http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/082006/22/0903.htm



      Becermin ke Singapura
      Oleh US TIARSA R.



      MEMANG yang dilakukan orang asing belum tentu
sepenuhnya cocok 
diterapkan di negeri ini. Banyak sekali sikap hidup,
perilaku, bahkan 
teknologi yang datang dari negeri lain tidak dapat
diterapkan di sini. 
Kalaupun dipaksakan melalui transparansi budaya, lama
kelamaan akan 
terjadi penolakan internal yang berakibat fatal bagi
kehidupan masyarakat. 
Karena itu karuhun Sunda punya sikap amat hati-hati
terhadap budaya 
asing. Hal itu tercermin pada babasan (ungkapan),
"dengeun geusan eunteung 
bae". Orang asing hanya sebagai cermin bukan sesuatu
yang luar biasa 
yang segala pemahamannya bisa ditelan mentah-mentah.
Akan tetapi karuhun 
Sunda tidak melarang seuweu siwina atau anak cucunya
mencari ilmu bahkan 
berguru kepada siapapun termasuk kepada orang asing.

      Sebaliknya, kita juga pernah menjadi guru bagi
bangsa Malaysia, 
Singapura, dan bangsa ASEAN lainnya. Bahwa kemudian,
bangsa kita masih 
tetap menjadi guru desa, sedangkan para murid kita
sudah hampir semua 
jadi dokter, insinyur, politisi amat piawai, harus
kita terima sebagai 
suatu kenyataan. Negara paling dekat, Singapura,
misalnya. Singapura 
bangkit menjadi negara termaju dan mitra terdepan
semua negara adidaya pada 
tahun 1979. Jadi, mengapa tidak, kita berguru kepada
bangsa dan negara 
Singapura yang notabene bekas murid kita?

      Kalau tidak mau disebut murid, ya seperti
petatah-petitihnya 
karuhun Sunda, deungeun geusan eunteung bae.
Boleh-boleh saja kita becermin 
kepada Singapura. Bercermin itu sah, dan tidak akan
menurunkan gengsi 
kita sebagai negara berpenduduk paling padat. Yang
tidak boleh itu, 
buruk rupa cermin dibelah.

      Lalu, kapan terakhir Anda ke Singapura? Siapapun
yang pulang dari 
negara "cermin" itu, pasti membawa oleh-oleh berupa
rasa kagum. Dari 
mana Singapura punya cadangan tenaga listrik begitu
melimpah? Tidak ada 
yang tahu secara rinci. Tetapi secara terbuka,
Singapura memublikasikan, 
20% kebutuhan listrik negara itu dipasok dari
pembangkit listrik tenaga 
sampah PLTS). Nah, ini baru cermin! Kita selalu
dibingungkan akibat 
sergapan sampah, orang Singapura sudah lama memproses
sampah menjadi 
energi listrik. Proses itu dalam bahasa teknologinya
disebut incineration. 
Pabrik pengolahan sampah itu di Singapura disebut
incineration plant. 
Ada tiga pabrik insinerasi berskala besar di Singapura
yang dibangun 
tahun 1979, 1986, dan 1992. Kata orang, sekarang sudah
ada empat unit 
bahkan Singapura sedang membangun dua insinerasi lagi.
Dengan enam 
insinerasi tersebut, Singapura terbebas dari sergapan
sampah dan pasokan listrik 
benar-benar aman.

      Ternyata Singapura juga pernah mengalami
"prahara sampah". 
Pemerintah Singapura nyaris kewalahan menangani
sampah. Tidak kurang dari 
7.000 ton sampah yang tidak dapat diangkut, sedangkan
TPA sudah penuh. 
Berdasarkan hasil penelitian yang sangat cermat,
pemerintah Singapura 
memilih metode pembakaran sampah dalam tungku atau
insinerasi. 
Insineratornya bukan dalam bentuk dan ukuran kecil
tetapi langsung membangun pabrik 
insinerasi.

      Menurut perhitungan orang Singapura, proses
insinerasi sangat 
efektif dan efisien karena dapat menyerap 90% sampah.
Jauh lebih efektif 
dibanding metode composting yang hanya mampu menyerap
5-7% sampah saja. 
Hasil composting berupa pupuk organik tidak memiliki
pasar yang jelas. 
Kaum petani abad ini sudah memiliki ketergantungan
terhadap pupuk 
kimia. Agar petani mau kembali menggunakan pupuk
organik, membutuhkan waktu 
lama dan pasti berdampak negatif terhadap industri
pupuk.

      Insinerasi tidak termasuk teknologi tinggi.
Prosesnya sederhana. 
Sampah yang dikumpulkan dari penduduk dibawa dengan
kontainer tertutup 
kemudian dimasukkan ke dalam bunker. Secara otomatis
sampah dalam 
bunker itu melewati mesin pemilah (magnetik
separation) yang memisahkan 
sampah organik dan anorganik. Sampah organik atau
sampah basah, dicacah 
dengan mesin pencacah baru masuk tungku. Dalam proses
pembakaran itu, 
sampah menghasilkan panas sampai 370 derajat Celcius
dan gas. Panas dan gas 
itulah yang menggerakkan turbin pembangkit listrik.

      Memang tidak linier dan sederhana seperti itu.
Masih ada komponen 
dan proses lain yang bukan konsumsi awam. Yang jelas
teknologi 
insinerasi itu tidak serumit teknologi aeronautika,
misalnya. Kalau yang kita 
lihat asas manfatnya, investasi untuk membangun pabrik
insinerasi 
tidaklah terlalu mahal. Satu unit insinerasi (IP)
menghabiskan dana antara 
85-90 miliar rupiah. Tenaga listrik yang dihasilkannya
dijual langsung 
kepada konsumen, antara lain industri baja.

      Insinerasi yang terbukti sangat baik menurut
orang Singapura, 
belum tentu cocok diterapkan di Indonesia. Buktinya,
gagasan insinerasi 
itu pernah dilontarkan Wali Kota Bandung Bapak Dada
Rosada melontarkan 
metode waste to energy (WtE) tetapi terabaikan. Banyak
orang yang 
skeptis. Bahkan orang pusat meminta agar gagasan itu
ditunda karena secara 
kalkulatif tidak menguntungkan. Investasinya terlalu
besar, hasilnya 
sangat murah, PLN hanya mau membeli Rp 5,00 per KWH.
Pertanyaannya, apakah 
kita akan menyelamatkan Bandung dari sergapan sampah
atau akan dagang 
setrum? Orang Singapura pada awalnya tidak disibukkan
dengan kalkulasi 
untung rugi. Tujuannya hanya satu, membasmi sampah
dari wajah kota. Bahwa 
hasilnya ternyata bernilai ekonomis, karena segala
sesuatunya digarap 
secara profesional.

      Kata kuncinya, atau dalam konteks cermin tadi,
main mirror-nya 
ialah disiplin. Pemerintah disiplin dalam menjalankan
fungsi dan 
peranannya. Contoh kecil dalam kaitan sampah,
kontainer pengangkut sampah di 
Singapura harus benar-benar tertutup rapat. Ada
sedikit saja air sampah 
menetes dari kontainer ke atas jalan, operatornya
dipanggil dan didenda. 
Begitu pula warga, mereka tidak punya niat sekecil
apapun, membuang 
sampah sembarangan. Apa pun metodenya, kiatnya tetap
disiplin.*** 

      Penulis, wartawan senior.
     



 
____________________________________________________________________________________
Food fight? Enjoy some healthy debate 
in the Yahoo! Answers Food & Drink Q&A.
http://answers.yahoo.com/dir/?link=list&sid=396545367

Kirim email ke