Ole sio sayange, dalam artikel Syeikh Yusuf Al-Maqassari tulisan H Rosihan 
Anwar , ada termaktub:
"SYEIKH Yusuf tidak kembali ke Goa di mana agama sudah dilecehkan, orang 
berjudi, mengadu ayam, meminum arak, menghidupkan lagi animisme tanpa ditindak 
secara tuntas oleh Sultan.(*) Alih-alih dia menetap di Banten dan menjadi 
penasihat agama utama Sultan Ageng Tirtayasa. Sultan ini sangat anti-VOC 
Belanda. Ia berselisih dengan putranya yang dikenal sebagai Sultan Haji. Timbul 
perang saudara, Sultan Haji minta bantuan VOC yang mengirim tentara Kompeni 
untuk menangkap Sultan Ageng dan menyekapnya di Batavia di mana dia meninggal 
tahun 1692."

Sio, ada tanda (*) tetapi seng ada penjelasannya catatan kaki tsb. Nah oom-oom, 
tante-tante, nyong-nyong dan nona-nona silakan baca penjelasan di bawah itu 
prolog debat antara Syaikh Yusuf vs Perdana Menteri Kerajaan Gowa, di mana 
Syaikh Yusuf menyatakan akan pergi dari Butta Gowa (neger Makasssar) dan tidak 
akan kembali lagi

--------------------------------------------------
(*)
BISMILLA-HIRRAHMA-NIRRAHIYM

WAHYU DAN AKAL - IMAN DAN ILMU
[Kolom Tetap Harian Fajar]
106. Syaikh Yusuf Tuanta Salamaka vs Karaeng Pattingalloang
tentang Lima Perkara

Di zaman pemerintahan Sultan Malikussaid Raja Gowa dengan gelar anumerta 
Tummenanga ri Papambatuna, tersebutlah dua orang tokoh sejarah yang terkenal 
yaitu Syaikh Yusuf Tuanta Salamaka dan Karaeng Pattingalloang. Syaikh Yusuf 
adalah tokoh berkaliber internasional, dengan predikat ulama dalam kwalitas 
sufi, ilmuwan penulis puluhan buku, pejuang yang gigih di mana saja ia berada: 
di Gowa, di Banten, di Ceylon (Srilangka sekarang) dan di Tanjung Pengharapan, 
negaranya orang Boer (petani emigran Belanda, sekarang Negara Afrika Selatan). 
Karaeng Pattingalloang adalah Perdana Menteri kerajaan kembar Gowa-Tallo', 
negarawan, politikus, ilmuwan, yang publikasi karya ilmiyahnya belumlah 
ditemukan hingga dewasa ini.

Syahdan, inilah dialog di antara keduanya dalam Hikayat Tuanta Salamaka menurut 
versi Gowa, sebagaimana dituturkan oleh Allahu Yarham Haji Ahmad Makkarausu' 
Amansyah Daeng Ngilau'. Materi dialog itu ada lima perkara: anynyombaya 
saukang, appakala'biri' sukkuka gaukang, a'madaka ri bate salapanga, 
angnginunga ballo' ri ta'bala' tubarania, dan pa'botoranga ri  pasap-pasaraka.
Maka berkatalah Tuanta Salamaka: "Telah kulihat alamat keruntuhan Butta 
(negeri) Gowa. Oleh sebab itu, pertama, hentikan dan cegahlah rakyat menyembah 
berhala (saukang), yang kedua, hentikan menghormati atribut kerajaan (gaukang) 
secara berlebih-lebihan, yang ketiga, hentikan Bate Salapang bermadat, yang 
keempat, hentikan pasukan kerajaan minum tuak, dan yang kelima, hentikan 
perjudian di pasar-pasar." (bahasa aslinya seperti dituturkan Daeng Ngilau di 
atas itu).

Maka menjawablah Karaeng Pattingalloang: 
"Pertama, susatongi nipamari anynyombaya saukang, susahlah menghentikan rakyat 
menyembah saukang, sebab melalui saukang itulah wibawa raja ditegakkan, yang 
kedua, sukarlah juga menghentikan penghormatan gaukang, karena di situlah 
letaknya kemuliaan sang raja, anjoreng minjo kala'biranna sombaya, yang ketiga, 
tidaklah gampang Bate Salapang menghentikan bermadat, karena jika demikian 
takkuleami nagappa nanawa-nawa kabajikanna pa'rasanganga, tidak akan timbul 
gagasan-gagasan baru mengenai konsep pembangunan, yang keempat, kalau pasukan 
kerajaan dihentikan minum tuak, lalu kedatangan musuh, inaimo lanisuro 
a'jjallo', siapalah yang akan dikerahkan membabat musuh, yang kelima, juga 
tidak mungkin menutup perjudian di pasar-pasar, karena tenamo nantama baratuwa, 
tidak ada lagi pajak judi yang masuk dalam perbendaharaan kerajaan, antekammamo 
lanibajiki 
pa'rasanganga, lalu bagaimana mungkin menggalakkan pembangunan?"

Setelah dialog selesai, Tuanta Salamaka mengeluarkan pernyataan: "Punna tenamo 
takammana lakupilari butta Gowa, kalau keputusan kerajaan sudah demikian itu, 
akan kutinggalkan Butta Gowa. Tamangeai nyawaku anciniki sallang sare-sarenna 
Butta Gowa. Tak sampai hati saya menyaksikan kelak keruntuhan Butta Gowa."

La Maddaremmeng, Raja Bone ke-13, menjalankan Syari'at Islam dengan murni dan 
konsekwen dalam kerajaannya. Sebenarnya La Maddaremmeng ini perlu diangkat 
dalam sejarah, bahwa ia mendahului gerakan Paderi di Minangkabaw. La 
Maddaremmeng adalah Pahlawan Islam. Ia memberantas adat kebiasaan yang 
bertentangan dengan Syari'at Islam, sejalan dengan yang dikemukakan oleh Tuanta 
Salamaka kepada Karaeng Pattingalloang. Para bangsawan Bone yang tidak setuju 
dengan kebijaksanaan La Maddaremmeng minta bantuan Kerajaan Gowa, yang 
mengakibatkan pecah perang Gowa-Bone yang kedua. Bone kalah perang, sejumlah 
rakyatnya ditawan, dikerahkan ke Gowa untuk kerja paksa, membangun benteng 
pertahanan. 

Perang Gowa-Bone ini memang unik dalam sejarah. Pada zaman pemerintahan I 
Mallikaang Daeng Manyonri Karaeng Katangka Karaenga Matowaya Sultan Alawddin 
Awwalu lIslam Tummenanga ri Agamana terjadi perang Gowa-Bone pertama, yang 
penyebabnya sebaliknya dari perang yang kedua. Yaitu Kerajaan Gowa walaupun 
tidak memaksakan agama Islam pada Kerajaan Bone yang waktu itu 
belum Islam, Kerajaan Gowa menghendaki agar Bone menghentikan praktek tradisi 
yang bertentangan dengan Syari'at Islam. 

Demikianlah Kerajaan Gowa kehilangan mutiaranya. Tuanta Salamaka akhirnya 
meninggalkan Kerajaan Gowa, merantau ke Banten. Menuntut ilmu ke Tanah Suci. 
Bersama-sama dengan mertuanya, Sultan Ageng Tirtayasa, dan iparnya, Pangeran 
Purbaya, berperang melawan Belanda di Banten, di Parahyangan, sampai ke 
Ceribon. Melanjutkan perjuangan sambil menulis buku di pengasingan di Ceylon 
dan di Tanjung Pengharapan.

Apa yang diucapkan Tuanta Salamaka sebagai futurelog terbukti dalam sejarah. 
Arung Palakka, yang walaupun masa remajanya dibina dan dididik oleh Karaeng 
Pattingalloang, bangkit melawan kerajaan Gowa untuk memerdekakan Bone, 
mengakhiri kerja paksa itu. Dan selanjutnya dapat kita baca dalam sejarah bahwa 
apa yang diramalkan oleh Syaikh Yusuf tentang nasib kerajaan Gowa terbukti 
dalam satu generasi berikutnya  pada zaman pemerintahan I Mallombassi Daeng 
Mattawang Karaeng Bonto Mangngape Sultan Hasanuddin Tummenanga ri Balla' 
Pangkana, ditandai dengan ditandatanganinya Perjanjian Bungaya. Sepeninggal 
Sultan Hasanuddin pamor Kerajaan Gowa menjadi pudar.

Menurut berita insya Allah Syaikh Yusuf akan diperingati sepanjang tahun 1994 
di Negara Afrika Selatan, yang mendapat dukungan kuat dari Nelson Mandela. 
Kolom ini ditulis untuk ikut sekelumit menyambut tahun kegiatan memperingati 
Syaikh Yusuf di rantau jauh itu. Adegan dialog itu menunjukkan perbedaan sikap 
berpikir antara orang berdzikir kemudian baru berpikir, berhadapan dengan orang 
yang berpikir saja tanpa berdzikir. Syaikh Yusuf, karena berdzikir, ingat 
kepada Allah dahulu sebelum berpikir, maka pemikirannya dituntun oleh wahyu. 
Sedangkan Karaeng Pattingalloang hanya berpikir saja tanpa dituntun wahyu, 
hanya mengandalkan akalnya belaka. Itulah barangkali latar belakangnya mengapa 
penulis sejarah di kalangan orang barat sangat memujinya.

Firman Allah:
-- Alladziena yazkuruna Llaha qiyaman wa qu'udan wa 'ala junubihim wa 
yatafakkaruna fie khalqi ssamawati walardhi, rabbana ma khalaqta hadza bathilan 
subhanaka faqina 'adzaba nnar (S. Ali 
'Imran 3:190). artinya: 
-- Yaitu mereka yang dzikir kepada Allah dalam keadaan berdiri, atau duduk, 
atau berbaring, dan berpikir tentang kejadian (benda-benda) langit dan bumi, 
kemudian berucap: Ya Maha Pengatur kami, tidaklah Engkau ciptakan semuanya ini 
dengan percuma, maka peliharalah kami dari azab neraka.

Jadi yadzkuruna berdzikir dahulu baru yatafakkaruna berpikir. WaLlahu a'lamu 
bishshawab.

*** Makassar, 5 Desember 1993 
    [H.Muh.Nur Abdurrahman]
http://waii-hmna.blogspot.com/2007/06/106-syaikh-yusuf-tuanta-salamaka-vs.html 


  ----- Original Message ----- 
  From: Tana Doang 
  To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
  Sent: Monday, April 14, 2008 9:24 AM
  Subject: [wanita-muslimah] SBY Panggil Syahrul Bangun Makassar di Cape Town


  SBY Panggil Syahrul Bangun Makassar di Cape Town
  (11 Apr 2008) 
  JAKARTA--Dua hari setelah dilantik, Gubernur Sulawesi Selatan, Syahrul Yasin 
Limpo dipanggil Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Kantor Presiden, Kamis, 10 
April.Syahrul dipanggil SBY terkait rencana pembangunan perpustakaan di Kampung 
Makassar yang ada Cape Town Afrika Selatan. 

  - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - 

  - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

  Syeikh Yusuf Al-Maqassari 

  SOROTAN mata tajam, alis hitam, bibir gairah, jenggot lebat, berpakaian 
gamis, bersorban putih, itulah Syeikh Yusuf asal Goa, Sulawesi Selatan, yang 
pada abad ke-17 menyemaikan Islam di Afrika Selatan.

  DALAM berkas yang saya terima di seminar "Perbudakan dan Buangan Politik" di 
Cape Town, 23 Maret 2005, saya temukan potret Syeikh Yusuf. Tidak jelas 
pelukisnya. Tidak pasti otentiknya. Betulkah begitu wajahnya? Siapa takut? 
Bagaimanapun, ini adalah insan hebat luar biasa.

  - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

  - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

  SYEIKH Yusuf tidak kembali ke Goa di mana agama sudah dilecehkan, orang 
berjudi, mengadu ayam, meminum arak, menghidupkan lagi animisme tanpa ditindak 
secara tuntas oleh Sultan.(*) Alih-alih dia menetap di Banten dan menjadi 
penasihat agama utama Sultan Ageng Tirtayasa. Sultan ini sangat anti-VOC 
Belanda. Ia berselisih dengan putranya yang dikenal sebagai Sultan Haji. Timbul 
perang saudara, Sultan Haji minta bantuan VOC yang mengirim tentara Kompeni 
untuk menangkap Sultan Ageng dan menyekapnya di Batavia di mana dia meninggal 
tahun 1692.

  Syeikh Yusuf dengan 4.000 tentara Bugis memihak Sultan Ageng, turut 
bergerilya dengannya, juga ditangkap oleh Belanda. Pada bulan September 1682, 
Syeikh Yusuf bersama dua istrinya, beberapa anak, 12 murid, dan sejumlah 
perempuan pembantu dibuang ke Ceylon, kini Sri Lanka. Di Sri Lanka dia menulis 
karya-karya keagamaan dalam bahasa Arab, Melayu, dan Bugis. Dia aktif menyusun 
sebuah jaringan Islam yang luas di kalangan para haji yang singgah di Sri 
Lanka, di kalangan para penguasa, dan raja-raja di Nusantara. Haji-haji itu 
membawa karya-karya Syeikh Yusuf ke Indonesia, dan karena itu bisa dibaca di 
negeri kita sampai sekarang.

  --------------cut-------------------
  . 
   

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke