IBRAHIM ISA  -   BERBAGI CERITA
Senin, 05 Januari 2007
------------------------------------------------------------

Kongko-Kongko  Dng  MICHAEL BODDEN
<, Associate Professor Indonesian Language and Literature, University
of Victoria, Canada.>

BERKENALAN  Dng Prof. MICHAEL BODDEN LEWAT E-Mail Computer

*    *    *

Yang ditulis di bawah ini,  bisa juga dibilang semacam 'ode' , 
katakanlah, suatu nyanyian-pujian terhadap para pakar dan ilmuwan
informatika, serta terhadap kemajuan luarbiasa yang  mereka telah
capai di cabang ilmu informatika dan komunikasi..

Adalah lewat media computer ini, aku bisa berkenalan dengan  teman
baru, Prof. Michael Bodden. Orang Canada sekaligus (tadinya) orang
Amerika, yang mengajar bahasa dan sastra Indonesia di Universitas
Victoria, Canada. 

Pada suatu hari kudapati di ruang penerimaan e-mail computerku,
sepucuk surat elektronik. Pengirimnya adalah Prof. Michael Bodden itu.
 Aku tanya padanya dari mana ia dapat alamat e-mail aku.  Dari Gerry
van Klinken, katanya. Gerry van Klinken adalah warganegara Australia,
seorang pakar peneliti  di salah satu lembaga ilmu sosial di Belanda.
Gerry memang kenal padaku. Nah, inilah salah satu mu'jizat kemajuan
bidang ilmu computer, iformatika, sehingga seseorang, asal saja tahu
alamat e-mail-ku,  yang terbuka tanpa menggunakan nama samaran, bisa
berhubungan langsung. Di situlah, kalau pengirim e-mail bermaksud
hendak berkenalan, dan kita meyambut tangan-perahabatan  <manus
amici>, itu , ya dapatlah kita teman baru.

*   *   *

Memang betullah, kata orang, bahwa kemajuan teknologi dewasa ini, a.l
 di bidang komunikasi, dengan ditrapkan dan dimanfaatkannya semaksimal
mungkin kemajuan ilmu  computer,  termasuk internet dan segala macam
software yang sehubungan dengan informatika, ---  sungguh menakjubkan
adanya. Bayangkan:  -- Dulu bila hendak menulis, misalnya sebuah
artikel atau esay politik,  orang pertama-tama harus memiliki
bahan-bahan yang memadai. Kalau tidak punya sendiri, terpaksalah 
pergi ke bibliotik. Atau pinjam pada kawan yang punya. Membalik
halaman buku atau dokumen sendiri atau pinjaman itu, juga makan waktu
 cukup panjang.

Sekarang pada zaman semua-semua dikomputerisasi, segala sesuatu
bersangkutan dengan mencari bahan atau dokumen, tidak susah-susah
lagi. Pasang saja computer, masuk internet, klik 'google.com',
'Britanica', atau 'Wikipedia', mau cari apa saja pasti dapat. Bisa
juga coba  dicari di tempat lainnya. Banyak  'website'  yang memuat
data-data penting. Sesudah dibaca dan dipelajari bahan yang
diperlukan, kalau mau simpan,  bisa. Kalau tidak, sesudah digunakan
di-'delete' saja.

Begitu juga bila sudah tiba waktunya menulis. Ngetik teks bisa lebih
cepat. Kalau ada yang salah, segera bisa dikoreksi. Bisa diedit
kembali. Teserah saja mau diapakan, sang computer itu akan nurut saja.
Tentu yang digunakan sebaiknya computer yang mutakhir. Aku  dalam hal
ini  memang termasuk mujur, karena selalu ada orang yang memperhatikan
apakah softwareku untuk bekerja dengan computer itu yang paling baik.

*   *   *

Hanya sesudah kenal dengan Michael Bodden ini, baru diketahui banyak
kawan bahwa,  nun jauh disana, di Universitas Victoria, Canada, 
seorang ilmuwan asing memberikan pelajaran bahasa dan sastra Indonesia
kepada para siswanya.  Terima kasih Michael!

Michael Bodden, kira-kira sudah tahu siapa aku ini, tetapi aku
samasekali tidak tahu siapa gerangan Michael Bodden. Langsung saja
kutanyakan. Silakan Anda menjelaskan, menginformasikan Anda itu siapa,
tulisku kepadanya.

Suatu ketika pernah ada orang yang kirim e-mail padaku, menanggapi
artikelku, bahkan memberikan kritik yang bagus. Aku tanya, siapa
gerangan dia. Tidak dijawab. Ingin anonim terus rupanya. Tidak ada
maksud lainnya. Cuma tidak mau dikenal siapa aslinya. Ya, pendirian
ini harus dihormati. Lain dari orang yang menggunakan macam-macam nama
samaran dengan maksud tersembunyi yang tak sehat. Tapi kawan baruku
ini, Michael Bodden, tidak demikian. 

Michael Bodden memperkenalkan dirinya kepadaku. Bahasanya baik sekali.
Jauh lebih baik dari banyak intelektuil dan elite 'kita' , yang tata
bahasanya seperti gado-gado. Lain halnya Jaap Erkelens,   sahabatku,
rekanku di Wertheim Foundation, yang duapuluh tahun lamnya bekerja di
Indonesia sebagai wakil KITLV,  bahasa Indonesianya sungguh baik.
Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Aku selalu angkat topi pada
orang asing yang menggunakan bahasaIndonesia yang baik dan benar. 

Ini  singkatan cerita Michael Bodden, dalam Bahasa Indonesia dia
sendiri, tanpa ada yang aku ubah, sbb:

'Saya lahir tahun 1956 di AS dan bersekolah-tinggi di University of
Winconsin. Saya selesai dengan PhD saya tahun 1993, dan mengajar di
University of Victoria, di pantai barat Kanada mulai 1992.

'Perjalanan pertamaku ke Indonesia tahun 1986 untuk mendalami Bahasa
Indonesia. Menetap satu tahun di Yogyakarta 19887-88 dan belajar di
Gajah Mada, jurusan Sastra Indonesia, tetapi lebih sering mengunjungi
teman-teman  dari sebuah kelompok teater yang namanya Teater
Dinasti-salah satu kelompok yang sering dibreidel Orde Baru tahun
80-an. Juga saya sempat main teater dengan kelompok Dinasti itu dua
kali. Selama tahun-tahun 90-an, saya mengajar Bahasa Indonesia,
sastra, teater, dan budaya Asia Tenggara di the University of
Victoria. Penelitian saya tentang  teater dan sastra yang kritis
terhadap rezim Orde Baeru  -- apakah itu teater dengan petani di
sebelah utara Yogya, teater buruh di sekitar Jakarta, atau
kelompok-kelompok seperti Teater Koma sampai yang lebih garde-depan,
atau novel Seno Gumira Adjidarma yang  menceritakan pembantaian
demonstrasi di Timor Timur.

'Sudah lama saya tertarik untuk tahu lebih banyak tentang sejarah
kegiatan budaya LEKRA dan kawan-kawannya karena sedikit sekali
informasi yang terbit dalam bentuk buku maupun karangan. Dua tahun
lalu, saya sempat menjadi redaksi sebuah jilid kumpulan naskah drama
Indonesia dari 1925-1965, dan saya bisa memasukkan dua karya dari
penulis-penulis yang berhubungan dengan LEKRA, yaitu 'Gerbong' , karya
Jubaar Ayub. Karena itu, saya jadi makin tertarik mengadakan
penelitian tentang kegiatan teater LEKRA selama 1950 – 1965.

Demikian sedikit ceritera Michael Bodden tentang siapa dia, kepadaku.
Aku belum tanya pendapatnya terlebih dahulu, sebelum menyiarkan
e-mailnya tsb dalam tulisanku in. Aku berusaha menghubunginya tapi dia
sedang ada urusan lain rupanya.

*   *   *

Bagiku, orang asing mana saja, yang di dalam fikirannya ada kata
'PEDULI INDONESIA',  serta mengkhayati  maksud baik dan jernih
terhadap bangsa Indonesia, hendak mengenal lebih baik bangsa dan
kebudayaan Indonesia, perjuangan dan perjalanan sejarahnya,   serta
untuk itu melakukan studi dan penelitian,  kemudian menulis tentang
hasil-hasil studinya itu,  pasti akan kusambut dengan senang hati, dan
akan membantunya sejauh kemampuanku.  

Kesanku, Michael Bodden, adalah seorang ilmuwan yang demikian itu. Ia
PEDULI INDONESIA. Lebih kongkrit lagi Michael Bodden, peduli BAHASA 
DAN SASTRA INDONESIA. Sekarang  ini ia tertarik dengan KEGIATAN BUDAYA
LEKRA, 1950-1965. Untuk itu  ia khusus melakukan penelitian dan studi.
Pasti dong harus disambut dengan segala senang hati dan  dengan hati
terbuka. 

Itulah sebabnya Michael Bodden kuperkenalkan dengan kawan-kawan dari
YSBI – Yayasan Sejarah dan Budaya Indonesia,  Soelardjo dan Chalik
Hamid. Kebetulan pada tanggal 17 Februari ini,  YSBI mengadakan
peringatan Sewindu berdirinya  YSBI. Kemarin Soelardjo telah
menyampaikan surat undangan resmi kepada  Michael Bodden yang
diterimanya dengan senang hati. Tanggal 18 Februari kawan-kawan YSBI
mengundang Michael Bopdden untuk berkongko-kongko lagi dengan mereka
di rumah Mawi, di Almere. Undangan itupun diterima dengan senang hati
oleh Michael. Aku juga bermaksud datang di kedua kesempatan itu. 

*   *   *

Tulisan ini terutama untuk memperkenalkan sahabat baru itu: MICHAEL
BODDEN. Kemarin, pada minggu yang cerah dan sang surya menampakkan
diri, ia kuajak ke 'PONDOK SARMAJI'. Nama ini, bukan nama yang
sesungguhnya. Semacam guyon, tetapi juga dari fihakku suatu
penghargaan. Karena di  'PONDOK SARMAJI'  inilah terkumpul ribuan
buku, brosur, dokumen dan guntingan s.k dll, yang berhubungan dengan
Indonesia, yang ia telah kumpulkan dan susun dalam waktu panjang.
Belakangan Sarmaji lebih memusatkan ke pendokumentasian bahan-bahan
sekitar PERISTWA 1965.  Fokus Sarmaji ini penting sekali, karena
setiap orang yang peduli sejarah Indonesia, masih akan memerlukan
waktu panjang dan terutama kejujuran dan keobyektifan dalam
mengumpulkan bahan, menstudi dan menarik kesimpulan yang benar
berkenaan dengan Peristiwa 1965. Kita gembira ada seorang teman
Indonesia seperti Sarmaji yang telah mendirikan  YAYASAN DOKUMENTASI
INDONESIA, Amsterdam.

Di Pondok Sarmaji inilah dua teman lainnya dari YSBI, Yayasan Sejarah
dan Budaya Indonesia, Soelardjo dan Khalik Hamid, bersama Sarmaji dan
teman baru Prof. Michael Bodden, kami kongko-kongko, cakap-cakap
sekitar Indonesia dan gerakan kebudayaan yang dikelola oleh LEKRA.
Dengan fokus seni teater yang digeluti oleh LEKRA.

Ketika bertemu kemarin di PONDOK SARMAJI, Michael menyampaikan
kepadaku dua paper yang  pernah ditulisnya.

Satu: 
'Workers' Theatre amd Theatre About Workers in 1990 in Indonesia'.
Dimuat di Review of Indonesia and Malaysian Affairs, 31.1 (June 1997):
37-78
Satunya lagi: 'Teter Koma's Suksesi and Indonesia's New Order', Asian
Theatre Journal, vol 14,  1997.

Pada waktunya akan kutulis lagi sekitar Michael  Bodden  sahabat
baruku. Insya Allah. *   *   *





Kirim email ke