REPUBLIKA Kamis, 08 Nopember 2007
Akankah Imam dkk Dieksekusi? Fauzan Al-Anshari Ketua Departemen Data dan Informasi Majelis Mujahidin Indonesia Tayangan eksklusif Lativi (4/11) mewawancarai Umi Badriah, ibunda Imam Samudera perlu dicermati. Umi mengatakan bahwa dirinya sampai detik ini belum percaya bahwa putra kesayangannya itulah yang mengebom Sari Club di Bali (12/10/02). Menurut Umi, kalaupun Imam sanggup meracik bom, daya ledaknya tidak mungkin sedahsyat bom Bali tersebut. Agus Setiawan, Tim Pembela Muslim yang mendampingi Umi pada acara itu mengatakan bahwa Imam sendiri ketika ditanya soal kedahsyatan bom Bali, ia menjawab bahwa itu bantuan malaikat. Pada hari Sabtu, 12 Oktober 2002 menjelang tengah malam tiba-tiba sebuah bom meledak di Paddy's Bar, tempat para turis asing berpesta pora. Seketika itu juga aliran listrik padam, sehingga sepanjang jalan Legian Kuta gelap gulita. Dalam hitungan detik sesaat kemudian muncul cahaya terang orange yang memancar membentuk awan cendawan, semburan api raksasa terlihat hampir bersamaan dengan terdengarnya ledakan dahsyat. Ternyata bom kedua di Sari Club meledak, efeknya terdengar sampai radius puluhan kilometer. Indonesia tersentak, tak menyangka akan terjadi ledakan dahsyat di Bali. Sangat disayangkan pemerintah Indonesia tidak segera mengambil sikap, tidak seperti pemerintah Amerika yang cepat membuat pernyataan Amerika under attack lalu menutup semua akses keluar dari Amerika. Pemerintah Indonesia bingung, tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk melindungi rakyatnya. Pintu ke luar masuk dibiarkan terbuka lebar, sehingga jika ada keterlibatan pihak asing, barang-barang bukti itu akan lenyap dibawa lari ke luar negeri. Yang tersisa hanya bukti lokal, yang menyebabkan rakyat sendiri jadi korban fitnah. Bom apa itu? Pada hari awal pascaledakan tim Mabes Polri mengadakan kajian bersama tim FBI, dan sudah berani membuat pernyataan, "Berdasarkan efek ledakan bom, besar kemungkinan material yang digunakan dari jenis C4," kata Kabag Humas Polri saat itu, Irjenpol Saleh Saaf. Pernyataan tersebut diperkuat oleh Kepala BIN AM Hendropriyono, yang disampaikannya saat berkunjung ke TKP (19/10/02). Lalu dari mana C4? Mark Ribband, ahli eksplosif Inggris mengatakan kepada AFP (15/10/02), "Bom C4 memang diproduksi oleh beberapa negara, tetapi produsen utamanya adalah AS dan Israel." Setelah kedatangan Tim Polisi Federal Australia (AFP) pernyataan polisi berubah, bom yang meledak dari jenis RDX. Lalu berubah lagi, kata polisi dari jenis TNT. Bahkan Polda Jatim sempat keceplosan bicara, bahwa bom yang meledak di Bali itu mungkin bom karbit, karena di sekitar TKP ditemukan bubuk potasium khlorat. Setelah bom meledak, dalam tempo 5 mikro-detik detonasi yang sangat dahsyat berupa gelombang tekan (shock wave) berkekuatan satu juta kaki per detik membongkar jalan yang berada di depan Sari Club. Aspal, batu dan tanah dengan berat dua ton-an terlempar berhamburan ke udara, sementara tanah dan pasir berputar ke segala arah bak angin puting beliung, mampu memotong tubuh para turis. Potongan-potongan tubuh manusia terserak sampai beberapa blok jauhnya, sedang orang yang berada pada radius demosili 200-an meter tewas meski dengan tubuh utuh, tapi tulang belulangnya patah dan remuk redam. Belum juga pihak kepolisian Indonesia selesai mengadakan penyelidikan, tiba-tiba Presiden AS George Walker Bush sudah menuduh Alqaidah sebagai dalangnya. Sementara, Lembaga Studi Pentagon dan Israel menuduh Jamaah Islamiyah yang melakukannya. Munculnya tuduhan yang mendahului hasil penyelidikan Polri, sudah barang tentu mempengaruhi independensi dan objektivitas proses penyelidikan selanjutnya. Joe Vialls, pakar bom dan investigator independen asal Australia berpendapat lain. Menurut dia, bom yang meledak di Bali itu lebih dari C4, karena C4 itu hanya hebat di film-film Hollywood. C4 itu sebenarnya hanya lebih baik dari TNT. C4 standar terbuat dari 91 persen RDX dan 9 persen Polyisobotciser, daya ledaknya hanya 1,2 kali lebih baik dari TNT. Yang pasti kata Joe Vialls, "Skenario bom C4 tak bisa menjelaskan mengapa bom Bali menimbulkan cendawan panas dan kawah yang cukup besar. Adanya cahaya dan cendawan panas setelah lumpuhnya aliran listrik serta munculnya kawah, bisa menjadi indikasi yang spesifik dari hadirnya senjata mikronuklir. Sejumlah kalangan mempertanyakan tidak adanya radiasi sinar gamma dalam kasus tersebut. Karena radiasi gamma dan neutron tidak terdeteksi, mereka menyimpulkan tak mungkin ada mikronuklir di Bali. Sanggahan itu sekilas masuk akal, tapi sebenarnya menunjukkan kurangnya wawasan akan khazanah senjata nuklir." Nuklir konvensional memang selalu menghasilkan radiasi radioaktif, sementara yang dipakai di Bali adalah mikronuklir non-konvensional yang disebut Special Demolition Atomic Munition (SDAM). Dilengkapi reflektor neutron, mikronuklir ini didesain sedemikian rupa hingga tidak sampai menghasilkan sinar gamma dan neutron yang gampang disidik oleh alat Geiger Counter. Limbah yang dihasilkan SDAM itu berupa awan panas dan sedikit sinar alpha. Maka jika mendeteksi radiasi mikronuklir SDAM dengan alat Geiger Counter itu jelas salah alamat, dan pasti tak akan terukur adanya radiasi gamma serta neutron, kecuali di TKP terdapat bahan radioaktif uranium. Sedangkan bahan yang dipakai untuk membuat SDAM umumnya adalah Uranium 238 dan Plutonium 239. SDAM tidak meninggalkan jejak radiasi neutron dan atau sinar gamma, tapi hanya menghasilkan panas dan sedikit pertikel alpha. Partikel alpha tersedia dalam jumlah amat sedikit, sekitar satu partikel dalam radius dua meter. Itu pun bisa hilang atau tidak terdeteksi setelah TKP kena hujan, atau partikel terhirup oleh para korban yang telah dievakuasi dan diabukan di Australia. Persoalannya, para petugas kepolisian sudah kehilangan momen untuk menjejak partikel alpha yang menjadi ciri khasnya. Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) saat itu, Jenderal Ryamizard Riyacudu, mengatakan: "Saya yakin bahwa bom yang meledak di Bali adalah buatan luar negeri, dan bukan buatan orang Indonesia. Bom yang begitu dahsyat seperti itu tidak mungkin produk dalam negeri, itu pasti produk luar negeri." Pernyataan ini diungkapkannya usai memberikan pengarahan kepada prajurit Kopassus Grup 2 dan Brigif 413 Kostrad di Markas Kopassus Kandang Menjangan Solo (12/11/02). Menurut Ryamizard Indonesia sampai saat ini belum mampu membuat bom atom, bom napalm, mikronuklir atau sejenisnya. Kapten Rodney Cox, tentara Australia yang menyaksikan langsung dahsyatnya bom tersebut, karena berada di dekat TKP, berkata, "Saya pernah mengikuti kursus demosili, tapi tak pernah menyaksikan efek ledakan yang begitu hebat." Kesaksiannya yang cukup detail itu mengundang analisis lebih jauh terhadap identitas bom Bali. "Pernyataan listrik mati sebelum adanya kilatan cahaya pra ledakan telah menjadi petunjuk kuat dan tak terbantahkan, bahwa masa kritis dari suatu senjata mikronuklir telah tercapai," kata Joe Vialls. Bom kecil di Paddy's Bar hanya menimbulkan kerusakan lokal. Sepuluh detik kemudian meledaklah bom kedua di Sari Club yang sangat dahsyat, menyebabkan seluruh aliran dan jaringan listrik di kota saat itu lumpuh total oleh pengaruh gelombang elektromagnetik Source Region Electromagnetic Pulsa (SREMP) yang dipancarkan mikronuklir pada titik kritisnya. Pulsa elektromagnetik itu merambat melalui semua medium pada kecepatan cahaya (300 ribu km/jam). Laporan yang disusun oleh Kapten Jonathan Garland, wartawan koran resmi Angkatan Bersenjata Australia itu rupanya telah membuat keki pemerintah dan petinggi militer Australia. Mereka khawatir kesaksian itu akan membuat blunder bagi Australia di masa depan. Maka dengan memo seorang menteri, laporan itu kemudian dihapus dari situs ARMY. Frederick Burks, mantan penerjemah Deplu AS mengatakan, "Pada tanggal 16 September 2002 ada pertemuan rahasia di rumah Presiden Megawati, di Jalan Teuku Umar Jakarta. Pertemuan itu diikuti: Megawati, Karen Brooks, (Direktur National Security Council wilayah Asia Pasific), Ralph Boyce (Dubes AS untuk Indonesia), Frederich Burks, dan seorang wanita agen khusus CIA sebagai utusan spesial presiden Bush." Dalam pertemuan 20-an menit itu, utusan khusus Bush meminta Mega agar menyerahkan Ustadz Abu Bakar Ba'asyir kepada pemerintahan AS. Mega menolak, karena takut menimbulkan instabilitas politik dan agama, yang tidak mungkin ditanggungnya. Akhirnya agen CIA itu mengancam, jika Ustadz Abu tidak diserahkan sebelum pertemuan APEC, maka situasinya akan bertambah buruk. Benar saja, ancamannya dibuktikan sebulan kemudian, yaitu dengan peledakan Bom Bali I. Jadi, benarkah bom Bali di Sari Club itu buatan Imam Samudera cs? Atau buatan Malaikat? Atau kiriman AS-Israel-Australia? Atau siapa? Sebelum ada jawaban yang pasti, eksekusi harus ditunda! Menghukum orang yang tidak bersalah adalah kezaliman. Ikhtisar - Keterlibatan Imam Samudra dan kawan-kawan (dkk) dalam Bom Bali I masih harus diuji keberanannya secara lebih komprehensif. - Banyak indikasi menggambarkan bahwa dalam kasus Bom Bali I Imam Samudra dkk hanya menjadi korban fitnah. - Atas alasan itu pula, eksekusi terhada Imam dkk perlu ditunda sampai buktinya benar-benar valid dan objektif [Non-text portions of this message have been removed]