Assalamu'alaikum Wr. Wb,

Setiap bulan Ramadhan, orang Islam kadangkala suka mengeluarkan
istilah 'hormatilah orang yang sedang berpuasa' - dengan kata lain, 
paling tidak setiap tahunnya orang yang sedang berpuasa minta 
dihormati.

Saking seringnya didengungkan permintaan 'minta dihormati selama
bulan puasa', maka kemudian bentuk penghormatan itu dituangkan dalam
peraturan atau UU yang sistematik, yang seakan-akan berasal dari 
ajaran Islam yang dibawa oleh kanjeng Nabi s.a.w, padahal 
sesungguhnya bukan.

Sebagai contoh adalah adanya beberapa perda atau penerapan Syari'at
yang telah diimplementasikan di beberapa provinsi di Indonesia 
mengenai aturan serta hukuman bagi yang tidak berpuasa, aturan 
makan/minum, dan pelarangan berjualan makanan/minuman, dan lain-lain.

Itulah salah satu contoh dan masalah yang sedang dan terus berkembang
dlm masyarakat Islam di Indonesia. Ajaran puasa yang indah di bulan
suci Ramadhan pada akhirnya dinodai oleh kelakuan manusia-manusia yang
merasa - sekali lagi, "merasa" sebagai pemilik bulan 
Ramadhan. "Merasa" sebagai penerima mandat dari Tuhan untuk melakukan 
hukuman atas orang yang tidak berpuasa. Sebagai catatan, sebenarnya 
darimana munculnya sikap "merasa" itu? "Merasa" itu muncul, didorong 
dan dimulai dari para kyai/mullah/ulama yang "merasa" mendapatkan 
mandat (entah dari siapa mandatnya) untuk mengatur dan 
mengimplementasikan syari'at Islam dalam masyarakat yang demikian 
heterogen.

Padahal, sudah jelas menurut ajaran Islam bahwa berpuasa itu hanya
karena Allah. Puasa itu hanya demi Tuhan semata. Orang yang mau puasa
atau tidak mau puasa - urusannya hanya dengan Tuhan semata. Hitung-
hitungannya hanya dengan Allah Ta'ala saja.

Namun, ironisnya para pelaksana syariat Islam atau pelaksana perda
itu kemudian menghukum manusia lainnya karena tidak berpuasa atau
menghukum orang karena makan/minum di tempat umum atau menghukum
karena berjualan makanan/minuman di siang hari.

Dari segi ruhaniah, artinya para pelaksana perda/syariat itu
menghukum orang karena tidak sedang menjalin hubungan dengan Tuhan
melalui ibadah puasanya. Artinya, peran dan hak Tuhan sudah diambil
alih oleh manusia. Kalau yang demikian sudah terjadi di masyarakat
secara sistematik - maka hasilnya yang muncul adalah ketidak-
harmonisan dan ketidak-adilan yang akan terus bergolak dalam 
masyarakat.

Jadi, orang yang berpuasa dengan tulus, sejatinya HARUS menghargai dan
menghormati orang yang tidak berpuasa dan harus menghargai,
menghormati dan membantu orang yang memang harus terus berpuasa karena
kemiskinannya - bukan minta dihormati karena sedang berpuasa.

Salam,
M. A. Suryawan

Love for All - Hatred for None
http://www.alislam.org


Kirim email ke