Dosa Dapat Mengubah Nikmat
Oleh: Syamsuri Rifai

Hukum Alam (sunnah Kawniyyah)
Al-Quran mengaitkan antara amal individual dan perubahan sosial yang
negatif maupun positif, dan menyatakan keterkaitan tersebut sebagai
hukum alam. Misalnya Al-Quran berbicara  tentang orang-orang yang
menentang risalah dan pembawa risalah, kemudian mengaitkan penentangan
tersebut dengan perubahan sosial, dan menyebutnya sebagai sunnatullah.
Al-Quran menyatakan:

"Sesungguhnya jika tidak berbenti orang-orang munafik, orang¬- orang
yang berpenyakit dalam hatinya dan orang-orang yang menye¬barkan kabar
bobong di Madinah (dari menyakitimu), niscaya Kami perintahkan kamu
(untuk memerangi) mereka, kemudian mereka tidak menjadi tetanggamu (di
Madinah) melainkan dalam waktu yang sebentar. Dalam keadaan terlaknat.
Di mana saja mereka dijum¬pai, mereka ditangkap dan dibunub dengan
sebebat-bebatnya. Se¬bagai sunnah Allah yang berlaku atas orang-orang
yang telab ter¬dabulu sebelum(mu), dan kamu sekali-kali tiada akan
mendapati perubahan pada sunnah Allah." (Al-Ahzab/ 33: 60-63).
Al-Quran juga berbicara tentang kaum musyrik Quraisy, me¬ngenai
keinginan mereka untuk memperoleh petunjuk; kemudian mereka. menolak
jalan yang benar setelah disampaikan ajakan kepada mereka. Semua itu
disebabkan oleh kesombongan dan makar mereka yang sangat arogan.
Kemudian Al-Quran menunjukkan akibat yang menimpa orang-orang yang
sombong dan pembuat makar itu, sebagai konsekuensi adanya sunnatullah
yang tidak berubah.

"Dan mereka bersumpab dengan nama Allah dengan sekuat-kuat sumpah;
sesunggubnya jika datang kepada mereka seorang pemberi peringatan,
niscaya mereka akan lebih mendapat petunjuk dari salab satu umat yang
lain. 'Jatkala datang kepada mereka pemberi peri¬ngatan, maka
kedatangannya itu tidak menambab kepada mereka, kecuali jauhnya mereka
dari (kebenaran) karena kesombongan (me¬reka) di muka bumi dan karena
rencana (mereka) yang jahat. Ren¬cana jahat itu tidak akan menimpa
selain orang yang merencanakan¬nya sendiri. Tidaklab yang mereka
nanti-nantikan melainkan (ber¬lakunya) sunnatullah yang sudah berlaku
atas orang-orang yang terdahulu. Maka sekali-kali kamu tidak akan
mendapat penggantian bagi sunnah Allah, dan sekali-kali tidak (pula)
akan menemui pe¬nyimpangan bagi sunnah Allah itu." (Fathir/35:42-43).

Kenyataan seperti itu dikemukakan oleh Al-Quran dengan ungkapan yang
bermacam-macam. Al-Quran menyatakan:
"Yang demikian (siksaan) itu adalah karena sesungguhnya Allah
sekali-kali tidak akan mengubah sesuatu nikmat yang telah
dianu¬gerabkan-Nya kepada sesuatu kaum, hingga kaum itu sendiri
meng¬ubah apa yang ada pada diri mereka sendiri...." (Al-Anfal/ 8:53).

"Sesunggubnya Allah tidak mengubab keadaan suatu kaum sehingga mereka
mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sen¬diri..." (Ar-Ra'd/13:11).

Al-Quran juga mengaitkan antara perilaku menyimpang dan kehidupan yang
sengsara. la mengatakan:
"Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesung¬guhnya
baginya penghidupan yang sempit..." (Thaha/20:124).

Al-Quran berbicara pula tentang musibah yang mengenai manu¬sia. Allah
SWT berfirman:
"Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah di¬sebabkan oleh
perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari
kesalahan-kesalahanmu)." (Asy-Syura/42:30).

Musibah-musibah itu tidak memiliki faktor gaib yang tak di¬ketahui,
dan tidak pula terjadi secara kebetulan, akan tetapi musibah itu
adalah hasil perbuatan manusia. Namun, Islam tidak hanya mengaitkan
kesengsaraan manusia itu dengan amal perbuatannya, tetapi
kebahagiaannya pun adalah sebagai tebusan amal perbuatan yang telah
dilakukan.

Al-Qur'an mengaitkan antara takwa dan kesejahteraan ekonomi:
 "Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah
Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi,
tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka
disebabkan perbuatannya." (Al-A'raf/ 7:96).

Keterkaitan antara kesengsaraan manusia dan malapetaka dengan
perbuatannya merupakan hukum alam (sunnah kaumiyyah) yang tidak
bertentangan dengan hukum yang lain yang ditetapkan oleh Islam.
Sesungguhnya amal kebaikan, tobat, sedekah akan dapat menghindarkan
manusia dari sanksi dan malapetaka. Karena sebenarnya kebajikan,
sedekah, tobat merupakan manifestasi perubahan jiwa. Sedangkan
perubahan jiwa itu sendiri juga menuntut adanya, sesuai dengan hukum
alam, perubahan dalam jiwa manusia. 

Konsep seperti itu diungkapkan oleh nash-nash Islam dalam berbagai
gaya. Alah swt berfirman:
"Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan
baginya jalan keluar. (Ath-Thalaq/65:2).

Imam Ali bin Abi Thalib (sa) berkata: "Jika kamu telah sampai ke tepi
sebuah nikmat, maka janganlah kamu membuat lari tepi yang lain karena
kurangnya bersyukur. (Nahj Al-Balaghah, Syarh Al-Faydh, hlm. 1083)

Imam Ja`far Ash-Shadiq (sa): "Allah tidak memberikan sebuah nikmat
kepada seorang hamba dan mencabutnya kembali sampai hamba itu
melaku¬kan sebuah dosa yang membuat sahnya pencabutan nikmat dari¬nya.
" (Al-Kati, 3: 376)

Dia juga mengatakan: "Sesungguhnya Allah menetapkan qadha yang pasti,
untuk tidak memberikan nikmat kepada seorang hamba lalu mencabutnya
kembali sampai dia melakukan sebuah dosa yang membuat sahnya pemberian
kesengsaraan."(Al-Kafi, 3: 375-376)

Begitulah dosa keluar dari kerangka perbuatan individu, yang pada
gilirannya akan menjalar kepada masyarakat. Dan begitulah hukum alam
Ilahi yang tidak akan berubah.

Al-Quran menyebutkan cerita tentang individu dan kaum yang berkaitan
dengan hukum alam tersebut, hukum keterkaitan antara dosa dan
dicabutnya nikmat, antara takwa dan melimpahnya nikmat. Untuk
memperjelas persoalan ini, saya akan kemukakan dua kisah: kisah Yusuf
yang mencerminkan ketakwaan seorang individu dan kisah kezaliman kaum
Saba' yang merambah menjadi dosa sosial.

Yusuf Pahlawan Ketakwaan
Kisah Yusuf  membuahkan pelajaran yang agung dan anggun. Allah
menghendaki agar Yusuf dipindahkan ke Mesir. Dia dijual di sana dengan
harga yang sangat murah, beberapa keping dirham. Pembelinya adalah
seorang bangsawan Mesir, dan berkata kepada istrinya: "Hormatilah ia,
siapa tahu dia akan membawa kebaikan buat kita atau dapat diambil
sebagai anak angkat." Yusuf mulai meng¬injakkan kakinya di istana
bangsawan itu. Di dalam istana itu tinggal seorang istri bangsawan
yang hanya memikirkan bagaimana cara memperoleh kenikmatan dirinya dan
memuaskan hawa nafsunya. Dia tidak pula mempunyai ambisi kecuali
menambahkan kepuasan seksual pada dirinya.

Kedatangan Yusuf, sang pemuda yang tampan ke istana ini, semakin
mendorong wanita tersebut untuk membuat strategi bagai¬mana caranya
memanfaatkan Yusuf dan memuaskan hawa nafsunya yang liar. Apa lagi
yang dapat mencegah wanita seperti itu untuk tidak tunduk kepada
panggilan hawa nafsu liar itu. Hanya iman yang dapat mengendalikan
nafsu seksualnya. Tak ada sebutir iman pun di hati Zulaykha. Dan oleh
karena itu, dia mempersiapkan segala cara untuk menjebak Yusuf agar
mau menurutinya. Seperti yang diungkapkan dalam Al-Quran:
Dan wanita (Zulaykha) yang Yusuf tinggal di rumahnya meng¬goda Yusuf
untuk menundukkan dirinya (kepadanya) dan dia menu¬tup pintu-pintu
seraya berkata: "Marilah ke sini....". (Yusuf/12:23).

Pada saat-saat seperti itu Yusuf melampaui ujian yang sangat berat.
Dia seorang pemuda yang memiliki nafsu seksual sebagaimana layaknya
pemuda yang nafsu birahinya sedang bergejolak. Di hadapannya ada
Zulaykha yang sangat cantik dan bertingkah secara berlebihan. Yusuf
berada dalam ruangan tertutup itu, yang jauh dari penglihatan orang.
Ruangan itu dihiasi dengan ornamen-ornamen yang sangat indah dan
menawan, serta dipasangi kelambu yang terbuat dari kain sutera halus,
yang membangkitkan nafsu birahi manusia.

Di samping itu, ada permintaan yang sangat kuat dan berulang-¬ulang
dari Zulaykha. Di depan faktor-faktor yang menunjang terhadap
keterjerumus¬an kepada kubangan syahwat itu, Yusuf tampak tegar dan
kokoh. Dia lari kepada Allah dari bisikan setan dan menang. Benteng
pertahanan imannya semakin kokoh.

Lalu apa hasilnya?
Tahun demi tahun berlalu, lalu terungkaplah kedudukan, kebenaran, dan
kejujuran Yusuf di hadapan sang bangsawan. Dia memanggilnya.

"Dan raja itu berkata: "Bawalab Yusuf kepadaku, agar aku me¬milih dia
sebagai orang yang rapat kepadaku...." Maka tatkala raja telah
bercakap-cakap dengannya, dia berkata: "Sesungguhnya kamu mulai hari
ini menjadi seorang yang berkedudukan tinggi lagi dipercaya di sisi
kami." (Yusuf/12:54).

Setelah Yusuf memperoleh kepercayaan raja tersebut, dia ingin menjadi
penanggung jawab urusan yang sesuai dengan kemampuan¬nya dengan tujuan
hendak berkhidmat kepada manusia.

Berkata Yusuf: "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir)
sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi
berpenge¬tahuan. (Yusuf/2:55).

Begitulah Allah SWT memberikan kedudukan yang mulia kepada Yusuf.
"Dan demikianlah kami memberi kedudukan kepada Yusuf di negeri Mesir;
(dia berkuasa penuh) pergi menuju ke maas saja ia kehendaki di bumi
Mesir itu...." (Yusuf/12:56).
Setelah Yusuf berjumpa dengan sdudara-saudaranya, maka terheranlah
mereka terhadap kedudukan yang diperoleh Yusuf. Yusuf pun menjelaskan
kepada mereka dengan ungkapan yang singkat atas apa yang terjadi pada
hari itu di istana bangsawan (raja) Mesir. Dia mengatakan:

"Sesungguhnya barangsiapa yang bertakwa dan bersabar, maka
sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang
berbuat baik. (Yusuf/12:90).

Jika saja Yusuf tergelincir pada kubangan nafsu syahwatnya, pasti dia
tidak sampai pada kedudukan tinggi tersebut, dan tidak akan memperoleh
kepercayaan yang penuh dari raja. Ketakwaannya¬lah yang dapat
mengangkatnya pada derajat yang tinggi. Kesabaran dan ketegarannya
yang menjadikannya sebagai pembenar (al¬shiddiq) dan orang saleh yang
menaburkan kebaikan kepada ke¬luarga dan masyarakatnya.

Kezaliman Kaum Saba'
Ketika Al-Quran Al-Karim berbicara tentang umat-umat di masa silam, ia
selalu mengaitkan antara hilangnya nikmat pada umat-¬umat tersebut
akibat dosa dan kemaksiatan yang dilakukan oleh mereka.

Allah SWT berfirman:
"Dan apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi, lalu
memperhatikan betapa kesudaban orang-orang yang sebelum mereka. Mereka
itu adalah lebih hebat kekuatannya dari¬pada mereka dan (lebih banyak)
bekas-bekas mereka di muka bumi, maka Allah mengazab mereka disebabkan
dosa-dosa mereka..." (Al-Mu'min/40:21).

Tentang hukum slam itu, Allah SWT berfirman:
"(Keadaan mereka) serupa dengan keadaan Fir`aun dan
pengikut¬-pengikutnya serta orang-orang yang sebelumnya. Mereka
meng¬ingkari ayat-ayat Allah, maka Allah menyiksa mereka disebabkan
oleh dosa-dosa mereka..." (Al-Anfal/8:52).

Berkenaan dengan kaum Saba' ini, Allah SWT berfirman:
 "Sesungguhnya bagi kaum Saba' ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat
kediaman mereka, yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah
kiri. (Kepada mereka dikatakan): "Makanlah olehmu dari rizki yang
dianugerahkan Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya." (Negerimu)
adalah negeri yang baik dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Pengampun.
Tetapi mereka berpaling, maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang
besar dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang
ditumbuhi (pohon¬pohon) yang berbuah pahit, pohon Atal dan sedikit
dari pohon Sidr. Demikianlah Kami memberi balasan kepada mereka karena
kekafiran mereka. Dan Kami tidak menjatuhkan azab (yang demikian itu)
melainkan hanya kepada orang-orang yang sangat kafir." (Saba'/34:15¬17).
Kisah Kaum Saba'
Negeri Yaman terletak di sebelah barat daya Jazirah Arabia yang
selamanya menjadi incaran orang, dan diperebutkan oleh berbagai
negeri. Negeri itu dikuasai cukup lama oleh Iran di zaman Sasanid.
Semua itu disebabkan oleh letak negeri Yaman yang sangat strategis,
dan hasilnya yang sangat menyenangkan sehingga disebut dengan Yaman
Bahagia (Al-Yaman AI-Sdid).

Setelah beberapa abad, Yaman memperoleh kemerdekaannya. Yaitu pada
zaman raja-raja Saba'. Dituturkan bahwa kaum Saba' mendirikan negara '
mereka pada abad kesembilan sebelum Masehi, dan berlangsung selama
enam ratus tahun. Penggalian yang dilaku¬kan oleh antropolog di
wilayah itu menunjukkan bahwa negeri itu memang mencapai kemajuan yang
sangat dahsyat di bidang per¬adaban, ilmu pengetahuan dan arsitektur.
(tafsir Majma' Al-Bayan)

Salah satu bentuk peninggalan raja Saba' ialah bendungan Ma'rib.
Ma'rib adalah ibukota negeri Saba' di masa silam, yang ter¬letak di
sebuah lembah yang dikelilingi oleh gunung-gunung yang menjulang tinggi.

Bendungan yang besar itu memiliki pengaruh yang sangat besar untuk
menghidupkan tanah-tanah pertanian, dan mengubah kota¬-kota di
sekitarnya menjadi surga-surga yang ditumbuhi tanaman yang dapat
dipetik buahnya sepanjang masa. Kota-kota itu disebut demikian, karena
banyak sekali ladang-ladang dan kebun-kebun pertanian di sana.

Penduduk negeri yang dilimpahi berbagai nikmat itu bersyukur kepada
Allah atas nikmat yang telah Dia berikan, tetapi mereka melakukan
kezaliman dan tenggelam dalam kubangan nafsu syahwat yang dapat
mencabut nikmat-nikmat tersebut. Penduduk negeri itu juga berhadapan
dengan para nabi dan menolak ajaran mereka. Akhirnya, pantaslah bila
mereka diberi azab oleh-Nya. Lalu Allah mengirimkan banjir bandang
yang sangat besar, menghancurkan bendungan, membabat habis
ladang-ladang pertanian, dan meluluh-¬lantakkan segala yang
diterjangnya, sampai kota-kota pun rata dengan tanah.

Imam Ali zainal Abidin (sa) mengatakan: "Dosa yang dapat meng¬ubah
nikmat ialah: menzalimi manusia, menyimpang dari kebiasaan yang baik
dan perbuatan yang makruf, mengingkari nikmat, dan tidak bersyukur."
(Ma'anil Akhbar: 270)

Amalan Praktis, bermacam2 shalat sunnah dan doa-doa pilihan,
Artikel-artikel Islami, klik di sini :
http://shalatdoa.blogspot.com
http://syamsuri149.wordpress.com

Milis artikel2 Islami, macam2 shalat sunnah, amalan2 praktis dan
doa-doa pilihan serta eBooknya, klik di sini:
http://groups.google.com/group/keluarga-bahagia
http://groups.yahoo.com/group/Shalat-Doa

Milis FengShui Islami, rahasia huruf dan angka, nama dan kelahiran,
rumus2 penting lainnya, dan doa2 khusus, klik di sini :
http://groups.google.co.id/group/feng-shui-islami


Kirim email ke