Salam sahabat-sahabat sekalian ra.,

1. Selamat berlebaran.
Taqabalallahu minna wa minkum.
Kata seorng ulama Islam itu yang 5 + menyambungkan persaudaraan
Semoga segala tradisi baik yang kita lakukan memberikan keberkahan 
kepada kehidupan kita semua.

2. Untuk soal beda kubu,  berapa pun jumlah perbedaan yang ada, 
pada hakekatnya tidak pelu menjadi masalah. Dan memang seharusnya 
bukan persoalan. Kalau perlu 360 hari lebaran pun tidak masalah.

Dalam kesempatan ini, saya ingin menyoroti bagaimana kita 
memperlakukan pemerintah kita sendiri. Di Indonesia, kita bisa bebas 
bicara bahwa lebaran hari ini dan hari itu kemudin berlebaran dan 
sholat ied sesuai dengan keyakinan kita sendiri, tanpa ada 
konsekuensi apapun. Itu pun masih dibumbui dugaan2 kalau pemerintah 
kita melakukan diskriminasi.

Tapi ketika urusan Haji, mis. penentuan hari Arafah oleh Pemerintah 
Saudi, saya tidak melihat ada perilaku-perilaku kritis yang sama 
muncul dari para organisasi-organisasi tersebut. 
- Tidak ada lagi yang ngotot bilang wujudul hilal itu 0deg atau 2deg. 
- Tidak ada lagi yang ngotot bilang harus terlihat. 
- Tidak ada lagi yang ngotot pake Kalender Mujarobat dll. 
Semua sami'na wa atha'na dengan keputusan Kerajaan Saudi Arabia, dan 
manut saja untuk berada di arafah dan jadwal haji2 lain pada tanggal 
yang ditentukan.

Jika memang konsisten, kenapa tidak ada yang protes, atau melakukan 
haji dengan jadwalnya sendiri?
Tanya kenapa?

Salam
Ary

--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Flora Pamungkas" 
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> 
> Ingin Belajar Ilmu Hisab di Dua Kubu yang Berbeda
> 
> Rabu, 17 Okt 07 07:01 WIB
> http://www.eramuslim
> com/ustadz/dll/7a16120136-ingin-belajar-ilmu-hisab-dua-kubu-
berbeda.htm
> Assalamu'alaikum Ustadz, semoga rahmat Allah senantiasa bersama 
kita semua.
> Perbedaan penentuan tanggal 1 bulan-bulan Islam senantiasa terjadi 
di
> Indonesia, jika kita simak berita di media maka tahun ini sudah ada 
4
> perbedaan dalam penentuan awal bulan, yakni:
> NU lebaran hari Sabtu, Muhammadiyah lebaran hari Jum'at, Saudara 
kita di Goa
> merayakan hari raya 1428H pada hari Kamis, dan sebagian masyarakat 
Jombang
> merayakan lebaran di hari Minggu, dan ini mendorong semangat saya 
untuk
> belajar langsung ilmu hisab dikubu-kubu tersebut. Saya ingin tahu 
lebih
> detail bagaimana masing-masing pihak berhitung. Juga apakah di sana 
tidak
> ada inisiatif untuk mengadakan acara "studi banding/ tukar menukar 
antar
> santri/ ahli hisabnya."
> Adakah pula di dunia maya ini sebuah situs/ link yang 
berisi "pelajaran
> hisab" sehingga bisa saya pelajari lebih awal.
> Terimakasih dan mohon maaf mohon maaf lahir dan bathin.
> Ja'alanallahu minal a'idin wal faidzin
> Wassalamu'alaikum Wr. Wb
> Heri Setyadi
> Heristar
> Jawaban
> Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, 
> 
> Apa yang anda ceritakan itu memang benar, umat Islam dibuat 
sedemikian
> bingung karena setidaknya ada 4 versi lebaran yang berbeda untuk 
tahun 1428
> hijriyah ini. Luar biasa memang.
> Dan keinginan anda untuk belajar ke masing-masing kubu memang 
menarik.
> Setidaknya anda bisa memahami logika masing-masing kubu. Dengan 
demikian,
> wawasan anda akan menjadi semakin luas.
> Apalagi kalau impian anda nantinya bisa menjadi kenyataan, yaitu
> masing-masing kubu bisa duduk bersama, saling bertukar pikiran, 
saling
> melengkapi kekurangan, saling merendahkan hati, tawadhu', siap 
mengoreksi
> kekurangan diri sendiri dan bersikap santun, ramah serta menjaga 
tenggang
> rasa.
> Semoga impian itu suatu saat bisa kita saksikan kelak. Di mana para 
ahli
> ilmu baik ahli hisab maupun ahli rukyat bisa meniru para ulama 
pendahulu
> mereka. Teladan para ulama di masa lalu barangkali sudah saatnya 
untuk lebih
> kita ekspose, baik keluasan ilmu mereka maupun ketawadhu'an mereka.
> Kita masih ingat dengan jelas bagaimana Al-Imam Asy-Syafi'i 
bersedia tidak
> melakukan qunut pada shalat shubuh di hadapan para pengikut mazhab 
lain yang
> meyakini bahwa qunut itu bid'ah. Padahal beliau berpendapat bahwa 
qunut pada
> shalat shubuh itu sunnah muakkadah.
> Kita juga ingat penghargaan yang sedemikian tinggi dan tulus dari 
beliau
> kepada Imam mazhab lainnya seperti Abu Hanifah. Beliau mengatakan 
bahwa
> seluruh manusia di dunia ini berhutang budi kepada Imam Abu Hanifah
> rahimahullah atas jasa-jasanya di bidang ijtihad qiyas.
> Kita juga tidak pernah mendengar para imam mazhab itu berlaku 
arogan dan sok
> tahu. Mereka selalu mengatakan bahwa pendapat mereka itu sementara 
dianggap
> benar, namun sangat boleh jadi pendapat orang lain juga benar.
> Dan sikap para shahabat nabi SAW yang seringkali berbeda pendapat 
juga tidak
> lantas menjadikan mereka saling bermusuhan. Kita tidak pernah 
mendengar Abu
> Bakar ra memberi fatwa sambil melarang orang untuk meminta fatwa 
kepada
> shahabat lainnya.
> Abu Bakar ra adalah orang yang pada akhirnya menyetujui 
dijalankannya proyek
> penulisan Al-Quran, setelah sebelumnya beliau memandang bahwa hal 
itu
> termasuk bid'ah yang mengada-ada. Namun Allah SWT melapangkan 
dadanya dan
> beliau bisa menerima pandangan dari Umar bin Al-Khattab.
> Demikian juga kita tidak pernah mendengar khalifah Umar ra melarang 
para
> shahabat untuk mengkritisi dirinya. Bahkan di hari pertama dirinya 
diangkat
> menjadi khalifah, beliau justru meminta agar ada orang yang selalu
> mengkritisinya dengan pedang. Beliau tidak marah dengan kritik itu 
dan tidak
> pernah merasa dirinya selalu benar.
> Bahkan seringkali beliau dikiritik di depan publik, bahkan oleh 
wanita.
> Apakah beliau marah? Apakah beliau merasa direndahkan? Apakah 
beliau merasa
> dirinya selalu benar?
> Jawabnya tidak dan tidak pernah.
> Meski pikiran beliau seringkali mendahului turunnya ayat Quran dan 
kemudian
> ayat itu malah membenarkannya, namun kita tidak pernah melihat 
arogansi
> seorang Umar. Pendeknya, beliau bukan tipe orang yang sok pinter, 
sok tahu
> dan sok paling benar sendiri.
> Sikap luhur seperti inilah yang rasanya kok sudah mulai luntur di 
kalangan
> kita. Apa lah ilmu kita dibandingkan dengan Abu Bakar dan Umar ra? 
Apa lah
> ilmu kita dibandingkan dengan Abu Hanifah, Malik, Syafi'i dan Ahmad 
bin
> Hanbal?
> Mengapa kita sekarang ini tiba-tiba menjadi orang yang terlalu 
percaya diri
> dan merasa paling benar sendiri? Tidakkah mungkin ilmu yang kita 
miliki
> sekarang ini pun masih perlu disempurnakan? Tidak kah masukan dari 
pihak
> lain tetap berharga untuk dipertimbangkan?
> Himbauan ini sebenarnya tidak terbatas kepada para ahli hisab dan 
rukyat
> saja, tetapi juga berlaku buat diri kami sendiri juga. Pendeknya, 
para tokoh
> mulai dari ulama, ustadz, kiyai, habaib, ajengan, tuan guru dan 
para pemuka
> agama perlu untuk saling berkomunikasi, tukar pikiran, tukar 
informasi,
> saling melengkapi, saling berhusnudzdzan dan saling berkorban demi 
saudara
> sendiri.
> Semoga impian kita nantinya menjadi kenyataan, ya Allah kabulkan 
doa kami.
> Wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, 
> Ahmad Sarwat, Lc
> 
> Re: [wanita-muslimah] Re: Perbedaan perlakuan terhadap sesama 
muslim 
> Posted by: "L.Meilany" [EMAIL PROTECTED] 
> Tue Oct 16, 2007 7:41 am (PST) 
> Kalo saya lihatnya itu karena aturan pemerintah.
> Kalo mau nggak ikuti aturan apa gunanya pemerintah, dept agama :-)
> Saya pikir keputusan dep agama itu fungsinya untuk menjadi 
standar/acuan
> umat yg beragam
> Pemahamannya.
> Kejadian idul fitri beda-beda hari gak cuma tahun ini saja, tahun 
lalu juga
> demikian.
> Dan siapapun bebas menjalankannya; lain gitu waktu zaman orba, bisa
> dipanggil ke koramil.
> 
> Mendengar bincang2 di TV, konon Indonesia dengan penduduk mayoritas 
Islam
> adalah
> Negara yg ber idul fitri dengan banyak versi, tidak bulat. Ada yg 
hari ini,
> ada yg besoknya ada yg lusanya.
> [ Tiba2 mau di khilafiahkan, apa gak repot, urusan shalat Ied saja 
dah bikin
> pusing :-) ]
> Dep agama menyeragamkan; sampai2 di Madura, PNS dep agama tidak 
boleh
> menjadi khatib
> Shalat Ied versi Muhammadiyah.
> Harus taat kalo mau tetep jadi PNS :-)
> PNS itu bukan Muhammadiyah, NU, Persis, HT kan gitu pakemnya.
> 
> Nggak pake pengeras suara itu kan kan sudah merupakan toleransi, 
karena kalo
> pengeras suara
> Jadi heboh, banyak yg bingung, masih puasa atau dah lebaran? Ada yg 
bilang
> puasa harus digenapkan 30 hari.
> Jadi kalo mau beda dengan yg ditetapkan pemerintah - ulil amri ya 
harus
> terima risiko dibedakan.
> Sudah mending deh nggak di panggil ke koramil, ikhlas saja.
> :-)
> 
> Salam
> L.meilany
> ----- Original Message ----- 
> From: Sunny 
> To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
> Sent: Tuesday, October 16, 2007 4:23 PM
> Subject: Re: [wanita-muslimah] Re: Perbedaan perlakuan terhadap 
sesama
> muslim
> 
> Mungkin mentrinya mengerti kerugian dari "pollusi suara", dan juga 
dengan
> suara keras loud speaker itu tidak ada bukti bahwa orang lebih 
yakin kepada
> ajaran Illahi, kalau suara keras itu menyakinkan orang supaya turut 
perintah
> Allah, maka pasti Indonesia itu negeri yang paling aman dan
> pemimpin-pemimpinya paling jujur di dunia. 
> 
> Agama Islam masuk dan berkembang di Indonesia tanpa sound system dan
> loudspeaker.
> 
> ----- Original Message ----- 
> From: ma_suryawan 
> To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
> Sent: Tuesday, October 16, 2007 8:43 AM
> Subject: [wanita-muslimah] Re: Perbedaan perlakuan terhadap sesama 
muslim
> 
> Saya dengar juga begitu, mesjid agung al-Azhar ditutup (tidak dibuka
> Utk shalat ied) dan dialihkan ke lapangan blok S. Itu juga tanpa
> Dibolehkan menggunakan sound system.
> 
> Memang menteri Agamanya M Basyuni yang makin menggila, merasa 
dirinya
> Sebagai pemilik Islam.
> 
> --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Kartono Mohamad" <kmjp47@>
> Wrote:
> 
> [Non-text portions of this message have been removed]
>


Kirim email ke