HARIAN KOMENTAR
23 February 2007 

      Datangi istana sambil bawa buku Musa dan Firaun 
      Tuntut Syariat Islam, Ba'asyir Ditolak SBY 
     


 

Amir Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) Abu Bakar Ba'asyir bersama 30-an 
pengikutnya, mendatangi Istana Presiden, Kamis (22/02) kemarin. Kedatangan 
Ba'asyir cs ini untuk meminta SBY agar menerapkan Syariat Islam dalam 
kepemimpinannya. Tapi Presiden SBY menolak menemuinya. Ba'asyir pun langsung 
mengeluarkan uneg-unegnya. 
"Mungkin takut dengan kami, kami sangat menyayang-kan. Sebagai seorang Islam, 
saudaranya mau ketemu untuk tujuan baik bukan cari uang, untuk memperingatkan, 
kenapa tidak diterima? Mudah-mudahan (Presiden SBY) diberi petunjuk oleh 
Allah," ujar Ba'asyir.


Ba'asyir sendiri berencana untuk menyerahkan surat peringatan setebal 10 
halaman. Kata Ba'asyir, kalau mengurus bangsa ini tidak menggunakan syariat 
Islam, maka Islamnya batal. "Itu sudah kami peringatkan jauh-jauh hari, 
tepatnya saat menjelang Pilpres 2004 lalu," ujar Ba'asyir, seraya mengatakan, 
kalau mau me-ngatur suatu negara, maka orang Islam harus menggunakan hukum 
Allah. 


Kedatangan Bas'ayir juga untuk menyerahkan buku berjudul Musa dan Firaun. Buku 
itu menyebutkan Firaun akan muncul lagi dalam wujud Amerika Serikat, dan Musa 
adalah pejuang Islam. Dengan menyerahkan buku tersebut, Ba'asyir berharap SBY 
bisa men-jadikannya sebagai pedoman. "Barangkali bisa menjadi bahan untuk 
selanjutnya," tukas-nya. Ba'asyir menegaskan kembali, mengingat SBY orang 
Islam, maka dia berkewajiban mengatur Negara dengan hukum Islam, dan itu tidak 
bisa dielakkan.


Katanya, tidak bisa mengurus Negara dengan baik, terutama moral masyarakat, 
kecuali hanya dengan menggunakan hukum Allah. "Contohnya, AS yang begitu besar 
tidak bisa mengatur moral rakyatnya," tegasnya. 


Pernyataan Ba'asyir itu mendapat tanggapan balik istana. "Presiden disumpah 
menjalan-kan UUD 1945 dan Pancasila. Itu saja yang menjadi pedoman Presiden 
dalam menjalankan tugas kenegaraan," kata Jubir Kepresidenan Andi Malara-ngeng 
menjawab pertanyaan wartawan di ruang kerjanya, lantai dua gedung Bina Graha, 
Jl. Veteran, Jakarta Pusat (22/02). 


Ditanya mengenai tidak diterimanya Abu Bakar Baasyir dan rombongan secara 
lang-sung oleh kepala negara, menurut Malarangeng, hal tersebut lebih 
dikarenakan masalah prosedural. Kebetulan MMI selama ini belum pernah 
mengajukan surat permintaan resmi untuk bertemu presiden."Pada dasarnya 
presiden menerima siapa saja. Tapi tadi ada acara kenegaraan, jadi tidak bisa 
diterima. Saya juga sedang mendampingi presiden, jadi tidak bisa menerima 
juga," sambung Malarangeng.(rmc/dtc


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke