Hmm ... yang membuat saya geleng-geleng adalah mendengar talkshow Dorce yang menampilkan ibu yang suka-rela berhubungan badan dengan anak laki-lakinya, walau si ibu bilang dengan mata ditutup ...!
Dan yang membuat saya geleng-geleng adalah Dorce-nya, bukan si ibu dan aksi gilan-nya ...! Apa ini tidak masuk sosialisasi maksiat? Ada yang bisa menjawab? salam, satriyo --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Lina Dahlan" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > Wa'alaikumussalam wr wb, > ... > Saya juga kembali teringat pada perbincangan lama. Andaikan saja > sesungguhnya talak itu telah jatuh namun kedua suami istri ini tidak > mengerti bhw telah haram bagi mereka untuk berhubungan (krn telah > jatuh talak tsb) dan mereka kembali melakukan hubungan intim suami > istri, lalu mereka punya anak dr hubungan itu maka jadilah anak itu > anak diluar nikah. Maka tak aneh bila dikehidupan dunia kini > hubungan ayah dan anak kandung menjadi aneh bin ajaib karena telah > terjadi pelanggaran rambu2Nya shgg menimbulkan konsekwensi. > Sedangkan secara ilmu kejiwaan akan dijelaskan bhw hubungan ayah dan > anak kandung yang aneh ini merupakan salah satu kelainan jiwa > (psikis). > > wassalam, > --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Rahima" <rahima2000@> > wrote: > > > > Assalamu'alaikum. > > > > Mbak Lina, saya postingkan tanya jawab pembaca dengan KH. > Muhyiddin Abdusshomad di edisi 19 majalah SWARA RAHIMA, yang dapat > juga diakses di > > http://www.rahima.or.id/SR/19-06/TJ.htm .Mudah-mudahan cukup > informatif dan membantu. > > > > Wassalam > > > > > > AD.Kusumaningtyas (Nining) > > Koor. Dokumentasi dan Informasi RAHIMA > > Pusat Pendidikan dan Informasi Islam dan Hak-hak Perempuan. > > > > > > > > Dapatkah "Talak" Jatuh dalam Keadaan Marah? > > Oleh K.H. Muhyiddin Abdush Shomad > > > > Pertanyaan: > > Pak Kyai yang terhormat, nama saya MR, seorang ibu rumah tangga > yang juga bekerja dan telah menikah selama 3 tahun. Saya telah > dikarunia seorang puteri yang cantik dan lincah yang kini telah > berusia 2 tahun. > > > > Akhir-akhir ini, saya sedang mengalami masalah keluarga. Saya dan > suami sama-sama keras dan tidak mau mengalah satu sama lain. Hal ini > membuat kami sering bertengkar. Namun ada kebiasaan buruk suami saya > ketika kami tengah bertengkar, yaitu suka mengucapkan kata cerai. > Hal ini membuat saya tak tahu lagi harus berbuat apa, karena saya > merasa suami sudah tidak lagi sayang dan cinta pada saya. Terkadang > saya ingin melepaskan diri dari penderitaan dan beban batin seperti > ini, sehingga membuat saya mengemasi barang dan kembali ke rumah > orang tua di ibukota. Saya juga mengurus surat pindah agar tidak > kehilangan pekerjaan saya. Namun setiap kali melihat si Kecil, > rasanya hati saya tak tega dan tetap ingin bertahan serta kembali > pada suami saya. > > > > Pak Kyai, apa yang harus saya lakukan? Mengingat suami saya tak > mau menjemput saya ke rumah orang tua dengan alasan bahwa kabur dari > rumah itu adalah kesalahan saya. Menurutnya, kalau saya berani > meninggalkan rumah sendiri saya juga harus berani untuk pulang > kembali ke rumah sendiri. > > > > Saya ingin bertanya pada Pak Kyai, dapatkah "cerai/talak" itu > jatuh dalam keadaan marah? Siapa yang berhak untuk menjatuhkan > putusan talak atau cerai itu? Dapatkan perceraian jatuh begitu saja, > tanpa konsekuensi logis bagi kedua belah pihak? Dan yang terakhir, > dapatkah perkawinan kami diselamatkan? Lalu apa yang mesti kami > lakukan untuk membangun kembali keluarga sakinah, mawaddah, wa > rahmah? Terimakasih atas jawabannya. > > > > Wassalam > > MR, di sebuah kawasan di luar P. Jawa. > > > > Jawaban: > > Ibu MR yang saya hormati, berikut jawaban dari pertanyaan Ibu: > > Pertama, al-Qur'an mengajarkan bahwa ketika perselisihan antara > suami dan istri sudah memuncak, sebaiknya menunjuk hakam (juru > damai) dari kedua belah pihak yang bertugas untuk mencarikan solusi > terbaik dari kemelut yang terjadi sebagaimana firman Allah dalam QS. > Al-Nisa' 35. Ini menunjukkan bahwa agama menginginkan agar suatu > perkawinan itu langgeng dan kekal. Karena perkawinan itu dimulai > dengan sesuatu yang indah, maka usahakan keindahan itu langgeng dan > terus menghiasi kehidupan berumah tangga. Kalaupun harus diakhiri, > hendaklah dilakukan dengan baik dan meminimalisir dampak buruk yang > akan ditimbulkannya. Firman Allah SWT: > > > > "Dan ceraikanlah mereka itu dengan cara yang sebaik-baiknya." (QS. > Al-Ahzab 49) > > > > Kedua, dalam aturan talak, pihak yang memiliki hak talak adalah > suami. sementara istri memiliki kewenangan untuk memutuskan ikatan > pernikahan melalui khulu' dan fasakh. Istilah di Pengadilan Agama > adalah gugat cerai. Namun talak itu tidak cukup dengan niat saja, > tetapi harus diucapkan. Dari tinjauan agama, semua ulama sepakat > bahwa talak harus diucapkan. > > > > Apakah ucapan itu harus disaksikan atau tidak? Terjadi perbedaan > pendapat di kalangan ulama. Imam Malik, Abu Hanifah dan salah satu > pendapat dari madzhab Syafi'i mengatakan bahwa persaksian itu > hukumnya sunnah. Tetapi Ibnu Juraih menceritakan bahwa Atho' > berpendapat talak wajib dipersaksikan sebagaimana kewajiban adanya > saksi dalam pernikahan dan ruju'. (Tafsir al-Shawi, juz IV hal 280, > Tafsir Ibnu Katsir juz IV, hal 486). Dalil yang digunakan adalah > firman Allah SWT: > > > > "Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah > mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan > persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan > hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah... (QS. Al- > Thalaq: 2) > > > > Selanjutnya, talak dianggap sah apabila diucapkan dalam keadaan > sadar dan tanpa paksaan. Talak yang diucapkan ketika emosi memuncak > dan kemarahan yang menyebabkan hilangnya ingatan, atau kendali atas > ucapan dan perbuatan, dianggap tidak sah. Jika kemarahan itu tidak > sampai pada batas tersebut, maka talak yang diucapkan dihukumi sah. > Dan inilah yang sering terjadi di masyarakat. (I'anah al-Thalibin, > juz IV hal 5, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, juz VII, hal365 ) > > > > Ketiga, konsekwensi dari adanya talak adalah hilangnya kebolehan > melakukan hubungan seksual. Setelah talak juga ada iddah (masa > tenggang setelah bercerai, sebelum keduanya benar-benar berpisah). > Hal itu bertujuan untuk memberikan kesempatan terakhir pada suami > dan istri untuk berpikir, berefleksi dan mengoreksi tentang apa yang > telah perbuat. > > > > Selama masa iddah beberapa hak dan kewaijban dalam perkawinan > masih berlaku. Suami tetap wajib memberikan nafkah sandang, pangan > dan papan kepada istri. Dan Istri tidak diperkenankan menikah atau > menerima pinangan orang lain selama masa iddahnya belum selesai, > dengan harapan agar kedua belah pihak dapat bersatu dan kembali > lagi. Inilah yang disebut dengan ruju', yakni komitmen disertai > ucapan untuk kembali lagi merajut tali pernikahan yang dihancurkan > oleh badai perceraian tanpa harus menyertakan mas kawin. Namun, > ruju' hanya boleh dilakukan pada masa iddah dan pada talak satu dan > dua. Artinya jika masa iddah dari talak satu dan dua telah selesai, > atau telah terjadi talak tiga, maka tidak ada ruju'. > > > > Dengan tiga pertimbangan inilah persoalan yang ibu hadapi dapat > dijawab oleh hukum Islam. Untuk menentukan status pernikahan ibu, > dan apakah boleh kembali lagi (ruju') atau harus akad nikah lagi, > maka harus dilihat dulu ucapan yang disampaikan suami. Namun jika > kita mengikuti pendapat yang mengatakan bahwa talak harus > dipersaksikan, maka apa yang diucapkan oleh suami ibu tidak termasuk > talak. Karena dalam aturan perundangan di Indonesia, talak harus > diucapkan dan diikrarkan di depan hakim Pengadilan Agama. Kita > sebagai warga negara yang baik tentu harus mematuhi aturan tersebut. > (QS. Al-Nisa' 59) > > > > Prinsipnya kami sangat mendukung keinginan Ibu untuk kembali > kepada suami demi anak Karena bagaimanapun perceraian akan > memberikan dampak yang kurang baik bagi perkembangan jiwa anak. > Komitmen untuk kembali membangun keluarga sakinah, mawaddah wa > rahmah merupakan cita-cita luhur dan sangat didambakan oleh semua > pasangan. Namun untuk mewujudkannya memang tidak segampang yang > diucapkan. Kedua belah pihak dituntut untuk mengesampingkan ego > masing-masing dan harus saling mengalah. Rumah tangga sakinah adalah > rumah tangga yang dibangun atas dasar saling pengertian, penghargaan > dan kasih sayang. ] > > > > > &&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&& > &&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&& > > > > > > ----- Original Message ----- > > From: Lina Dahlan > > To: wanita-muslimah@yahoogroups.com > > Sent: Monday, May 21, 2007 3:53 PM > > Subject: [wanita-muslimah] Re: Cerai halal atau haram? > > > > > > Mas Satriyo, > > Kalo seorang suami mengucapkan sekaligus "talak tiga", apakah > > langsung jatuh talak tiga. Ada dua pendapat dalam hal ini, ada > yang > > bilang tetep jatuh talak satu namun ada yang bilang dah langsung > > jatuh talak tiga. > > > > Ini bener2 kejadian pada seorang teman. > > > > wassalam, > > --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "satriyo" <efikoe@> > wrote: > > > > > > Terima kasih mba Lina. > > > > > > Kebetulan tadi pagi sebelum jalan kerja saya sempat bincang > dengan > > > istri tercinta tentang talak ini, maklum infotainment masih > belum > > > yakin untuk mau mendobrak 'bad news is good news'. Intinya ya > > memang > > > tidak ada dalil atau nash yang menyatakan 'Allah membenci > suatu > > hal > > > yang halal' krn kalimat itu kontradiktif by logic, tidak > mungkin > > yang > > > halal itu dibenci Allah. Dan talak itu emergency exit yang > bagi > > laki- > > > laki hanya bisa dilakukan maks 3x. > > > > > > Soal cerai/talak, memang jelas Allah nyatakan itu dalam Qs. > 4:35, > > > bahwa sebelum yakin talak maka hendaklah ada upaya islah, > selain > > > sejumlah ayat seputar talak, Qs 2:227,229,231,232,236,237; > > 33:4,39; > > > 58:2-3; dan 65:1. > > > > > > salam, > > > satriyo > > > > > > --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Lina Dahlan" > > > <linadahlan@> wrote: > > > > > > > > Adapun hadits yang mengatakan bahwa "perkara halal yang > dibenci > > > > Allah adalah thalaq (cerai)," yaitu hadits yang diriwayatkan > > oleh > > > > Abu Dawud (no. 2178), Ibnu Majah (no. 2018) dan al-Hakim > > (II/196) > > > > adalah hadits lemah. Hadits ini dilemahkan oleh Ibnu Abi > Hatim > > > > rahimahullaah dalam kitabnya, al-'Ilal, dilemahkan juga oleh > > Syaikh > > > > Al-Albani rahimahullaah dalam Irwaa-ul Ghaliil (no. 2040). > > > > > > > > Meskipun thalaq (cerai) dibolehkan dalam ajaran Islam, akan > > tetapi > > > > seorang suami tidak boleh terlalu memudahkan masalah ini. > Ketika > > > > seorang suami akan menjatuhkan thalaq (cerai), ia harus > berfikir > > > > tentang maslahat (kebaikan) dan mafsadah (kerusakan) yang > > mungkin > > > > timbul akibat perceraian agar jangan sampai membawa kepada > > > > penyesalan yang panjang. Ia harus berfikir tentang dirinya, > > > > isterinya dan anak-anaknya, serta tanggung jawabnya di > hadapan > > > > Allah 'Azza wa Jalla pada hari Kiamat. > > > > > > > > Cuplikan dari 'Rumah Tangga Yang Ideal'nya Al-Ustadz Yazid > bin > > > Abdul > > > > Qadir Jawas. > > > > > > > > Wassalam, > > > > > > > > --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "satriyo" <efikoe@> > > wrote: > > > > > > > > > > --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Wikan Danar > Sunindyo" > > > > > <wikan.danar@> wrote: > > > > > > > > > > > > Agama Islam masih mending ya ... memperbolehkan > institusi > > > > perceraian, > > > > > > walaupun dibenci oleh Tuhan, ketimbang agama Katolik > yang > > tidak > > > > > > membolehkan perceraian. Yang Mbak Lina ceritakan ini > mungkin > > > pada > > > > > > masalah pelaksanaannya, di mana sang pria tidak secara > jantan > > > > > > menceraikan istrinya, malah memukuli istrinya. > > > > > > > > > > > > > > > > Apakah memang ada ayat atau hadis yang menyebutkan bahwa > > > > perceraian > > > > > itu 'dibenci Allah'? Ada yang bisa bantu menjawab? > > > > > > > > > > salam, > > > > > satriyo > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > [Non-text portions of this message have been removed] > > >