---------- Forwarded message ----------
From: ichal <[EMAIL PROTECTED] <mailto:[EMAIL PROTECTED]> >
Date: 19 Sep 2007 01:06



CERAMAH TAUFIK KIEMAS DI RSIS-SINGAPURA

Selasa, 11/9/07, saya menghadiri ceramah Taufik Kiemas, suami mantan
Presiden Megawati, dalam acara seminar yang diadakan RSIS (Rajaratman
School
of International Studies) tempat saya kuliah. Seminar merupakan bagian
dari
mata kuliah yang wajib saya ikuti. 

Taufik Kiemas datang atas undangan Indonesian Center RSIS yang dipimpin
oleh
Prof. Dr. Leonard Sebastian (Indonesianis Singapura). Tampak hadir
menyertai
Taufik para petinggi PDIP, di antaranya Pramono Anung, Sutradara
Ginting,
Puan Maharani dan beberapa yang tidak saya kenal.

Dalam kesempatan itu Taufik memaparkan dua hal pokok. Pertama, soal
perkembangan PDIP dan persiapan menghadapi Pemilu 2009. Kedua soal
terorisme
dan sektarianisme di Indonesia. Pada poin pertama Taufik, dengan bahasa
Indonesia yang diterjemahkan oleh seorang translator, memaparkan tentang
cita-cita PDIP untuk membangun Indonesia sebagai rumah besar
nasionalisme
yang bertujuan mempertahankan Pancasila, NKRI dan mewujudkan pluralisme.
"Mustahil nasionalisme tanpa pluraslisme," tukas Taufik. 

Untuk mewujudkan rumah besar itu, PDIP harus bekerjasama dengan pihak
eksternal. Dalam hal ini ia menyebut Golkar untuk dalam negeri dan
Amerika
Serikat yang dianggap memiliki kemampuan campur tangan terhadap negara
lain.
"Saya tidak butuh orang-orang golkar. Yang saya butuhkan adalah Partai
Golkar yang berhaluan pluralis," ujar Taufk.

Sikap itu juga disampaikan saat Taufik dan kawan-kawan berkunjung ke
Amerika
Serikat (AS). Menurut Taufik, saat di AS ia menegaskan kembali tentang
sikap
PDIP sebagai partai oposisi di Indonesia dan sebagai partai nasionalisme
yang menjunjung tinggi pluralisme.

Saat membahas bagian kedua dari ceramahnya tentang pluralisme dan
terorisme
di Indonesia, ia menyebutkan bahwa nasionalisme/pluralisme di Indonesia
sedang menghadapi apa yang ia sebut sektarianisme. Sektarianisme inilah
yang
menjadi kelompok teroris. Persoalannya, menurut Taufik, bila kelompok
teroris membentuk kelompok tersendiri akan lebih mudah untuk
menumpasnya,
tapi kini kelompok teroris itu telah masuk ke dalam partai politik
sehingga
lebih sulit dideteksi. Dan tanpa tedeng aling ia menyebut PKS.

Lebih lanjut ia menjelaskan, karena itulah mengapa kelompok nasionalis
yang
memperjuangan pluralisme di Indonesia bersatu melawan PKS dalam Pilkada
di
DKI Jakarta. Karena hanya dengan bersatu padu itulah mereka dapat
mengalahkan PKS di sejumlah daerah. "Tampaknya melihat kaum pluralis
bersatu
mereka takut juga," tandas Taufik.

Ia juga sempat menyitir pidato Pak Hidayat Nur Wahid, yang saya tidak
tahu
dimana, bahwa Pak Dayat berbicara tentang nasionalisme dan pluralisme,
seolah-olah ia lebih nasionalis dari orang nasionalis sendiri.

Terus terang, mendengar paparan Taufik itu dada saya langsung
bergemuruh.
Tadinya tidak ada niat saya untuk bertanya. Saya datang hanya untuk
menggugurkan kewajiban kuliah saja. Dan kita juga sama-sama tahulah
kualitas
Taufik, jadi saya pikir tak ada sesuatu yang bisa diambil. Di samping,
kedatangan saya juga untuk menjaga hubungan baik saya dengan Andi
Widjajanto
(anak Theo Syafei yang sedang mengambil Phd. Di Singapura) teman sekelas
saya di satu mata kuliah. Saya juga tahu Andi kini menjadi salah satu
advicer penting di PDIP terkait persoalan militer.

Pada saat masuk sesi tanya jawab, reflek saya angkat tangan. Saya
katakan,
sebelum masuk ke pertanyaan saya ingin menanggapi dulu apa yang
disampaikan
Taufik tentang PKS. Saya perlu meluruskan masalah ini ke audience karena
yang hadir adalah para mahasiswa RSIS dari berbagai negara. Apa jadinya
jika
mereka beranggapan bahwa setiap muslim harus dicurigai sebagai teroris
sebagaimana yang disampaikan Taufik. Lebih berbahaya kalau mereka
beranggapan PKS adalah supporter teroris di Indonesia. 

Dengan sedikit emosi saya katakan, PKS adalah a small party in
Indoensia,
only 7 percent. PKS dibentuk oleh para generasi muda Indonesia yang
mecoba
mencari solusi terhadap berbagai persoalan di Indonesia. Mereka
bercita-cita
ingn membangun apa yang mereka sebut "The New Indoensia"/ Indonesia
Baru.
Dan perlu dicatat, mereka adalah lulusan universitas secular di
Indonesia,
seperti UI dan UGM. 

Lalu saya jelaskan, tampaknya cita-cita mereka ini ditangkap oleh
sebagain
masyarakat Indonesia berpendidikan dan menginginkan perubahan. Karena
itu
terbukti, PKS unggul di Jakarta. Di sini saya memberi penekanan:
"Jakarta
adalah tolok ukur politik di Indonesia. Jika Anda ingin mengatahui the
real
politics in Indonesia dan proses demokratisasi di Indonesia, look at
Jakarta!" Sebab jika Anda melihat Indonesia secara keseluruhan, maka
sesungguhnya sebagian besar masyarakat Indonesia berpendidikan rendah
yang
mudah dibohongi oleh para elit partai.

Setalah itu barulah saya masuk ke pertanyaan sederhana: Apa konsep PDIP
untuk membangun Indonesia. Pertanyaan itu tak dijawab secara baik oleh
Taufik, karena mungkin ia keburu kaget ada orang PKS terselip di antara
hadirin. Setelah tahu saya orang PKS pernyataannya menjadi melunak, ia
katakan syukurlah kalo ternyata PKS sudah berubah. 

Alhamdulillah, tampaknya hadirin mendapatkan informasi lain tentang PKS,
hal
itu terlihat dari pertanyaan2 yang terlontar, baik dari orang Indonesia
sediri, Singaporean, Malaysian, semua tampak bernada positif terhadap
PKS.
Beberapa kawan dari Indonesia dan beberapa negara menghampiri saya
mengomentari penjelasan singkat saya itu.

Menurut saya, ceramah Taufik Kiemas di RSIS itu tak boleh dianggap angin
lalu. Boleh jadi inilah gambaran sikap PDIP sendiri dan sikap
partai-partai
lain secara umum terhadap PKS. Sikap ini tampaknya akan melatari
kebijakan
partai untuk menghadapi Pemilu 2009. Isu terorisme, sektarianisme adalah
isu
usang namun efektif untuk menjatuhkan citra partai Islam. Sebagaimana
tudingan militer secular Turki yang menuding Justice Party di Turki
memiliki
hidden agenda islamisme.

Wallahu a'lam

SUHUD ALYNUDIN

50 Nanyang Crescent Graduate Hall #03-18 Singapore 637598






[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke