Chae wrote:
> 
> 
> Saya pikir bahwa ada pemahaman dalam umat Islam yang memandang bahwa
> Iman lebih tinggi kedudukanya daripada akal. Padahal dalam sejarah
> kenabian ada juga ditunjukan ketika posisi akal lebih dominan daripada
> Iman. Misalnya ketika pencarian Tuhan yang dilakukan oleh Nabi
> Ibrahim. Tapi ada juga ditunjukan kekuatan Iman yang lebih dominan
> daripada akal seperti yang ada pada kisah2 Nabi Isa as.
> 
> Nah pada case Nabi Musa as berguru kepada Nabi Khidir mana yang lebih
> dominan akal atau Iman??;))
> 

saya setuju Iman diposisikan berderajat lebih tinggi dari akal; namun 
sinergi Iman & Akal sebuah kemutlakan tanpa bisa ditawar.

sampai dengan selesainya Khulafa'ur Rasyiddin, sains Islam belum 
berkembang; pada masa itu arab masih setia pada tradisi pengembangan 
ilmu sastra dan kalam.

Sains Arab-Persi berkembang pesat pada masa dinasti abbasiyah, mencapai 
puncak pada masa Kaisar Al-Makmun dan Harun Al-Rasyid. Pencapaian sains 
Islam pada tingkat demikian tinggi karena Pemerintah Abbasiyah memanggil 
pakar dari berbagai belahan dunia (terutama : Yunani, India, China) 
untuk menuliskan karya mereka di bagdhad, membentuk tim penterjemah 
untuk men-terjemahkan kitab2 tsb kedalam bahasa arab. Dalam bidang 
matematika kita tidak bisa menafikan peranan Yunani dan India dalam 
bidang teknologi tidak mungkin menafikan peranan China.

Pusat sains "Islam" lain adalah cordova, dimana segala macam kebudayaan 
bersinergi menjadi satu membentuk "budaya baru"; budaya keilmuan.

Islam sangat menjunjung tinggi akal, hitung saja berapa jumlah ayat yg 
memerintahkan "menggunakan akal". Tapi akal harus bekerja dengan 
bimbingan Iman.


-- 

Registered User :
Linux # 421968
Ubuntu # 13604

Kirim email ke