Gimana sih anda ini,
Gaji presiden dan wapress itu tidak lah terlalu besar, yang besar dan 
menyengsarakan itu adalah KKN bos. Jadi bersihkan aja KKN dan justru 
naikkan gaji pegawai, pecat pegawai yang tak disiplin yang jumlahnya 
ribuan, dan Kurangi jumlah pegawai yang kelebihan di tiap departmen. 
Jadikan sistem pemerintahan yang efektive dan efisien, Akan di 
dapatkan jumlah yang triliunan rupiah. Bukan puluanh juta. Triliunan.
Pasti rakyat miskin akan terangkat pendapatannya dengan sendirinya.
Salam

--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, irwank <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Saya sebagai rakyat biasa (BUKAN PRESIDEN) hanya bisa menangis 
melihat
> rakyat Indonesia dipermainkan penguasanya.. :-(
> 
> Semoga Ramadhan kali ini bisa membukakan hati penguasa untuk 
berlaku adil
> dan amanah dalam memimpin..  Bukannya bertindak dzalim..
> Dan Allah akan memberikan ganjaran yang sepadan atas 
tindakan/perbuatan
> mereka terhadap rakyat dipimpinnya.. Amien ya Robbal 'Alamien..
> 
> Dukung interpelasi DPR atas kesulitan" terhadap rakyat (kelangkaan 
atau
> mahalnya
> minah, migor, dll)..  Aleg DPR yang egois & menyusahkan rakyat juga 
harus
> dipecutin
> satu" nih.. biar pada bener" membela kepentingan rakyat dan 
ridhoNya.... :-P
> 
> CMIIW..
> 
> Wassalam,
> 
> Irwan.K
> 
> ---------- Forwarded message ----------
> From: bogi triyadi <[EMAIL PROTECTED]>
> Date: Sep 7, 2007 4:39 PM
> Subject: Re: Konversi Energi dan Kebohongan Jusuf Kalla
> 
> Saya setuju dengan mas Farid. Menurut say, cara
> pemerintah menjalankan program konversi energi dari
> minyak tanah ke gas elpiji hanya untuk mengurangi
> subsidi merupakan cara kerdil, tanpa pikir panjang.
> 
> Menurut saya, kalo memang untuk mengurangi subsidi
> minyak tanah atau menambah subsidi pendidikan, kenapa
> tidak dengan cara potong gaji saja.
> 
> Potong gaji presiden, wampres, dan menterinya hingga
> 30 persen. Tak hanya itu, potong juga gaji anggota DPR
> dan pejabat BUMN untuk mengatasi tingginya subsidi.
> Bukan malah dengan cara konversi energi, yang jelas2
> sangat mencekik rakyat miskin.
> 
> Saya rasa kalo mereka mau dipotong gaji sampai 30
> persen, masalah subsidi yang membengkak, anggaran
> pendidikan yang sedikit, bisa teratasi.
> 
> Saya baca di warta kota pekan silam, bahwa Pertamina
> akan mengekspor minyak tanah ke luar negeri.
> Alasannya, karena persediaan minyak tanah kita
> melimpah semenjak ada program konversi energi dari
> minyak tanah ke gas elpiji. Ditambah lagi, harga minya
> tanah di pasar luar negeri tinggi.
> 
> 
> --- Farid Gaban <[EMAIL PROTECTED] <faridgaban%40yahoo.com>> wrote:
> 
> > Konversi Energi dan Kebohongan Jusuf Kalla
> >
> > Oleh Farid Gaban
> >
> > Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan program
> > konversi energi dari
> > minyak tanah ke gas elpiji akan terus dijalankan dan
> > diharapkan tuntas
> > pada 2011.
> >
> > Menurut Kalla, program itu menguntungkan baik bagi
> > pemerintah maupun masyarakat. Keuntungan lain: gas
> > elpiji lebih bersih
> > dan ramah lingkungan dibanding minyak tanah.
> >
> > Bagi pemerintah, program itu akan mengurangi
> > besarnya subsidi minyak
> > tanah yang kini mencapai sekitar Rp 60 triliun per
> > tahun.
> >
> > Bagi masyarakat, menurut Kalla, pemakaian elpiji
> > akan menghemat
> > penggunaan energi rumah tangga sekitar Rp 25.000 per
> > bulan per keluarga.
> >
> > Perhitungan Kalla seperti ini:
> >
> > MINYAK TANAH
> > Konsumsi rata-rata per bulan/keluarga: 30 liter atau
> > Rp 75.000
> > (asumsi harga Rp 2.500/liter).
> >
> > ELPIJI
> > Konsumsi rata-rata per bulan/keluarga: 12 kg atau Rp
> > 51.000
> > (asumsi harga Rp 4.250/kg).
> >
> > Walhasil, ada penghematan sebesar Rp 24.000 per
> > bulan/keluarga.
> >
> > Program ini sepintas lalu bagus dan mulia. Namun,
> > dipandang dari sudut
> > pandang masyarakat, khususnya masyarakat miskin yang
> > selama ini masih
> > menggunakan minyak tanah, program ini menyulitkan.
> > Dan kemungkinan
> > besar lebih mahal.
> >
> > Masyarakat harus membeli kompor gas baru yang
> > harganya minimal sekitar
> > Rp 54.000 per buah. Belum lagi tabung gas. Kompor
> > gas hasil tender
> > Pertamina ini memang jauh lebih murah dibanding
> > harga kompor gas yang
> > ada di pasar (Rp 200-300 ribu), namun kualitasnya
> > bisa dipastikan jauh
> > lebih rendah. Dengan kualitas rendah, kompor harus
> > sering diperbaiki.
> > Orang harus mengeluarkan Rp 15.000 sekali servis.
> >
> > Kesulitan lain: jika dulu orang miskin bisa membeli
> > minyak tanah
> > secara eceran, sekitar Rp 2.500 per liter, kini
> > harus membeli satuan
> > terkecil gas elpiji Rp 15.000 per tabung ukuran 3
> > kg.
> >
> > Pemerintah memang juga menjanjikan kompor gas gratis
> > kepada masyarakat
> > miskin. Namun seperti banyak program subsidi
> > langsung lainnya, program
> > ini kedodoran di tingkat pelaksanaan. Seorang ibu
> > rumah tangga di
> > Kelurahan Harjamukti, Depok, mengatakan kepada saya
> > dia harus
> > menyediakan uang Rp 40-50.000 untuk mendapatkan
> > kompor gratis itu,
> > hampir sama dengan harga pasar.
> >
> > Taruhlah kesulitan di masa transisi konversi energi
> > ini bisa
> > diabaikan. Toh masyarakat sudah terbiasa dengan
> > kesulitan.
> >
> > (Bukankah dalam jangka panjang, jika matematika
> > Jusuf Kalla benar,
> > uang Rp 50.000 untuk membeli kompor tetap tak
> > berarti bila dibanding
> > penghematan Rp 25.000 per bulan?)
> >
> > Masalahnya adalah: akuratkah matematika Jusuf Kalla?
> >
> > Jusuf Kalla membuat asumsi yang menyesatkan ketika
> > menyebut harga gas
> > elpiji hanya Rp 4.250 per kg. Faktanya, harga elpiji
> > akan segera
> > merangsek naik pula.
> >
> > Pertamina sendiri kini sudah mengusulkan kenaikan
> > harga elpiji, dan
> > pemerintah akan menyetujuinya akhir tahun ini,
> > menjadi sekitar Rp
> > 7.000 per kg. Diperparah oleh rendahnya kualitas
> > distribusi, harga ini
> > bisa jauh lebih mahal di daerah pedalaman Sumatera
> > atau Kalimantan.
> >
> > Harga Rp 7.000 per kg ini berlaku untuk industri
> > maupun rumah tangga
> > yang memiliki tabung ukuran 12 kg. Pemerintah memang
> > masih akan
> > memberi subsidi untuk orang miskin (tetap Rp 4.250
> > per kg), meski
> > hampir bisa dipastikan tetap kedodoran di tingkat
> > pelaksanaan.
> >
> > Jika subsidi untuk orang miskin tidak berjalan
> > semestinya dan orang
> > dekat-kemiskinan (near poor) akhirnya harus membeli
> > gas elpiji Rp
> > 7.000 per kg, jelaslah gugur semua argumen Jusuf
> > Kalla bahwa konversi
> > energi ini menguntungkan masyarakat.
> >
> > Konsumsi gas elpiji per bulan keluarga akan mencapai
> > Rp 84.000, lebih
> > mahal dari pengeluaran mereka untuk minyak tanah
> > sebelum konversi.
> > Belum lagi mereka harus mengeluarkan biaya tambahan
> > untuk kompor,
> > tabung dan biaya servis.
> >
> > Yang tersisa hanya satu: program ini hanya akan
> > menguntungkan
> > pemerintah yang telah berhasil sepenuhnya
> > menghapuskan sumbsidi energi
> > bagi masyarakat.
> >
> > Jika subsidi dihapus, kenaikan harga gas elpiji tak
> > terelakkan. Gas
> > elpiji diproses dari minyak (petrol-based),
> > sementara Indonesia hanya
> > bisa memproduksi sekitar 2 juta ton per tahun,
> > kebutuhan gas elpiji
> > dalam negeri pada 2010 mencapai 5-6 juta ton.
> > Sekitar 3-4 juta ton per
> > tahun harus diimpor dari luar negeri, antara lain
> > dari Jepang.
> >
> > KESIMPULAN
> >
> > Program konversi energi ini hanya merupakan upaya
> > pemerintah untuk
> > menghapus seluruh subsidi energi, dengan cara yang
> > melingkar.
> >
> > Kebijakan ini masih selaras dengan seluruh kebijakan
> > ekonomi
> > neo-liberal yang dicanangkan Pemerintahan SBY-JK
> > sejak awalnya: hapus
> > subsidi, privatisasi (seluruh aspek hidup dari
> > energi hingga air
> > minum), liberalisasi dagang dan investasi.
> >
> > Apa hasilnya buat masyarakat?
> 
> 
> [Non-text portions of this message have been removed]
>


Kirim email ke