Sosok bungkuknya tertatih-tatih saat berjalan di pagi hari. Bukan saja dikarenakan beratnya beban yang disandang. Yaitu beban berat dari sekitar 10 lembar keset anyaman perca kain. Tetapi usianya memang terlihat sudah tidak muda lagi walaupun sukar untuk menerka usia sebenarnya. Kesulitan dan penderitaan dalam mempertahankan hidup di tengah keganasan ibukota, bisa membuat orang terlihat jauh lebih tua dari usia sebenarnya. Tetapi, melihat postur tubuhnya yang sudah membungkuk, bisa diduga bahwa usianya sudah lebih dari 60 tahun. Entah seberapa tinggi badannya saat muda dulu. Yang pasti, kini tingginya tidak lebih dari batas pinggang saya..... Tidak lebih dari satu meter saja. Kakek tua itu, entah siapa namanya, bisa ditemui pada pagi hari sekitar jam 07.00 - 08.00. Dia biasa berjalan menyusuri sepanjang jalan lebak bulus I, jalan H. Nasihin, jalan lebak bulus 2 atau jalan lebak bulus 4. Di bagian salah satu dari ke empat jalan itulah kami biasa berpapasan dengannya saat mengantar anak sekolah. Kalau tidak salah dia tinggal di kawasan Cilandak Barat. Begitu jawabnya saat kami menanyakan tempat tinggalnya. Cukup jauh perjalanan dan ruang edarnya saat menjajakan dagangan. Sayangnya kami selalu luput dan merasa tergesa-gesa untuk sekedar menanyakan secara detil, lokasi tempat tinggalnya itu. Sudah beberapa bulan ini kami tidak melihatnya lagi. Entah apakah dia sehat atau dalam keadaan sakit. Badannya yang ringkih itu, tentu akan dengan mudah terserang penyakit. Atau kemungkinan yang terjelek, dia sudah dipanggil Yang Maha Kuasa?. Ah ...... Semoga dia masih sehat dan absennya menjajakan keset hanya dikarenakan hujan lebat yang akhir-akhir ini melanda Jakarta. Ingin sekali kami membantu meringankan bebannya. Apa saja yang mampu kami lakukan untuk itu, Ternyata mewujudkan keinginan tersebut tidaklah mudah. Kesempatan bertemu dengannya bagaikan menunggu undian keberuntungan yang entah kapan bisa mendatangi kami. Sangat sukar diduga. Pada kenyataannya, seringkali kami berpapasan dengannya saat sedang tergesa-gesa mengantar anak yang kesiangan bangun. Dalam kepadatan jalan, kami merasa sukar berhenti untuk sekedar menyapanya. Atau mungkin, ada rasa enggan, yang malu untuk kami akui, untuk sekedar menyapa orang kecil. Di lain waktu, pertemuan itu terjadi saat kami sedang dalam posisi yang tidak memungkinkan untuk menghentikan kendaraan. Bahkan yang paling sial adalah saat kami sama sekali tidak membawa dompet dan sementara di kotak penyimpan koin/uang di mobilpun tidak tersisa sedikit uang yang bisa diberikan padanya. Jadi hilanglah kesempatan meraih pahala..... Di lain kesempatan, saat kami berniat untuk memberikan dan sudah menyiapkan segala sesuatu untuknya, maka dia lenyap bagai di telan bumi. Tidak terlihat sosok bungkuknya yang tertatih-tatih dengan beban keset perca kain. Dan itu berlangsung hingga berhari-hari dan bahkan berminggu-minggu. Seperti saat ini.... Itu sebabnya, ketika bersiap mengantar anak berangkat ke sekolah, saya dan suami saling mengingatkan untuk membawa dompet sambil bergurau .... "Ayo..... siap-siap untuk menggapai pahala..." Lebak bulus 6 februari 2007 jam 22.30 [Non-text portions of this message have been removed]