Sabtu, 28 Apr 2007,
Cari Hari Jadi Jatim ke Belanda

Anggota DPRD Jatim Ramai-Ramai ke Luar Negeri
SURABAYA - Derasnya protes terhadap rencana kunker
(kunjungan kerja) DPRD Jatim ke luar negeri tidak
mengendurkan semangat anggota dewan. Buktinya,
masing-masing komisi tetap melanjutkan perizinan.
Kemarin, komisi A (hukum dan pemerintahan) sudah
mendapatkan kepastian berangkat ke Belanda. Tujuannya,
menelusuri hari jadi Jatim.

Ketua Komisi A Sabron Djamil Pasaribu membenarkan
bahwa komisinya sudah pasti berangkat ke Belanda.
"Tanggal pastinya saya tidak ingat. Yang jelas Mei
ini," ujarnya.

Berdasar informasi yang didapatkan Jawa Pos, komisi A
bakal dibagi menjadi dua kloter. Kloter pertama
berangkat pada 19 Mei, lalu disusul kloter kedua pada
25 Mei.

Sabron menyatakan, kunker tersebut bertujuan mencari
kepastian tentang hari jadi Jatim. "Belanda memiliki
arsip yang lebih lengkap daripada Jatim. Kami bisa
mengetahui sejarah Jatim dari arsip-arsip di Belanda,"
ungkap kader Partai Golkar tersebut.

Kepergian komisi A ke Belanda bukan kali pertama.
Setahun lalu, Sabron juga mengunjungi Negeri Kincir
Angin tersebut dengan tujuan yang sama, yakni
menelusuri hari jadi Jatim. Dia juga mengakui hal
tersebut. Namun, politikus bercambang lebat itu
menyatakan bahwa kunker terdahulu berbeda jauh
dibandingkan sekarang. "Dulu kan saya diajak Biro
Arsip untuk melihat apakah di sana benar-benar ada
data atau tidak. Nah, sekarang kami datang lagi untuk
menentukan hari jadi Jatim," tegasnya.

Kunker komisi A itu menjadi pergunjingan di pemprov.
Sebab, beberapa waktu lalu, pemprov sebenarnya
membentuk tim pencari fakta (TPF) untuk menelusuri
hari jadi Jatim. TPF sudah mendapatkan serta arsip
tentang sejarah Jatim. Dari hasil kajian, TPF dan
pemprov menyatakan bahwa hari jadi Jatim jatuh pada 19
Agustus. Penetapan itu sudah dimasukkan dalam
rancangan perda Hari Jadi Jatim yang kini digodok
panitia legislasi dewan. Nah, komisi A dinilai hanya
akan mendompleng hasil kerja TPF.

Sebagaimana diberitakan, seluruh anggota dewan kini
bersiap-siap kunker ke LN. Sesuai skenario, rombongan
akan dibagi menjadi dua gelombang. Masing-masing
anggota dewan mendapatkan sangu Rp 50 juta. Karena
jumlah anggota dewan ada 100 orang, otomatis APBD yang
bakal tersedot mencapai Rp 5 miliar.

Rencana kunker tersebut memancing protes berbagai
kalangan. Dewan dinilai tidak memiliki hati nurani
karena bersikeras kunker di tengah penderitaan korban
lumpur Porong serta tingginya angka kemiskinan di
Jatim. BM PAN dan gabungan LSM mengancam akan
men-sweeping Bandara Juanda untuk memaksa dewan
membatalkan kunker.

Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI) Jatim
mengancam akan menggugat dewan jika tidak bisa
membuktikan bahwa kunker tersebut benar-benar
bermanfaat bagi masyarakat Jatim. Namun, ancaman itu
tidak menciutkan ambisi dewan. Mereka tetap bersikeras
kunker ke LN.

Sementara itu, kemarin, DPW Partai Bintang Bulan (PBB)
Jatim secara resmi juga menolak kunker dewan ke LN.
Mereka juga melarang satu-satunya kader PBB di dewan,
Abdussalam Syah, mengikuti kunker kontroversial itu.

"Partai sudah memutuskan menolak kunker ke luar
negeri. Kader kami di dewan juga dilarang berangkat,"
tegas Ketua DPW PBB Jatim Tamat Anshori Ismail kepada
Jawa Pos kemarin.

Dia menyatakan, sebagian masyarakat Jatim saat ini
sedang dilanda kesusahan akibat kemiskinan dan luapan
lumpur Porong. "Meski peraturan membolehkan, hati
nurani tetap harus peka. Apa pantas wakil rakyat ke
luar negeri saat rakyat sedang susah, sekalipun dengan
dalih penyusunan perda?" ujar pria yang juga anggota
DPRD Jatim periode 1999-2004 tersebut.

Wakil Sekretaris DPW PBB Subagio Burhan yang
didampingi Humas Askhabul Mukminin menyatakan,
Abdussalam Syah sebenarnya sudah ditunjuk menjadi
ketua pokja (kelompok kerja) komisi D yang rencananya
pergi ke Den Haag, Belanda, untuk studi banding
raperda irigasi. Namun, Asas, panggilan Abdussalam
Syah, harus membatalkan kepergiannya.

Menurut Mukminin, Indonesia tidak kekurangan tenaga
terdidik yang bisa dijadikan rujukan dalam mengambil
keputusan tentang raperda. "Kalau beralasan cari ilmu
buat bikin raperda, ngapain jauh-jauh. Emangnya negeri
ini gak punya orang pinter apa?" katanya bernada
menyindir.

Peneliti dari Universitas Dr Soetomo tersebut
menawarkan solusi untuk mengadakan forum diskusi dan
mengumpulkan para pakar lokal sebagai referensi
pembuatan perda. "Daripada buat nglencer, lebih baik
kan disumbangkan untuk rakyat. Saya kira, lima miliar
itu juga masih susuk (sisa, Red) kalau dibuat
ngumpulin para ahli lokal," tegasnya.

Di tempat terpisah, Asas menjelaskan, dirinya menerima
dengan taat segala keputusan partai. Berhubungan
dengan kewajibannya memimpin pokja raperda irigasi,
dia siap menerima segala konsekuensi apa pun dari para
anggota komisi D yang lain. "Tanpa bermaksud menyakiti
hati kawan-kawan (para anggota dewan, Red), saya wajib
taat pada keputusan partai. Apa pun yang terjadi, saya
siap," katanya.

Dia mengungkapkan, meski dirinya tidak ikut ke Den
Haag, kualitas pokja raperda irigasi tidak akan
terpengaruh. "Meski saya nggak boleh ikut, anggota
saya kan pasti berangkat juga," ujarnya.

Terkait dengan uang jatah kunker Rp 50 juta per orang,
Asas tidak mau ambil pusing. "Lho itu kan duit rakyat.
Kalau saya mau cawe-cawe ngambil, kan juga nggak
pantes. Wong bukan hak saya," tegasnya. (oni/zul)

Kirim email ke