http://www.banjarmasinpost.co.id/index.php?option=com_content&task=view&id=5683&Itemid=1


      Maraknya Aliran-aliran Tidak Lazim (2-Habis), Syahadat Diganti Bersiul 

     
      Senin, 29-10-2007 | 01:24:08  
      "Itu sesat dan menyesatkan," tegas Ketua Umum PBNU, KH Hasyim Muzadi. Pun 
dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Sasarannya, kelompok Al-Qiyadah 
Al-Islamiyah. Namun, tidak hanya kelompok ini saja yang mempunyai ritual tidak 
lazim.

      Tahun 2006 di Polewali, Sulawesi Barat, ada kelompok yang menjalankan 
shalat sambil bersiul. Sumardi, pemimpin tertinggi aliran ini menetapkan siulan 
menjadi pengganti bacaan rakaat dalam shalat. Jumlah siulannya sesuai dengan 
jumlah rakaat. 

      Lulusan Fakultas Tarbiyah IAIN Pare-Pare Sulsel ini memiliki 60 pengikut 
yang dilengkapi dengan kartu anggota. Menurutnya, siulan dianggap berpahala. 
Bahkan, pahala shalat sambil bersiul ini sama seperti beribadah 1.000 bulan. 
Sumardi pun ditangkap polisi.

      Jauh sebelumnya pada 1956, berkembang aliran Imamullah. Aliran ini 
didirikan Haji Ali Taetang Likabu di Dusun Sampekonan, Kecamatan Liang, 
Kabupaten Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah. Tak ada data pasti jumlah 
pengikutnya tetapi diduga ribuan orang menjadi anggotanya dan tersebar di 
seluruh Indonesia.

      Sebelumnya di daerah ini masyarakat menganut animisme dan dinamisme. 
Secara umum ajaran aliran Imamullah sama dengan Islam tetapi paham ini 
mempunyai dua penyimpangan pokok yakni kepercayaan terbukanya pintu kenabian 
setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW sehingga Ali Taetang menyebut dirinya Nabi. 

      Sejak 29 Agustus 2004, dia mengubah kelompoknya menjadi ajaran Zikrullah 
Aulia Allah. Anak kedua dari istri kedua Taetang juga mengaku mendapat wahyu 
tentang kenabian melalui mimpi.

      Juga ada kelompok Mahesa Kurung Al Mukaromah di Bogor, Jawa Barat. 
Kelompok ini bermarkas di Kompleks Perumahan Taman Yasmin, Kota Bogor. Kelompok 
Abu Yazid al Bustami di Kecamatan Gerung, Lombok Barat, NTB. Ajaran kelompok 
ini mewajibkan pengikutnya mengucapkan dua kalimat syahadat dengan mengganti 
Nabi Muhammad SAW dengan nama Abu Yazid al Bustami. 

      Selain itu kelompok Ustad Yusuf Maulana. Sang ustad adalah pimpinan 
Pondok Pesantren Miftahus Salam. Ia mengajarkan agama yang tidak sesuai dengan 
syariat kepada 40 santrinya.

      Bagaimana di Kalsel? Ketua MUI Kalsel, KH Asywadie Syukur, menegaskan 
secara fisik belum menemukan aktifitas aliran tidak lazim di provinsi ini. 
"Senin nanti (hari ini) kami akan berangkat ke Jakarta guna membicarakan 
masalah ini. Hingga saat ini, MUI Kalsel masih belum memiliki data lengkap 
mengenai apa dan bagaimana aliran-aliran baru ini," ujarnya.

      Kakandepag Kalsel, Fahmy Arief menambahkan, berdasar informasi yang 
diperolehnya dari Penyuluh Agama Honorer (PAH) yang berkeliling daerah-daerah 
juga belum ditemukan aliran tidak lazim di Banua.

      "Kami memang tidak memiliki wewenang untuk mengeksekusi, tapi tetap kami 
berkewajiban memberikan informasi terkait adanya aliran sesat yang ada di 
masyarakat kepada MUI. Namun laporan itu belum ada," katanya. 

      Mengenai mudahnya masyarakat mengikuti kelompok-kelompok itu, Rektor IAIN 
Antasari Banjarmasin, Kamrani Buseri mengatakan sudah menjadi sifat manusia 
untuk cenderung tertarik pada sesuatu yang baru. Apalagi hal baru yang 
ditawarkan itu memberikan janji muluk serta kemudahan dan kenikmatan. Meskipun 
mengetahui hal yang ditawarkan itu merupakan hal yang salah, namun tetap saja 
banyak orang terlena lalu mengikutinya. 

      Selain itu itu, penyebar aliran baru itu memanfaatkan kondisi psikologi 
masyarakat kita yang saat ini dalam kondisi resah. "Hal seperti janji masuk 
surga, perbaikan ekonomi dan hal-hal lainnya yang memberi janji muluk saat ini 
sangat laku dijual, walau bertentangan dengan ajaran agama, orang tetap 
cenderung sangat mudah terpengaruh," katanya. SRY/c1/dws
     


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke