ayah saya meninggal, guru2 kami di muhammadiyah berdatangan, bukan 
sekedar untuk bertakziah saja, tapi kasih instruksi; jangan lakukan peringatan2 
apapun juga. Tapi lingkungan kami kan banyak NU, yg dibilang islam tradisional; 
jadi slamatan juga meski niatnya sedekah. Cuma sampai hari ke 7. Hari ke 40, 
100, setahun dana untuk slamatan itu di sedekahkan ke masjid. Tahlilan itu 
pengaruh agama Hindu- Budha.
  Jika di makam saya juga nggak pernah memakai tenaga pembaca doa bayaran. 
Nggak ngerti mereka ngomong apa?

  Dimasa sekarang tahlilan sering jadi konsumtif, dipaksakan. Tahlilan itu juga 
sebagai bentuk bermasyarakat. Di tempat saya ada tetangga yg kurang bergaul; 
ketika
  anaknya meninggal, dia mengadakan tahlilan, diundang semua tetangga, ahli 
tahlil dari masjid. Kitapun berkenalan; ngobrol2....akhirnya iapun ikut 
kegiatan warga.
  Di Bali kegiatan/upacara2 orang2 Hindu yg banyak pernik2nya adalah bagian 
dari ibadah mereka; yg kaya yg miskin tetap juga melaksanakannya. Jadi namanya 
ritual keagamaan tergantung dari mana melihatnya.Kalo dibikin mahal ya jadi 
mahal. Kan nggak usah undang ustadz bayaran yg terkenal, bikin buku kenangan, 
pesan makanan kotak.

  Saya sih bisa ngerti kalo ada yg berlaku aneh untuk masalah kematian ini. 
Bikin tenda, kasih rangkaian bunga2 abadi - yg terbuat dari kain/plastik. Di 
komplek pemakanan yg suka kena banjir; pernah suatu ketika mayat yg tinggal 
tulang belulang itu ter-apung2.
  Kemudian oleh ahli warisnya jasad itu dimaksukkan ke peti besi :-)
  Jika kita ditinggalkan oleh orang2 yg paling dekat, akan selalu berperasaan 
mereka hanya 
  pindah 'rumah'. Mungkin selama sebulan, setahun akan terkenang-kenang terus. 
Tahlilan, membagusi makam, ziarah itu adalah bentuk rasa akan memiliki kenangan 
mendiang semasa hidup. Pemakaman orang Tionghwa sering berada di bukit karena 
katanya supaya lebih dekat ke langit/Tuhan Di adopsi oleh raja2 Islam Jawa di 
bukit Imogiri, tangganya berjumlah 1000 untuk mencapai komplek pemakaman.

  Waktu ortu saya meninggal, saya memberesi 'hartabenda' yg tertinggal, baju2, 
buku, foto2
  Yg jika terpandang terus bikin sedih. Kata ustadz banyak kirim doa, ya 
caranya tahlilan itu.
  Katanya semakin banyak yg berdoa, maka Allah akan lebih mendengar, mungkin 
jadi brisik, kali gitu :-) Konon waktu2 itu adalah proses perjalanan menuju 
alam barzah. Dan doa2 yg dilantunkan banyak orang itu memudahkannya.

  salam 
  l.meilany
  ---------- 
  From: Aisha 
  Alhamdulillah, terima kasih ya Mba Rini, semakin jelas sekarang bahwa memang 
mengirimkan al Fatihah untuk orang yang sudah meninggal ini memang tidak ada 
aturannya dan termasuk bid'ah.

  Dan saya tertarik dengan tulisan ke 3 yang dikirimkan mba Rini tentang 
mengupah qari untuk orang yang meninggal. .............

  [Non-text portions of this message have been removed]



   

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke