Yth. Pak Satriyo,

Terimakasih sudah memberi masukan, soal hubungan, karena waktu itu 
bapak pernah mengomentari tulisan saya tentang pakaian perempuan 
aceh yang berhubungan dengan budaya dan sejarahnya. Dalam komentar 
itu bapak "seolah-olah" lebih tahu sejarah Aceh daripada saya, dan 
mempertanyakan apakah acuan saya tentang busana perempuan Aceh hanya 
berdasarkan lukisan (setelah itu saya sudah menjelaskan lebih detil 
bahwa acuan saya buku-buku sejarah dan foto-fotonya). Nah karena 
barangkali pengetahuan Pak Satriyo memang lebih luas tentang Aceh 
dan budayanya, maka saya menanyakan solusi dari sebuah kasus di Aceh 
yang lain.

Untuk komentar bapak point satu, barangkali memang bisa saya 
koreksi, bahwa setelah setahun lebih saya berada di Aceh dan 
berdiskusi dengan lebih dari 100 orang korban Tsunami secara 
terpisah, saya mendapatkan informasi akurat dari para korban bahwa 
yang terjun menolong pertamakali setelah beberapa hari setelah 
tsunami adalah tentara dari Spanyol, Amerika, dan juga Australia, 
dengan bantuan medis, kebutuhan makanan, dan lainnya. Inilah yang 
menurut saya menyebabkan fenomena "benci tapi cinta" dari masyarakat 
Aceh terhadap orang-orang asing ini, bagaimana tidak, sejak dulu ada 
anggapan orang asing = orang kaphe (yang di stereotype kurang baik 
di Aceh), namun ternyata ketika bencana melanda, mereka inilah yang 
sangat besar jasanya menolong masyarakat Aceh.  Sekali lagi ini 
langsung dari saksi hidup lho Pak, dan bukan ekspose dari media 
massa semata. Pihak Saudi Arabia sendiri secara resmi, melalui 
keterangan pers-nya, mengungkapkan bantuan yang berkaitan dengan 
medis, dan sebagainya diturunkan pada bulan Mei 2005 (5 bulan 
setelah tsunami). Saya pribadi kebetulan juga mengenal baik salah 
seorang relawan dari Saudi Charity yang memberikan bantuan pemberian 
sembako 10 ribu paket (9 ribu paket di Aceh, dan 1000 paket di Nias) 
saat bulan puasa, Oktober 2005 (10 bulan setelah tsunami).

Untuk point kedua, soal kemiskinan menuju kekufuran, sejak awal kita 
semua sepakat, yang menjadi pertanyaan saya, bagaimana solusinya? 
Bagaimana mengangkat masyarakat Islam keluar dari kemiskinan? 
bagaimana pula masyarakat Islam yang lebih kaya/mampu mau tetap 
peduli dengan masyarakat Aceh yang masih tinggal di barak-barak?
Karena tampaknya yang menjadi trend di Aceh ini, semua pihak 
meyalahkan pihak lain/pihak asing dengan isu kristenisasi, tetapi 
tidak ada solusi dari dalam untuk mengatasi masalah ini:(


Wassalam


Lestari 


--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "satriyo" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Kaitan saya dulu pernah mengomentari jilbab dengan solusi (yang 
> mana?) itu apa ya? Ga ada alasan lain ...?
> ;-]
> 
> Sementara ini komentar saya adalah:
> [1] yang saya tahu, yang pertama datang ke daerah bencana dan 
> langsung mengupayakan pertolongan adalah dari Arab Saudi dan bukan 
> negara barat (kafir) spt yang diekspos media massa dan diterima 
bgt 
> saja tanpa selidik/cross-check. Mereka dengan warga setempat 
langsung 
> menolong mereka yang selamat dan membagi-bagikan bantuan baik 
makanan 
> maupun uang. Maaf jika saya salah tapi ini dari relawan Aceh yang 
> tiba di sejumlah daerah bencana di aceh.
> [2] soal kristenisasi dan kemiskinan, memang benar bahwa dari dulu 
> hingga sekarang, dengan cara halus dan 'kasar' (walau ketika 
> dikonfirmasi tidak ada yang mengaku) kalangan kristiani lokal dan 
> manca negara rajin mengupayakan ummat islam masuk kristen. 
Banyaklah 
> data akurat dan konkrit kalau sudi mempercayai.
> 
> Sementara sekian. Maaf jika oot atau off track.
> 
> salam,
> satriyo
> ;-]


Kirim email ke