--- In [EMAIL PROTECTED], "agung pribadi" <[EMAIL PROTECTED]> 
wrote:

 Keteladanan Shalahuddin Al-Ayyubi dalam Perang Salib     

Cetak halaman ini         
Kirim halaman ini melalui E-mail

Selasa, 15 Mei 2007, www.hidayatullah.com

Bermula dari perebutan wilayah Palestina, peperangan pasukan
Kristen-Islam berlangsung sekitar 174 tahun.  Bagaimana akhlaq Islam
dari peristiwa ini?

Hidayatullah.com--"Pemandangan mengagumkan akan terlihat. Beberapa
orang lelaki kami memenggal kepala-kepala musuh; lainnya menembaki
mereka dengan panah-panah, sehingga mereka berjatuhan dari
menara-menara; lainnya menyiksa mereka lebih lama dengan memasukkannya
ke dalam api menyala. Tumpukan kepala, tangan, dan kaki terlihat di
jalan-jalan kota. Kami berjalan di atas mayat-mayat manusia dan kuda.
Tapi ini hanya masalah kecil jika dibandingkan dengan apa yang terjadi
di Biara Sulaiman, tempat dimana ibadah keagamaan kini dinyanyikan
kembali. Di sana, para pria berdarah-darah disuruh berlutut dan
dibelenggu lehernya."

Kisah di atas bukan skenario film yang fiktif, tapi sungguh-sungguh
pernah terjadi. Itu adalah pengakuan seseorang bernama Raymond, salah
satu serdadu Perang Salib I. Pengakuan ini didokumentasikan oleh
August C Krey, penulis buku The First Crusade: The Accounts of
Eye-Witnesses and Praticipants (Princeton and London: 1991).

Bagi kaum Muslimin, Perang Salib I (1096-1099) memang menyesakkan.
Menurut catatan Krey, hanya dalam tempo dua hari, 40.000 kaum Muslimin
dan Yahudi di sekitar Palestina, baik pria maupun wanita, dibantai
secara massal dengan cara tak berperikemanusiaan. Cara pembantaiannya
tergambar dalam pengakuan Raymond di atas.

Sepak Terjang Tentara Salib

Sejak tentara Islam yang dipimpin Khalifah Umar bin Khattab (638 M)
yang berhasil membebaskan Palestina dari dari kekaisaran Byzantium
(Romawi Timur) sampai abad ke-11 M, Palestina berada di bawah
pemerintahan Islam dan merupakan kawasan yang tertib dan damai.
Orang-orang Yahudi, Nasrani, dan Islam hidup bersama. Namun kedamaian
itu seolah lenyap ditelan bumi begitu Tentara Salib datang melakukan
invasi.

Ceritanya bermula ketika orang-orang kekhalifahan Turki Utsmani
merebut Anatolia (Asia Kecil, sekarang termasuk wilayah Turki) dari
kekuasaan Raja Byzantium, Alexius I. Raja ini kemudian minta tolong
kepada Paus Urbanus II, guna merebut kembali wilayah itu dari
cengkeraman kaum yang mereka sebut "orang kafir".

Paus Urbanus II segera memutuskan untuk mengadakan ekspedisi
besar-besaran yang ambisius (27 November 1095). Tekad itu makin
membara setelah Paus menerima laporan bahwa Khalifah Abdul Hakim—yang
menguasai Palestina saat itu—menaikkan pajak ziarah ke Palestina bagi
orang-orang Kristen Eropa. "Ini perampokan! Oleh karena itu, tanah
suci Palestina harus direbut kembali," kata Paus.

Perang melawan kaum Muslimin diumumkan secara resmi pada tahun 1096
oleh Takhta Suci Roma. Paus juga mengirim surat ke semua raja di
seluruh Eropa untuk ikut serta. Mereka dijanjikan kejayaan,
kesejahteraan, emas, dan tanah di Palestina, serta surga bagi para
ksatria yang mau berperang.

Paus juga meminta anggota Konsili Clermont di Prancis Selatan—terdiri
atas para uskup, kepala biara, bangsawan, ksatria, dan rakyat
sipil—untuk memberikan bantuan. Paus menyerukan agar bangsa Eropa yang
bertikai segera bersatu padu untuk mengambil alih tanah suci
Palestina. Hadirin menjawab dengan antusias, "Deus Vult!" (Tuhan
menghendakinya!)

Dari pertemuan terbuka itu ditetapkan juga bahwa mereka akan pergi
perang dengan memakai salib di pundak dan baju. Dari sinilah bermula
sebutan Perang Salib (Crusade). Paus sendiri menyatakan ekspedisi ini
sebagai "Perang Demi Salib" untuk merebut tanah suci.

Mobilisasi massa Paus menghasilkan sekitar 100.000 serdadu siap
tempur. Anak-anak muda, bangsawan, petani, kaya dan miskin memenuhi
panggilan Paus. Peter The Hermit dan Walter memimpin kaum miskin dan
petani. Namun mereka dihancurkan oleh Pasukan Turki suku Seljuk di
medan pertempuran Anatolia ketika perjalanan menuju Baitul Maqdis
(Yerusalem).

Tentara Salib yang utama berasal dari Prancis, Jerman, dan Normandia
(Prancis Selatan). Mereka dikomandani oleh Godfrey dan Raymond (dari
Prancis), Bohemond dan Tancred (keduanya orang Normandia), dan Robert
Baldwin dari Flanders (Belgia). Pasukan ini berhasil menaklukkan kaum
Muslimin di medan perang Antakiyah (Antiokia, Suriah) pada tanggal 3
Juni 1098.

Sepanjang perjalanan menuju Palestina, Tentara Salib membantai
orang-orang Islam. Tentara Jerman juga membunuhi orang-orang Yahudi.
Rombongan besar ini akhirnya sampai di Baitul Maqdis pada tahun 1099.
Mereka langsung melancarkan pengepungan, dan tak lupa melakukan
pembantaian. Sekitar lima minggu kemudian, tepatnya 15 Juli 1099,
mereka berhasil merebut Baitul Maqdis dari tangan kaum Muslimin. Kota
ini akhirnya dijadikan ibukota Kerajaan Katolik yang terbentang dari
Palestina hingga Antakiyah. .

Teladan Shalahuddin Al-Ayyubi

Pada tahun 1145-1147  berlangsung Perang Salib II. Namun pada
peperangan ini tidak terjadi pertempuran berarti karena ekspedisi
perang tentara Eropa yang dipimpin oleh Raja Louis VII dari Perancis
gagal mencapai Palestina. Mereka tertahan di Iskandariyah lalu kembali
ke negara asalnya.

Perang besar-besaran baru terjadi sekitar empat dasawarsa berikutnya
pada Perang Salib III (1187-1191). Pada masa itu, Kekhalifahan Islam
terpecah menjadi dua, yaitu Dinasti Fathimiyah di Kairo (bermazhab
Syi'ah) dan Dinasti Seljuk yang berpusat di Turki (bermazhab Sunni).
Kondisi ini membuat Shalahuddin Al-Ayyubi, panglima perang Dinasti
Fathimiyah, merasa prihatin. Menurutnya, Islam harus bersatu untuk
melawan Eropa-Kristen yang juga bahu-membahu.

Melalui serangkaian lobi, akhirnya Shalahuddin Al-Ayyubi berhasil
menyatukan kedua kubu dengan damai. Pekerjaan pertama selesai.
Shalahuddin kini dihadapkan pada perilaku kaum Muslimin yang tampak
loyo dan tak punya semangat jihad. Mereka dihinggapi penyakit wahn
(cinta dunia dan takut mati). Spirit perjuangan yang pernah dimiliki
tokoh-tokoh terdahulu tak lagi membekas di hati.

Shalahuddin lantas menggagas sebuah festival yang diberi nama
peringatan Maulid Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Tujuannya untuk menumbuhkan dan membangkitkan spirit perjuangan. Di
festival ini dikaji habis-habisan sirah nabawiyah (sejarah nabi) dan
atsar (perkataan) sahabat, terutama yang berkaitan dengan nilai-nilai
jihad.

Festival ini berlangsung dua bulan berturut-turut. Hasilnya luar
biasa. Banyak pemuda Muslim yang mendaftar untuk berjihad membebaskan
Palestina. Mereka pun siap mengikuti pendidikan kemiliteran.

Shalahuddin berhasil menghimpun pasukan yang terdiri atas para pemuda
dari berbagai negeri Islam. Pasukan ini kemudian berhasil mengalahkan
Pasukan Salib di Hittin (dekat Acre, kini dikuasai Israel) pada 4 Juli
1187. Pasukan Kristen bahkan akhirnya terdesak dan terkurung di Baitul
Maqdis.

Dua pemimpin tentara Perang Salib, Reynald dari Chatillon (Prancis)
dan Raja Guy, dibawa ke hadapan Shalahuddin. Reynald akhirnya dijatuhi
hukuman mati karena terbukti memimpin pembantaian yang sangat keji
kepada orang-orang Islam. Namun Raja Guy dibebaskan karena tidak
melakukan kekejaman yang serupa.

Tiga bulan setelah pertempuran Hittin, pada hari yang tepat sama
ketika Nabi Muhammad diperjalankan dari Mekah ke Yerusalem dalam Isra'
Mi'raj  (bertepatan 2 Oktober 1187), pasukan Shalahuddin memasuki
Baitul Maqdis. Kawasan ini akhirnya bisa direbut kembali oleh pasukan
Islam setelah 88 tahun berada dalam cengkeraman musuh.

Sejarawan Inggris, Karen Armstrong, menggambarkan, pada tanggal 2
Oktober 1187 itu, Shalahuddin dan tentaranya memasuki Baitul Maqdis
sebagai penakluk yang berpegang teguh pada ajaran Islam yang mulia.
Tidak ada dendam untuk membalas pembantaian tahun 1099, seperti yang
dianjurkan Al-Qur`an dalam surat An-Nahl ayat 127: "Bersabarlah (hai
Muhammad) dan tiadalah kesabaran itu melainkan dengan pertolongan
Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan
janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan."

Permusuhan dihentikan dan Shalahuddin menghentikan pembunuhan. Ini
sesuai dengan firman dalam Al-Qur`an: "Dan perangilah mereka sehingga
tidak ada fitnah lagi dan agama itu hanya untuk Allah. Jika mereka
berhenti (memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan lagi, kecuali
terhadap orang-orang yang zhalim." (Al-Baqarah: 193)

Tak ada satu orang Kristen pun yang dibunuh dan tidak ada perampasan.
Jumlah tebusan pun disengaja sangat rendah. Shalahuddin bahkan
menangis tersedu-sedu karena keadaan mengenaskan keluarga-keluarga
yang hancur terpecah-belah. Ia membebaskan banyak tawanan, meskipun
menyebabkan keputusasaan bendaharawan negaranya yang telah lama
menderita. Saudara lelakinya, Al-Malik Al-Adil bin Ayyub, juga sedih
melihat penderitaan para tawanan sehingga dia meminta Salahuddin untuk
membawa seribu orang di antara mereka dan membebaskannya saat itu 
juga.

Beberapa pemimpin Muslim sempat tersinggung karena orang-orang Kristen
kaya melarikan diri dengan membawa harta benda, yang sebenarnya bisa
digunakan untuk menebus semua tawanan. [Uskup] Heraclius membayar
tebusan dirinya sebesar sepuluh dinar seperti halnya tawanan lain, dan
bahkan diberi pengawal pribadi untuk mempertahankan keselamatan harta
bendanya selama perjalanan ke Tyre (Libanon).

Shalahuddin meminta agar semua orang Nasrani Latin (Katolik)
meninggalkan Baitul Maqdis. Sementara kalangan Nasrani Ortodoks--bukan
bagian dari Tentara Salib—tetap dibiarkan tinggal dan beribadah di
kawasan itu.

Kemenangan tentara Islam yang dipimpin Shalahuddin membuat marah dunia
Kristen. Mereka kemudian mengirimkan pasukan gabungan Eropa yang
dipimpin Raja Perancis Phillip Augustus, Kaisar Jerman  Frederick
Barbarossa dan Raja Inggris Richard "Si Hati Singa" (the Lion Heart).

Pada masa ini pertempuran berlangsung sengit. Pada tahun 1194, Richard
yang digambarkan sebagai seorang pahlawan dalam sejarah Inggris,
memerintahkan untuk menghukum mati 3000 orang Islam, yang kebanyakan
di antaranya wanita-wanita dan anak-anak. Tragedi ini berlangsung di
Kastil Acre.

Suatu hari, Richard sakit keras. Mendengar kabar itu, Shalahuddin
secara sembunyi-sembunyi berusaha mendatanginya. Ia mengendap-endap ke
tenda Richard. Begitu tiba, bukannya membunuh, malah dengan ilmu
kedokteran yang hebat Shalahudin mengobati Richard hingga akhirnya 
sembuh.

Richard terkesan dengan kebesaran hati Shalahuddin. Ia pun menawarkan
damai dan berjanji akan menarik mundur pasukan Kristen pulang ke
Eropa. Mereka pun menandatangani perjanjian damai (1197). Dalam
perjanjian itu, Shalahuddin membebaskan orang Kristen untuk
mengunjungi Palestina, asal mereka datang dengan damai dan tidak
membawa senjata. Selama delapan abad berikutnya, Palestina berada di
bawah kendali kaum Muslimin.

 ***

Perang Salib IV berlangsung tahun 1202-1204. Bukan antara Islam dan
Kristen, melainkan antara Takhta Suci Katolik Roma dengan Takhta
Kristen Ortodoks Romawi Timur di Konstantinopel (sekarang Istambul,
Turki).

Pada Perang Salib V berlangsung tahun 1218-1221. Orang-orang Kristen
yang sudah bersatu berusaha menaklukkan Mesir yang merupakan pintu
masuk ke Palestina. Tapi upaya ini gagal total.

Kaisar Jerman, Frederick II (1194-1250), mengobarkan Perang Salib VI
(1228), tapi tanpa pertempuran yang berarti. Ia lebih memilih
berdialog dengan Sultan Mesir, Malik Al-Kamil, yang juga keponakan
Shalahuddin. Dicapailah Kesepakatan Jaffa. Isinya, Baitul Maqdis tetap
dikuasai oleh Muslim, tapi Betlehem (kota kelahiran Nabi Isa
`alaihis-salaam) dan Nazareth (kota tempat Nabi Isa dibesarkan)
dikuasai orang Eropa-Kristen.

Dua Perang Salib VII (1248-1254) dan Perang Salib VIII (1270)
dikobarkan oleh Raja Perancis, Louis IX (1215-1270). Tahun 1248 Louis
menyerbu Mesir tapi gagal dan ia menjadi tawanan. Perancis harus
menyerahkan emas yang sangat banyak untuk menebusnya.

Tahun 1270 Louis mencoba membalas kekalahan itu dengan menyerang
Tunisia. Namun pasukannya berhasil dikalahkan Sultan Dinasti Mamaluk,
Bibars. Louis meninggal di medan perang.

Sampai di sini periode Perang Salib berakhir. Namun, beberapa
sejarawan Katholik menganggap bahwa penaklukan Konstantinopel (ibukota
Byzantium, Romawi Timur) oleh Sultan Muhammad II Al-Fatih dari Turki
(1453) juga sebagai Perang Salib. Penaklukan Andalusia, kawasan
Spanyol Selatan yang diperintah dinasti Bani Ummayyah, oleh Raja
Ferdinand dan Ratu Isabella (1492), juga dianggap Perang Salib.*
[Agung Pribadi, Pambudi.)

--- End forwarded message ---


Kirim email ke