Mas Wikan, Apa Salahuddin itu orang Kurdi ya, sehingga punya sifat pemurah... dan sekarang masih dilanjutkan oleh etnik Kurdi yang warganya 30 juta jiwa tapi sampai hari ini tak punya negara sendiri, :) Mereka terbagi-bagi dalam negara Turki, Siria, Irak dan Iran.
Memang perlu ada pengecekan antara kaitan "etnik" dan "karakter"nya, agar tidak salah duga seperti Pak Ical yang menganggap orang Jakarta yang kebanjiran itu happi-happi saja, dan masih ketawa-ketiwi, hahaha.... Salam, chodjim ----- Original Message ----- From: Wikan Danar Sunindyo To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Sent: Monday, February 26, 2007 6:47 PM Subject: Re: [wanita-muslimah] Re: Female minister killed for refusing to wear veil Mau nambahin Mbak Mia ... soal kepemimpinan dan tauladan sikap, saya ingat pada Shalahudin Al Ayubi, salah seorang pemimpin Islam yang arif dan bijaksana. Kebayang betapa marahnya pejuang muslim saat itu manakala mengetahui penduduk muslim di Palestina telah dibantai habis oleh tentara Salib, tapi Shalahudin tidak membabi buta dan membalas dendam kepada rakyat non-muslim. Beliau bahkan mempersilakan kepada para tawanan non-muslim untuk membebaskan diri dengan harta mereka, dan berjanji menjamin keselamatan mereka, meskipun musuh2-nya sering kali melanggar perjanjian mereka sendiri. Shalahudin Al Ayubi juga seorang yang pemurah. Manakala musuhnya, Raja Richard sakit, dia sendiri yang datang untuk mengobati. Pada saat yang dengan mudah Shalahudin menghunuskan pedang dan membunuh Raja Richard, beliau malah mengobatinya supaya Raja Richard segera sembuh dan mereka dapat meneruskan pertempuran dalam kondisi yang seimbang. Luar biasa penghormatan Sultan Shalahudin kepada agama Nasrani. Prajuritnya yang beragama Nasrani diberi kebebasan untuk menjalankan ibadah, bahkan penduduk Palestina yang beragama Nasrani lebih suka dalam perlindungan Shalahudin ketimbang dari pasukan salib yang gemar menjarah. Pertempuran yang dialami Sultan Shalahudin adalah pertempuran menegakkan kebenaran, bukan membabi buta menghancurkan agama lain. Sampai sekarang, walaupun ada yang memfitnah Sultan Shalahudin, namun keagungan namanya dan kebesaran jiwanya tetap saja menggetarkan para sejarawan perang salib dan mereka mengakuinya sebagai hal yang sulit untuk disangkal. Nah, tauladan2 semacam ini yang kita nanti2-kan dari pemimpin2, ulama2 muslim sekarang. Bagaimana dengan kebesaran jiwa dan hati mampu menundukkan kebencian dan prasangka dari kaum non-muslim. Bukan malah menebar kebencian dan prasangka kepada non-muslim. Jika kita melakukan terorisme dengan alasan kaum lain melakukan teror terhadap kaum muslim, lalu apa bedanya mereka dengan kita? wassalam, -- wikan http://wikan.multiply.com On 2/26/07, Mia <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > Pak Ary, > Kekerasan negara Amerika terhadap Palestine dan Iraq, dan sekalian > juga kekerasan yang berhubungan dengan itu dictatorship Saddam, 911, > terrorism, kekerasan terhadap lingkungan...semua itu nggak pernah > terjadi sebelumnya, maksutnya dalam skala dan konteks global yang > seperti itu. Ini saya sebut unnatural, evil, seperti begitulah. > > Seperti yang anda bilang sing waras sing ngalah. Kita orang > Indonesia nggak ngerasain begitu, makanya mungkin bisa bantu > memberikan solusi, paling nggak lesson learned untuk kita sendiri, > bahwa kekerasan melahirkan lingkaran kekerasan. Solusi kita > berangkat dari hidup yang mengakui keragaman dan egalitarian. > > Dalam skala global seperti ini, parameter 'empati' bukannya > psikologi 101, tapi mestinya lebih tersktruktur dan mencerminkan > realitas yang kompleks. Misalnya, metode partisipatoris, gaya > kepemimpinan transformasional, shared knowledge - itu adalah kiat2 > yang lebih terstruktur dalam ber-empati lintas global, itu misalnya > saja, ini bisa jadi panjang diskusinya. [Non-text portions of this message have been removed]