Sejarah Hidup Muhammad
oleh Muhammad Husain Haekal
      
BAGIAN KESEBELAS: TAHUN PERTAMA DI YATHRIB1              (4/4)
Pertemuan tiga agama di Yathrib - 240
Muhammad Husain Haekal

http://media.isnet.org/islam/Haekal/Muhammad/Yathrib4.html#240
 
Orang-orang  Yahudi  merasa  sesak  napas  terhadap  Muhammad.
Terpikir  oleh  mereka  akan  melakukan tipu-daya terhadapnya,
akan  meyakinkannya  sampai  ia  keluar  meninggalkan  Medinah
seperti  yang  terjadi karena gangguan-gangguan Quraisy dahulu
sampai ia dan sahabat-sahabatnyapun keluar meninggalkan Mekah.
 
Lalu mereka mengatakan kepadanya, bahwa para rasul sebelum dia
semua pergi ke Bait'l-Maqdis dan memang di sana tempat tinggal
mereka. Jika dia juga memang benar-benar seorang rasul,  iapun
akan  berbuat  seperti  mereka,  dan  kota  Medinah  ini  akan
dianggapnya sebagai kota perantara dalam hijrahnya dulu antara
Mekah  dengan  al-Masjid'l-Aqsha.  Akan tetapi, apa yang sudah
mereka kemukakan  kepadanya  itu  bagi  Muhammad  tidak  perlu
lama-lama  berpikir  untuk  mengetahui,  bahwa  mereka  sedang
melakukan tipu-muslihat terhadap dirinya. Pada saat itu  Tuhan
mewahyukan kepadanya, menjelang tujuhbelas bulan ia tinggal di
Medinah, untuk menghadapkan  kiblatnya  ke  al-Masjid'l-Haram,
Rumah Ibrahim dan Ismail:
 
"Kami  sebenarnya  melihat  wajahmu  yang menengadah ke langit
itu. Akan Kami hadapkan mukamu ke arah kiblat  yang  kausukai.
Hadapkan  mukamu  ke  arah  al-Masjid'l-Haram. Dimana saja kau
berada hadapkanlah mukamu kearah itu." (Qur'an, 2: 142-143)
 
Orang-orang Yahudi ternyata menyesalkan kejadian  itu.  Sekali
lagi  mereka  berusaha  memperdayakannya,  dengan  mengatakan,
bahwa mereka akan mau jadi pengikutnya  kalau  ia  kembali  ke
kiblat semula. Di sini firman Tuhan menyebutkan:
 
"Dari  orang-orang  yang  masih  bodoh akan mengatakan: Apakah
yang menyebabkan  mereka  berpaling  dari  kiblat  yang  dulu.
Katakanlah:  Timur  dan Barat itu kepunyaan Allah. DipimpinNya
siapa yang disukaiNya ke jalan yang lurus.  Begitu  juga  Kami
jadikan kamu suatu umat pertengahan, supaya kamu menjadi saksi
kepada umat manusia, dan Rasulpun menjadi saksi kepadamu.  Dan
Kami  jadikan  kiblat  yang  biasa kaupergunakan itu, hanyalah
untuk menguji siapa  pula  yang  berbalik  belakang.  Dan  itu
memang berat, kecuali bagi mereka yang telah mendapat pimpinan
Tuhan." (Qur'an, 2: 144)

Waktu sedang sengit-sengitnya terjadi polemik antara  Muhammad
dengan  orang-orang  Yahudi  itu,  delegasi pihak Nasrani dari
Najran tiba di Medinah, terdiri dari enampuluh buah kendaraan.
Diantara  mereka  terdapat  orang-orang terkemuka, orang-orang
yang sudah mempelajari dan menguasai seluk-beluk agama mereka.
Pada  waktu  itu  penguasa-penguasa  Rumawi yang juga menganut
agama Nasrani sudah memberikan kedudukan,  memberikan  bantuan
harta,    memberikan    bantuan    tenaga   serta   membuatkan
gereja-gereja dan kemakmuran buat  kaum  Nasrani  Najran  itu.
Boleh  jadi delegasi ini datang ke Medinah hanya karena mereka
sudah  mengetahui  adanya  pertentangan  antara  Nabi   dengan
orang-orang   Yahudi,   dengan   harapan   mereka  akan  dapat
mengobarkan  pertentangan  itu  lebih  hebat  sampai   menjadi
permusuhan  terbuka.  Dengan demikian orang-orang Nasrani yang
berada di perbatasan Syam dan  Yaman  dapat  membebaskan  diri
dari  intrik-intrik  Yahudi  dan  sikap permusuhan orang-orang
Arab.
 
Dengan datangnya delegasi ini dan polemiknya dengan Nabi serta
dibukanya  kancah  pertarungan  theologis  yang  sengit antara
orang-orang Yahudi, Nasrani dan Islam maka ketiga agama  Kitab
ini  sekarang  berkumpul.  Dari  pihak  Yahudi,  mereka memang
menolak samasekali ajaran  Isa  dan  Muhammad,  yang  dasarnya
karena  sikap  keras  kepala,  seperti  yang sudah kita lihat.
Mereka mendakwakan bahwa 'Uzair itu putera Allah. Sedang pihak
Nasrani,  paham  mereka  adalah  Trinitas  dan menuhankan Isa.
Sebaliknya Muhammad, ia mengajak orang  kepada  keesaan  Tuhan
dan  kepada  kesatuan rohani yang sudah diatur oleh alam sejak
awal yang ajali sampai pada akhir yang abadi - sejak dunia ini
berkembang  sampai  ke  akhir  zaman.  Orang-orang  Yahudi dan
Nasrani itu bertanya kepadanya,  kepada  siapa-siapa  diantara
para rasul itu ia beriman. Ia menjawab:
 
"Kami  beriman  kepada Allah dan apa yang diturunkanNya kepada
kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim,  Ismail,  Ishaq,
Ya'qub serta anak-cucunya, dan apa yang telah diberikan kepada
Musa dan Isa serta  apa  yang  telah  diberikan  Tuhan  kepada
nabi-nabi.  Kami  tidak  membeda-bedakan  seorangpun  diantara
mereka, dan kamipun patuh kepadaNya." (Qur'an 2: 136)
 
Ia  sangat  menyesalkan  sikap  mereka  yang  sifatnya  hendak
menimbulkan  keraguan dengan cara bagaimanapun tentang keesaan
Tuhan.  Diingatkannya  mereka,  bahwa  mereka  telah  mengubah
kata-kata  dari aslinya dalam kitab-kitab mereka itu dan bahwa
mereka ternyata berlainan haluan dari apa yang telah  ditempuh
oleh   para  nabi  dan  rasul-rasul  yang  sudah  mereka  akui
kenabiannya, dan bahwa apa yang diajarkan oleh Isa, oleh  Musa
dan oleh mereka yang sudah terdahulu, sedikitpun tidak berbeda
dari apa yang diajarkannya sekarang. Apa yang telah  diajarkan
mereka  itu, adalah Kebenaran Abadi yang akan tampak jelas dan
sederhana sekali bagi setiap orang yang berjiwa pantang tunduk
selain  kepada  Tuhan  Yang  Mahaesa. Ia akan melihat Alam ini
sebagai  suatu  kesatuan  yang  tak  terpisah-pisah.  Ia  akan
melihatnya  dengan  pandangan  hati  nurani  yang lebih tinggi
diatas segala kehendak dan tujuan yang bersifat sementara,  di
atas  segala  dorongan  materi;  lepas  dari sifat tunduk buta
kepada segala ilusi dan angan-angan orang  awam,  kepada  yang
diterimanya dari nenek-moyang mereka.

Dimanakah ada suatu pertemuan yang hakekatnya lebih besar dari
pertemuan yang kini dialami oleh Yathrib? Tiga  agama  bertemu
di  tempat  ini,  yang  sampai  sekarang  saling  mempengaruhi
perkembangan dunia. Di  tempat  ini  ketiganya  bertemu  untuk
suatu tujuan dan cita-cita yang tinggi dan mulia. Ini bukanlah
suatu  pertemuan  ekonomi,  juga  bukan  dengan  suatu  tujuan
materi,  yang  sampai saat ini dikejar-kejar dunia namun tiada
juga berhasil - melainkan tujuannya adalah rohani semata-mata.
Dalam  hal  Nasrani  dan  Yahudi  ini,  dibelakangnya  berdiri
ambisi-ambisi politik  serta  keinginan-keinginan  orang-orang
beruang  dan  berkuasa.  Sebaliknya Muhammad, tujuannya adalah
rohaniah dan perikemanusiaan semata-mata, yang jalannya  telah
ditunjukkan   Tuhan   kepadanya   dengan   bentuk   kata  yang
dialamatkan  kepada  orang-orang  Yahudi  dan  Nasrani   serta
seluruh umat manusia. DikatakanNya kepada mereka:
 
"Katakanlah;  'Orang-orang  Ahli  Kitab! Marilah kita menerima
suatu istilah yang sama antara kami dengan kamu: bahwa tak ada
yang  akan  kita  sembah  selain  Allah, dan bahwa kita takkan
mempersekutukanNya dengan apapun, dan tidak pula  antara  kita
saling  mempertuhankan satu sama lain, selain daripada Allah.'
Tetapi kalau mereka menyimpang juga, katakanlah: 'Saksikanlah,
bahwa kami ini orang-orang Muslimin.'" (Qur'an, 3: 64)
 
Apa  pula  yang  akan dapat dikatakan oleh orang-orang Yahudi,
yang akan dapat dikatakan oleh orang-orang Nasrani  atau  oleh
yang  lain,  mengenai  ajakan  ini:  Jangan  menyembah apa dan
siapapun selain Allah, jangan  mempersekutukanNya  dan  jangan
pula  saling  mempertuhankan  satu  sama  lain selain daripada
Allah! Bagi jiwa yang benar-benar  jujur,  jiwa  manusia  yang
telah  mendapat  kehormatan  dengan  adanya  akal  pikiran dan
perasaan, tidak bisa lain tentu akan beriman kepada ini, tanpa
yang  lain.  Akan  tetapi, dalam arti hidup manusia, disamping
segi rohani, juga  ada  segi  materinya.  Kelemahan  ini  yang
membuat  kita dapat menerima pihak lain menguasai kita, dengan
jalan membeli nyawa kita, jiwa kita,  kalbu  kita.  Ilusi  ini
yang  telah  membunuh  kehormatan,  perasaan serta cahaya hati
nurani manusia. Segi materi ini, yang tergambar  dalam  bentuk
harta  dan  kekayaan, dalam kepalsuan gelar-gelar dan pangkat,
yang telah membuat Abu Haritha - salah seorang Nasrani  Najran
yang paling luas ilmu dan pengetahuannya - pernah mengeluarkan
isi hatinya kepada salah seorang teman, bahwa  ia  yakin  pada
apa   yang   dikatakan  Muhammad  itu.  Setelah  temannya  itu
bertanya:
 
"Apa lagi yang masih merintangi kau menerima ajarannya,  kalau
kau sudah mengetahui ini?"
 
"Yang  masih  merintangi  aku  ialah  apa yang sudah diberikan
orang kepada kami," jawabnya. "Kami  sudah  diberi  kedudukan,
diberi  harta dan kehormatan. Dan yang mereka kehendaki supaya
kami menentangnya. Kalau kuterima ajakannya  itu  tentu  semua
yang kaulihat ini akan dicopot dari kami."
 
Kepada  ajaran  inilah orang-orang Yahudi dan Nasrani itu oleh
Muhammad diajak. Orang-orang Nasrani diajaknya saling berdoa,9
sedang  dengan  pihak  Yahudi sudah ada perjanjian perdamaian.
Dalam  pada  itu   pihak   Kristen   telah   pula   mengadakan
permusyawaratan  antara  sesama mereka, yang hasilnya kemudian
diberitahukan kepadanya, bahwa mereka tidak akan saling berdoa
dan  akan  membiarkannya  ia  dengan  agamanya  itu dan mereka
kembali kepada  agama  mereka.  Tetapi  mereka  juga  melihat,
betapa  cenderungnya  Muhammad  menjalankan keadilan itu, yang
juga diikuti jejaknya oleh sahabat-sahabatnya. Oleh karena itu
mereka   minta   supaya  ada  seorang  yang  dapat  dikirimkan
bersama-sama mereka guna mengadili masalah-masalah  yang  bagi
mereka  sendiri  masih  merupakan perselisihan pendapat. Dalam
hal  ini  Muhammad  mengutus  Abu  'Ubaida  ibn'l-Jarrah  guna
memutuskan hal-hal yang diperselisihkan itu.

Peradaban  yang batu pertamanya telah diletakkan oleh Muhammad
dengan ajaran-ajaran serta teladan yang diberikannya itu, kini
sudah makin diperkuat lagi. Terpikir olehnya sekarang dan oleh
sahabat-sahabatnya   dari   kalangan   Muhajirin,    bagaimana
seharusnya  sikap,  dan  keadaan mereka menghadapi Quraisy itu
suatu pemikiran yang tak pernah mereka  lupakan  sejak  mereka
hijrah  dari  Mekah.  Motif  yang  mendorong  mereka  berpikir
demikian banyak sekali. Di Mekah ini  terletak  Ka'bah,  Rumah
Ibrahim,   tempat  mereka  dan  semua  orang  Arab  berziarah.
Dapatkah mereka melepaskan diri dari kewajiban suci yang sejak
dulu mereka jalankan sampai pada waktu mereka dikeluarkan dari
Mekah? Disana masih tinggal keluarga mereka yang mereka cintai
dan  yang  mereka  sayangkan  bila masih tetap dalam kehidupan
syirik.   Di   sana   harta-benda   dan   perdagangan   mereka
ditinggalkan,  yang  telah  disita oleh Quraisy tatkala mereka
hijrah. Kemudian lagi, tatkala mereka memasuki Medinah, mereka
diserang  penyakit demam, sehingga bukan main penderitaan yang
mereka alami. Mereka sembahyangpun sambil duduk.  Makin  keras
mereka merindukan Mekah. Mereka telah dikeluarkan secara paksa
dari  Mekah,  seolah  mereka   keluar   sebagai   pihak   yang
dikalahkan.  Dan  tidak  pula menjadi adat orang-orang Quraisy
dapat bersabar terhadap ketidakadilan serupa itu atau menyerah
tanpa  mengadakan  pembalasan.  Disamping  semua dorongan itu,
dorongan naluri juga  merangsang  mereka,  yakni  nostalgia  -
rindu   kampung   halaman,   kampung   halaman  tempat  mereka
dilahirkan, tempat mereka dibesarkan. Dengan bumi ini,  dengan
tanahnya  yang  lapang, gunungnya, airnya, dengan semua itulah
pertama kali mereka bicara, pertama  kali  mereka  bersahabat.
Diatas  secercah  tanah  inilah  mereka dipupuk tatkala mereka
masih kecil dan di sana  pula  tempat-tinggal  mereka  sesudah
mereka  besar.  Kesana hati orang dan perasaannya terikat, dan
untuk  itu  pula  dengan  segala  kekuatan  dan  hartanya   ia
pertahankan. Dikorbankannya semua tenaga dan hidupnya. Sesudah
mati, di tempat itu harapannya akan dikuburkan. Ia mau kembali
kedalam tanah tempat ia dijadikan itu.
 
Naluri  inilah  yang lebih keras mendorong hati kaum Muhajirin
daripada  motif-motif  lain.  Selalu  terpikir   oleh   mereka
bagaimana  seharusnya  sikap  mereka  itu  menghadapi Quraisy.
Tetapi yang sudah terang, sikap itu  bukanlah  sikap  menyerah
atau  sikap menghambakan diri. Sudah cukup sabar mereka selama
tigabelas tahun terus-menerus  menanggung  penderitaan.  Agama
tidak  membenarkan adanya sikap lemah, putus asa atau menyerah
bagi mereka  yang  sudah  menanggung  penderitaan  dan  sampai
hijrah karenanya.
 
Apabila   sikap   permusuhan  itu  memang  dibenci  dan  tidak
dibenarkan, sebaliknya yang diperkuat  dan  dianjurkan  adalah
sikap  persaudaraan,  tapi di samping itu yang juga diharuskan
ialah membela  diri,  membela  kehormatan,  membela  kebebasan
beragama  dan membela tanah-air. Untuk membela inilah Muhammad
mengadakan Ikrar 'Aqaba yang kedua  dengan  penduduk  Yathrib.
Tetapi   bagaimanakah   kaum  Muhajirin  itu  akan  menunaikan
kewajibannya kepada Tuhan, kepada  Rumah  Suci,  kepada  tanah
air,  Mekah  yang  mereka  cintai  itu?  Kearah inilah politik
Muhammad dan kaum Muslimin itu ditujukan,  sampai  selesai  ia
kelak   menaklukkan   Mekah,  dan  agama  Allah  serta  seruan
kebenaranpun akan terjunjung tinggi.
 
Catatan kaki:
 
 1 Yathrib nama kota Medinah. Dalam terjemahan ini dua
   sebutan Yathrib dan Medinah sama-sama dipakai (A).
   
 2 'Ala rib'atihim atau riba'atihim menurut kebiasaan
   baik yang berlaku (N, LA) (A).
   
 3 Yata'aqalun, 'saling memberi dan menerima diat' (N)
   atau tebusan darah (A).
   
 4 Suku atau batn ialah anak-kabilah, lebih kecil dari
   kabilah (A).
   
 5 Dalam at-Bidaya wan-Nihaya oleh ibn Kathir disebut
   Syatana.
   
 6 Sya'ir termasuk famili Graminea yang mungkin lebih
   dekat kepada jenis jelai daripada gandum (A).
   
 7 Sawiq semacam bubur dibuat dari gandum atau jelai
   dicampur dengan kurma (A).
   
 8 Tharid biasanya hidangan roti yang dibasahi dengan
   kuah kaldu dan daging (A).
   
 9 Yula'inu, sama maksudnya dengan Yabtahilu, atau
   mubahala yang dalam terjemahan ini dipakai kata saling
   berdoa. Nabi mengusulkan kepada pihak Kristen mengadakan
   suatu mubahala, suatu pertemuan khidmat, dengan
   masing-masing pihak yang mempertahankan pendiriannya
   berdoa sungguh-sungguh kepada Ailah, agar Tuhan
   menjatuhkan laknat kepada pihak yang berdusta.
   "Barangsiapa membantah engkau tentang itu, sesudah
   datang pengetahuan padamu, katakanlah: Marilah kita
   kumpulkan anak-anak kami dan anak-anak kamu,
   wanita-wanita kami dan wanita-wanita kamu, diri kami
   sendiri dan diri kamu, kemudian kita berdoa
   sungguh-sungguh kepada Allah. Kita mintakan agar laknat
   Tuhan dijatuhkan kepada pihak yang dusta." (Qur'an, 3:
   61). Mereka yang benar-benar murni dan benar-benar yakin
   takkan ragu-ragu dalam hal ini. Tetapi pihak Kristen
   disini ternyata mengundurkan diri. (A)
 
---------------------------------------------
S E J A R A H    H I D U P    M U H A M M A D
 
oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
 
Penerbit PUSTAKA JAYA
Jln. Kramat II, No. 31 A, Jakarta Pusat
Cetakan Kelima, 1980

Kirim email ke