Begitulah upaya untuk men-Syariatkan dengan "berlebih-lebihan" :). 
Sesungguhnya Allah SWT kan tidak menyukai sesuatu yang berlebih-
lebihan bukan?:)

Saya pribadi punya pengalaman soal berwisata di Pantai Aceh, di Lhok 
Nga, waktu itu saya bersama rombongan teman-teman yang semuanya 
perempuan (sekitar 6 orang), menikmati indahnya pesona sunset. Yang 
namanya Sunset memang menjelang maghrib dan sesudahnya, kemudian 
ketika kami hendak pulang, tiba-tiba datanglah beberapa anak muda 
mengendari 4 motor yang beberapa di antaranya berboncengan. Mereka 
mendekati tempat kami duduk-duduk dan meminta kami segera 
meninggalkan tempat. Nadanya cukup keras, beberapa bahkan membentak-
bentak, teman saya yang paling senior menjawab dengan sopan bahwa 
memang kami sedang berkemas. Anak-anak muda ini (semuanya laki-
laki), mengawasi kami yang berkemas, dan salah seorang di antaranya 
berbicara dengan temannya dalam bahasa Aceh yang intinya mau 
menghajar kami kalau tidak segera pergi dari lokasi pantai. Senior 
kami yang kebetulan asli Aceh terkejut dengan kata-kata tersebut, 
dan meng-ingatkan anak muda tersebut agar menjaga sikap, karena 
dirinya juga orang Aceh dan tahu betul apa yang baru diucapkannya. 
Teman ini juga menjelaskan apa mereka tidak melihat bahwa kami 
memang sedang berkemas.

Lalu salah seorang anak muda itu mengalihkan perhatian dengan 
mengatakan bahwa mereka pemuda dari sekitar pantai yang ingin semua 
orang meninggalkan pantai untuk sholat maghrib. Tentu saja jawaban 
ini membuat teman perempuan lain jadi malah tersulut emosinya, "Lho 
kalau memang meminta kami pergi karena harus sholat magrib, kenapa 
tidak mengurus itu bapak-bapak yang juga masih santai di pantai 
sana. Lebih masuk akal menyuruh bapak-bapak itu daripada mengusir 
kami disini, karena perempuan mungkin saja sedang tidak sholat 
karena halangan". Memang saat itu ada kelompok lain 6 orang 
(semuanya) pria yang berada di lokasi tak jauh dari tempat kami, 
namun rupaya anak-anak muda ini tidak "bernyali" mengusir kelompok 
laki-laki tersebut. Jadi memang saat ini di Aceh makin sering muncul 
trend untuk "menakut-nakuti" kelompok yang dianggap lemah, termasuk 
di sini kaum perempuan.

Peristiwa hampir serupa juga terjadi beberapa bulan lalu di pantai 
sekitar Lhok Sumawe, dimana di sore hari (matahari masih terang 
benderang), kelompok bertopeng dengan mengatasnamakan kaum "muslim", 
membubarkan orang-orang dan keluarga yang sedang bersantai di 
pantai, dengan alasan "Pantai menjadi tempat mesum" ???, padahal 
saat itu jelas-jelas banyak keluarga yang pergi dengan anak-anaknya. 
Kaum ibu yang bepergian dengan anak-anaknya, tanpa suami, tentu saja 
menjadi pihak yang paling takut mendapat ancaman dan intimidasi 
seperti ini.

Saya jadi berpikir, kenapa kok menikmati keindahaan alam di pantai-
pantai, mensyukuri kuasa sang Ilahi, masuk dalam kategori sebuah 
tindakan yang dianggap "mesum"????

Sementara soal perbuatan mesum alias khalwat yang dilakukan oleh 
salah seorang anggota Polisi Syariah, saat ini masih terus menjadi 
sorotan publik di Aceh. Berbagai pihak meminta pihak Polisi Syariah 
memberlakukan hukuman yang sama (hukum cambuk), namun belum ada 
tanda-tanda hal itu akan dilakukan. Sepertinya sang polisi syariah 
sendiri juga tidak konsisten, ketika ditanyak soal hukuman yang akan 
dikenakan pada dirinya, malah dia hanya bilang siap menikahi 
perempuan yang menjadi pasangan khalwatnya.Lho menikahi orang lain 
kan bukan sebuah hukuman???:)

Tanyaken....kenapa???? :))

Wassalam

Lestari







--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, radityo djadjoeri 
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Berikut contoh kasus di Aceh yang menurut saya terlalu mengada-
ada. Bagaimana pariwisata Indonesia akan bangkit kalau begini 
jadinya? Walau kejadiannya di Aceh, namun akan berdampak luas pada 
performa Indonesia secara keseluruhan. Belum lagi kejadian baru-baru 
ini tentang berita tertangkapnya polisi maksiat di Aceh yang 
kepergok sedang berbuat mesum. Bagaimana bisa mewakili Tuhan kalau 
akhirnya berbuat nyeleweng seperti itu?
>    
>    
>    
>   -------------------------------------------------------
>   Oleh
> Murizal Hamzah
>    
>   Banda Aceh-Anda ingin piknik ke Pantai Lhok Nga, Aceh Besar? 
Mulai bulan depan, pasangan suami-istri wajib membawa buku nikah 
untuk menikmati deburan ombak di sana. Pasalnya, berdasarkan hasil 
musyawarah masyarakat Lhok Nga bersama organisasi masyarakat Islam, 
pemuda dan Muspika, pengunjung pantai wisata diminta memperlihatkan 
buku nikah. 
>   
> "Peraturan ini kami berlakukan untuk menjaga kawasan pantai dari 
berbagai maksiat. Jika tidak ada buku nikah, kami minta pasangan itu 
pulang saja," kata Fahruddin, Ketua Badan Anti Maksiat Provinsi 
Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), kepada SH, Selasa (27/3).
>   
> Fahruddin menyebutkan, peraturan ini mulai berlaku pertengahan 
April 2007 dan sekarang masih tahap sosialisasi kepada warga yang 
memasuki kawasan pantai berpasir putih ini. Kegiatan sosialisasi 
seperti membagi brosur ini melibatkan sejumlah organisasi 
kemasyarakatan (ormas) Islam, antara lain Pelajar Islam Indonesia, 
Hizbut Tahrir Indonesia, Ikatan Remaja Masjid Muhammadiyah, Pemuda 
Lhoong Raya, Badan Anti Maksiat Provinsi Aceh, personel Wilayatul 
Hisbah (Polisi Syariat) Provinsi Aceh, dan unsur pemerintah. 
>   
> Ketika ditanya sanksi yang diberikan kepada warga yang tidak 
membawa buku nikah memasuki pantai ini, Fahruddin menyatakan hingga 
kini hanya diberikan sanksi adat. "Jika pelanggaran ringan, maka 
diberikan nasihat. Jika berat, warga dibawa ke kantor desa untuk 
diproses. Kalau memungkinkan didenda," jawab Fahruddin.
>   
> Selain memantau pengunjung yang bukan muhrim dilarang memasuki 
pantai yang berjarak 17 kilometer dari Kota Banda Aceh ini, pihaknya 
juga mengimbau pengunjung agar memakai busana islami bagi umat 
muslim ketika memasuki pantai dan dilarang berkhalwat (berdua-dua 
dengan yang bukan muhrim-red). "Pemerintah Aceh dapat memberikan 
dukungan untuk mengawasi pantai dari pengunjung yang tidak 
mencerminkan syariat Islam," tuturnya.
>    
>   Terlalu Berlebihan
>   
> Nina, warga sipil Banda Aceh yang diminta tanggapan terhadap 
pemeriksaan buku nikah kepada pengunjung dan melarang pemuda-pemudi 
yang belum menikah menikmati keindahan pantai Lhoknga ini, 
menyatakan peraturan ini terlalu berlebihan.
>   
> Karyawan hotel ini menyatakan warga pergi ke Lhoknga untuk 
berenang atau menikmati keindahan pantai, jadi jangan langsung 
dianggap berbuat maksiat. "Jika warga biasa diminta menunjukkan buku 
nikah, bagaimana dengan anggota TNI dan Polri, apa mereka berani 
minta buku nikah juga kepada anggota TNI dan Polri?" Nina bertanya 
balik kepada SH, Rabu (28/3). n
>   
>    
>    
>  Copyright © Sinar Harapan 2003 
>  
>   http://www.sinarharapan.co.id/berita/0703/29/nus05.html
> 
> 
> 
> e-mail: [EMAIL PROTECTED]
>   blog: http://mediacare.blogspot.com
> 
>        
> ---------------------------------
> Ahhh...imagining that irresistible "new car" smell?
>  Check outnew cars at Yahoo! Autos.
> 
> [Non-text portions of this message have been removed]
>


Kirim email ke