> Pak Sabri,
> 
> Kalo bicara linux dan ubuntu, mungkinkah pak Sabri kenal dengan pak
> Prihantoosa? Beliau teman lama saya sejak sama-sama di Nurul
> Fikri ... ;-]

Kayaknya cuma kenal nama sih, saya khan "muallaf" di bidang Perlinux-an, 
gak seperti Prihantoosa dan Tim Rimba Linux yg sudah masuk ke jenjang 
menggunakan open source sebagai "basis" bisnis. Pak Rusmanto (PemRed) 
Majalah info-Linux hanya kenal di milis :=)) kami baru akan memulai 
aktifitas ini menjadi lebih serius dengan melanjutkan pengembangan Linux 
BlankOn atau membuat distro baru, silahkan berpartisipasi di 
http://wiki.ubuntu-id.org/DistroBaru

Partisipasi bisa dlam bentuk apa saja, pemaket, penulis script, tester, 
distributor, artis, mengirim VCD / DVD Kosong, menyediakan space 
hosting, mencetak stiker, atau kirim mentahnya saja (Uang).

Distro Baru ini diharapkan khas indonesia bersanding dengan milik 
pemerintah : IGOS-Nusantara. Ke Depan untuk versi edukasinya, akan 
mencoba membantu pendidikan tingkat SD. Tapi ini kerja besar. Sementara 
masih dalam pembentukan tim pemgembang distro baru. Mas DWS, He-Man, Muh 
Syafii dan pakar2 IT seharusnya bisa bergabung nih memperkuat tim. 
Visinya, kalo misi berhasil, developer dan personil yg terlibat akan 
"digaji" :=))


> Soal pandangan, saya setuju dengan pak Sabri. Yang namanya buah
> pikiran tentu merujuk kepada si empunya pikiran, atau pandangan. Tapi
> tidak tersurat/eksplisit mencantumkan " ... ini adalah pandangan
> (nama)..." pun secara umum akan dipahami bila seseorang yang
> mengeluarkan pandangan itu pasti pandangan dia, selama dia bisa
> bertanggung-jawab untuk itu, di antaranya dengan berdialog dengan
> publik dan melakukan penjelasan agar pandangannya itu dimengerti ...
> entah kelak terbukti pandangannya itu salah atau benar, sesuai
> persepsi/nalar mereka yang menjadi target pandangannya itu.
> 
> soal subjektifitas, saya juga setuju pak. Tentu manusia tanpa
> bimbingan hidayah dan taufiq dari Ar-Rahman, yang ada hanya
> subjektifitas, atau bahkan angan-angan kosong, sesuai firman Allah,
> bisa berwujud sebagai 'tradisi nenek moyang' atau 'kata si fulan yang
> punya kuasa atau otoritas tertentu' ... .

Ya Pak Satriyo, banyak manusia kadang merasa mewakili "Islam", atau 
bahkan "Tuhan". Banyak yg merasa mewakili "rakyat". Sebagai contoh 
nyata. GW Bush merasa mewakili umat manusia seluruh dunia untuk 
menghapus "terorisme" dan dia melakukannya dengan "teror" yang sama. FPI 
juga demikian setali tiga uang dengan GW Bush. Munculah tindak-tindak 
arogan, anarkis dan tak terpuji. Mengkudeta "Kuasa Tuhan". FPI, menurut 
saya sudah mengkudeta Kuasa Tuhan, mereka mengira Gusti Allah tidak 
mampu menutup bar, panti pijit porno, majalah playBoy sehingga mereka 
bertindak atas nama-NYA. Saya beriman, akan mudah bagi Gusti Allah 
melibas playBoy, bar, diskotik dll .... kenapa tidak dilakukan? Ya itu 
khan hak prerogatif Gusti Allah, kita "sabar" saja menerimanya.

> Justru dengan fakta itulah para intelektual, baik dari kalangan ulama
> salaf dan khalaf, juga sarjana non-muslim sejak zaman pencerahan,
> selalu menyertakan bibliotik/maraji/daftar pustaka, apendix, index,
> catatan kaki, dll. untuk sec tdk langsung menunjukkan betapa
> pemikiran mereka itu selalu berlandaskan kepada yang sudah terlebih
> dahulu memiliki pandangan. Walau ada saja yang tidak jujur dan tidak
> mencantumkan pemikiran orang yang ia gunakan. Atau di awalnya ia akui
> dalam karyanya bahwa ia mengacu kpd pemikiran seseorang tapi kemudian
> dia nafikan itu, one way or another.

Pak Satriyo pasti lebih ngerti dari saya dalam soal ini. Para 
Muhaditstun-lah yg pertama kali menyusun "IJAZAH", atau otentifikasi 
hadits. Ketentuan ini berkembang semakin luas dengan prinisp yang sama. 
Tapi akar dari sistem "Ijazah" juga sudah dikembangkan oleh filsuf 
China, India, Yunani dalam karya-karya mereka.

Ilmu Pengetahuan dengan sifat empiriknya, semakin hari semakin 
berkembang dengan sumbangan manusia dari berbagai bangsa; bisa dengan 
mudah dicari di gugel, bagaimana diagram pohon perkembangan Aljabar / 
Algebra misalnya.
> 
> ya boleh-boleh saja bagi yang mempertanyakan hal yang sudah taken for
> granted ini, tapi bagi saya tetap saja berlebihan ... kec ada maksud
> lain dari pertanyaan itu. iya kan pak? kecuali di milis ini level
> rata-rata anggotanya adalah sekolah menengah ... mungkin itu wajar
> untuk bertanya dalam rangka memastikan pemahaman yang sama atas satu
> hal, spt soal 'pandangan' ini misalnya. maaf kalo saya tdk pas
> berkomentar, tapi itu pandangan saya.
> 
> terima kasih buat sharingnya pak Sabri.
> 
> salam,
> satriyo
> ;-]

saya memang hanya mengantongi ijazah sekolah menengah, kebetulan 
orangtua saya amat miskin dulu, meski saya lulus tes di STAN tapi ortu 
tidak mampu mendukung membiayai biaya hidup, akhirnya saya jadi kuli 
proyek di tanah kalimantan timur pada umur 19 tahun (lulus sma).

banyak "pengetahuan" di tingkat universitas hanya saya dapat dari 
membaca bukunya doank, seperti : Metodologi Riset, Filsafat Ilmu 
Pengetahuan, Kalkulus Lanjutan, Instrumentasi, Manajemen, Akustik dll.

salam
-- 

Registered User :
Linux # 421968
Ubuntu # 13604


Kirim email ke