http://indonesianmuslim.com/wanita-aceh-asalnya-tidak-berjilbab-dan-sekelumit-pemutarbalikan-sejarah.html

Bagaimana Pakaian Perempuan Aceh?
Posted in February 17th, 2008

Suraiya Kamaruzzaman

Agak susah bercerita soal keinginan rakyat Aceh atau perempuan secara
keseluruhan. Tapi saya mau cerita sedikit dari pengalaman sehari-hari,
baik saya sendiri maupun teman lain.Saya mulai dengan pakaian adat
perempuan Aceh. Saya tidak tahu apakah ada wilayah lain di Indonesia
yang pakaian adat perempuan memakai celana panjang (bukan kain atau
rok). Celana panjang itu dipakai untuk aktifitas sehari-hari (di
rumah, ke ladang atau sawah) juga pada upacara adat seperti menjadi
pengantin dan lainnya. Jadi, dulu nenek saya selalu memakai celana
panjang kemana-mana. Kalau pakaian adat, selendang jadi penghias yang
disilangkan di dada sementara rambut disanggul tinggi ke atas tanpa
penutup, baju atas lengan panjang. Kalau melihat jenis pakaian seperti
itu mengingatkan saya pada salah satu tafsir yang menyatakan perempuan
harus menutup perhiasan (dada) bukan rambutnya.

Untuk kehidupan sehari-hari (bukan baju adat penganten) perempuan yang
sudah menikah (terutama yang di desa-desa) lebih sering memakai
selendang yang menutup kepala, ya kadang-kadang tentu saja melorot.
Tapi dulu…. tidak ada yang mendelikkan mata, atau menghardik, atau
menangkap perempuan Aceh yang selendangnya melorot. Ibu saya guru MIN
(sekolah tingkat SD untuk agama Islam), sekitar 30 tahun Beliau
mengajar, pakaiannya sudah mulai ikut model nasional. Ya kebaya, kain
batik dan selendang yang kadang-kadang melorot itu. Ibu terlihat
sangat cantik dan anggun. Tidak ada yang melempar kepalanya dengan
telor atau tomat, ketika selendangnya melorot kebahu dalam perjalanan
ke sekolah (Ibu saya selalu jalan kaki ke sekolah karena hanya
berjarak 500 m dari rumah). Melempar kepala perempuan dengan tomat
atau telur
terjadi di Aceh mulai penghujung tahun 1999, ketika isu penerapan
Syariat Islam mulai digulir oleh pemerintah di Jakarta.

Oh ya, sekitar 500 m di belakang rumah saya ada sungai, namanya Krueng
Aceh. Biasanya ibu-ibu nyuci pakaian di sungai itu. Waktu kecil, saya
suka ikut ibu, mandi dan berendam di air sungai, menemani ibu. Ada
banyak ibu-ibu lain yang juga nyuci, banyak diantara mereka yang hanya
memakai kain sarung sebatas dada. Tentu saja kain sarung itu basah,
melekat dan memperlihatkan bentuk tubuh perempuan dewasa. Setiap sore,
pinggiran sungai itu juga dilewati laki-laki, yang memandikan kerbau,
yang menyabit rumput dipinggir sungai untuk makanan ternak, atau
menyiram tanaman tembakau. Tidak ada laki-laki yang mengintip atau
datang nongkrongin atau memelototin perempuan di sungai, tidak ada
laki-laki yang komplen dan mengatakan perempuan "membangkitkan nafsu",
tidak pernah terjadi kasus perkosaan terhadap perempuan. Asal tahu
aja, ada sebagian perempuan di desa sekitar, asal pergi kesungai dan
menjunjung kain di kepala untuk di cuci, biarpun rumahnya melewati
jalan raya, biarpun jaraknya sampai 500 m dari sungai tetap aja dari
rumahnya berangkat hanya dengan memakai kain sarung sampai ke dada
(seluruh bahu terbuka). Tidak ada yang komplen, tidak ada peraturan
kampung baik formal maupun informal yang melarang, karena semua orang
tahu, mereka mau ke sungai. Nyuci. Tapi saya belum pernah melihat
perempuan pergi pesta dengan hanya kain sarung seperti ke sungai itu.

Tahun 1999, ketika saya mendampingi ibu-ibu korban konflik di
kampung-kadang di Pidie, kadang2 saya menginap. Ada desa di gunung
yang tidak ada sumur. Kalau mandi, perempuan punya wilayah sendiri,
laki-laki punya wilayah sendiri di sungai. Tidak ada yang ngintip
perempuan, tidak ada pula yang memperkosa. Sampai suatu ketika tentera
masuk, melakukan operasi dalam ragka mencari GAM, mulailah perempuan
satu persatu jadi korban perkosaan.

Jangan salah sangka, walaupun kalau ke sungai pakaian seperti yang
saya sebut di atas dan tidak berjilbab, di kampung saya, kampung
sekitar sampai satu kabupaten (Aceh Besar) semuanya memeluk Islam.
Semua rajin sholat, mesjid penuh terutama kalau magrib, dan bulan
puasa tentu saja. Semua rajin membayar zakat, membantu fakir miskin,
berpuasa. Yang kaya pada naik haji, tidak menjahati orang, tidak
menipu, tidak maling dan tidak melakukan korupsi. Laki-laki asal hari
Jum'at pasti shalat Jum'at, walaupun tidak dirazia oleh polisi syariah
(oh ya, perlu pula dicatat bahwa waktu itu belum ada polisi Syariah).
Selain itu, setiap malam Jum'at ada wirid yasin ibu-ibu yang dilakukan
bergilir dari rumah ke rumah. Juga ada pengajian mingguan dengan
mengundang ustaz ke Mesjid. Nah, itulah Islam yang saya kenal waktu
kecil. Indah, damai. Apakah kami bukan Umat Islam yang baik? Siapa
yang berani mengatakan kami bukan umat Islam yang baik karena tidak
mengenal jilbab atau tidak menutup kepala? Siapa yang berai bilang
"sayalah yang terbaik", karena telah memakai jilbab?

Jilbab? Mulai muncul satu-satu di awal 80-an, dipakai oleh mahasiswi
Unsyiah. Kalau IAIN, menurut peraturan Universitas, perempuan harus
memakai baju kurung dan berkerudung. Tapi banyak mahasiswi IAIN saat
itu hanya memakai baju kurung dan berkerudung ketika kuliah saja,
peraturan kampus. Kalau pergi ke pasar atau jalan-jalan di rumah,
kepantai ya mereka mengenakan baju biasa saja. Kira-kira panjangnya
selutut dan tidak menutup rambut.

Coba lihat gambar pahlawan perempuan Aceh, atau ratu-ratunya . Tidak
ada yang memakai jilbab. Apakah mereka kurang Islami? Banyak catatan
yang menuliskan betapa mereka memiliki ilmu agama yang sangat dalam,
para ratu malah didukung oleh ulama besar.

Tapi ada argumen menggelikan dari Farhan Hamid (anggota DPR RI dari
Aceh), dalam sebuah seminar di Jakarta Farhan mengatakan bahwa yang
ada adalah lukisan para ratu, bukan foto. Dulu dilukis oleh orang
asing yang datang ke Aceh. Boleh jadi dia melukis sesuai dengan
keinginannya, bukan kenyataan. Coba deh dipikir-pikir kalau ada
perempuan memutuskan untuk memakai jilbab setiap saat di publik
(misalnya Mbak Musdah Mulia), apakah Beliau mau dilukis dalam kondisi
tidak berjilbab? Minimal Cut Nyak Dien ada fotonya, ternyata juga
tidak berjilbab.

Baru-baru ini saya lihat foto-foto mantan ibu-ibu dan termasuk ketua
Darmawanitanya (istri Gubernur) di gedung PKK. Foto istri gubernur
periode dulu-dulu tidak ada yang pakai jilbab. Ada yang pakai
selendang. Ada yang cukup selempang di bahu saja. Yang pakai jilbab
justru Marlinda (Istri Gubernur Abdullah Puteh yang sekarang di
penjara karena kasus korupsi), karena zaman Abdullah Puteh jadi
gubernur SI diterapkan.

Sekarang ada lukisan baru di Pendopo Gubernur. Laksamana Keumala
Hayati dengan pasukan Inong baleenya lagi berperang (memakai pedang)
berhadapan dengan Belanda. Yang cukup memprihatinkan saya, lukisan itu
menggambarkan peristiwa terjadi yang di abad 16. Anehnya sudah
berjilbab. Tentu bisa ditebak bukan? Saya yakin Keumalahayati aslinya
tidak berjilbab. Tetapi kenapa di lukisan itu dijilbapin. Mengerikan,
penghapusan sejarah.

Sekarang, kalau polisi Syariah lagi razia jilbab, sangat sering
perempuan yang memakai celana panjang (terutama jean) ditangkap,
walaupun dia menggunakan jilbab yang lebar. Saya pernah melihat
langsung ketika razia di kota Meulaboh. Pernah juga mendengar
testimoni seorang mahasiswi Fakultas Hukum dalam sebuah worskop. Ia
sangat marah. Gara-gara razia jilbab, dia terlambat mengikuti ujian.
Mahasiswa itu juga kena "makian" dan "ceramah" karena dia
mempertanyakan ATAS DASAR APA DIA DITANGKAP. Menurut qanun "harus
berbusana muslim dan muslimah." Tidak ada penjelasan apapun yang
dimaksud dengan busana muslim dan muslimah itu kayak apa. Mahasiswi
itu memakai jean, kemeja gombrong sampai lutut dan jilbab besar sampai
lutut (mirip mukena untuk shalat). Usut punya usut rupanya jean-nya
yang jadi soal…. Nah, kan Pak polisi yang merazia lupa, pakaian adat
perempuan Acehkan pake celana panjang….

Tapi razia jilbab itu kan urusan "orang kota". Di kampung-kampung
masih banyak yang tetap seperti dulu. Aslinya ya begitu. Tak
berjilbab. Akhir tahun 2006 saya ke kabupaten Abdya, masih menemukan
ibu-ibu yang menjunjung kain cucian di kepala menuju sungai hanya
dengan kain sarung doang. Persis dikampung saya ketika saya kecil
dulu. Karena sungai itu juga dijadikan sebagai tempat wisata, saya
sempat celingak celinguk juga… Ada polisi syariah enggak ya?
Jangan-jangan entar nenek-nenek itu ditanggap. Boro-boro memakai
jilbab, baju aja kagak dipakai, cuma sarungan doang, wong mau nyuci
kok…

Penulis: Ketua Dewan Pengurus Flower Aceh & Dosen Universitas Syiah Kuala Aceh


=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Anak Muda Islam mailto:[EMAIL PROTECTED]

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 

Kirim email ke