http://dewiyuhana.wordpress.com/2008/04/21/kenapa-harus-meminta-diberi-kesempatan/
--- Dalam setiap diskusi, seminar, atau acara lain sejenis yang membahas tentang perempuan dan kesetaraan gender, selalu terlontar protes tentang minimnya kesempatan yang diberikan terhadap kaum saya ini. Mereka (baca: kami) terlalu sering menuntut untuk diberi kesempatan, agar dihargai, supaya dihormati dan tidak dilecehkan, hingga dapat bersanding sejajar dengan kaum pria. Saat melontarkan protes, kami terlihat ‘sangar’ karena berani tampil di depan forum dengan semangat membara. Apalagi saat rekan-rekan lain mendukung dengan aplaus panjang atau teriakan setuju (walau mungkin mereka tak mengerti apa yang sudah disetujui), waah, semakin bangga rasanya. Kebanggan yang membuncah mengerek keberanian kami, untuk melakukan demonstrasi, long march dari jalan-jalan utama menuju alun-alun, balaikota, ke DPRD, tanpa putus dengan teriakan orasi penggugah motivasi. Ya, bersama di tengah-tengah teman senasib ‘korban’ diskriminasi budaya dan kebijakan yang masih memandang perempuan sebagai warga kelas dua, memang terasa nyaman dan aman. Kami saling bahu membahu, mendukung, dan menguatkan satu sama lain. Untuk satu tujuan, mendapat persamaan hak dan disejajarkan dengan kaum pria. Kenyamanan seperti itu tidak kami dapatkan saat berada dalam satu scene bersama para pria. Mereka terlalu ingin mendominasi, hanya mau menunjukkan kekuasaan, cuma ingin menang sendiri. Mengabaikan dan tak pernah memberi kami kesempatan untuk tampil. Tahukah Anda, arogansi dan dominasi itu dilakukan oleh para pria beradab dan berpendidikan, dalam semua bidang, mulai pemerintahan, pendidikan, dunia bisnis, hingga di kancah politik. Mereka menutup semua celah, hingga tak tersisa jalan bagi kami untuk menunjukkan karya dan prestasi. Kami terpinggirkan hanya karena kami perempuan. Ups! terlalu ekstrim?. Mungkin ya, Bisa juga tidak. Tanpa bermaksud menyalahkan kaum perempuan (yang berarti saya termasuk di dalamnya), rasanya kami harus melakukan introspeksi diri dengan lebih obyektif. Bertanya “apakah sudah berbuat sesuatu agar memperoleh kesempatan, dapat duduk sejajar dan berdampingan dengan kaum pria?”, sekaligus menjawabnya dengan jujur. Jawaban jujur itulah yang akan menjadi penuntun, penunjuk jalan yang menyadarkan perempuan, bahwa aksi protes yang dilakukan dengan semangat membara itu ternyata hanya sebuah bungkus untuk menyembunyikan sikap yang (aslinya) pasif. Kenapa perempuan harus meminta “diberi” kesempatan padahal dapat memberi bukti lewat karya nyata Kenapa menuntut dihormati, untuk tidak dilecehkan? perempuan terhormat adalah yang mau menghormati dirinya sendiri Kenapa memilih kata pasif jika ada kata aktif yang lebih enak dibaca dan didengar? Kesempatan berkarir, berpolitik, atau apapun, tak dapat diperoleh hanya dengan meminta. Sebesar dan sebanyak apapun jumlah perempuan yang ikut aksi tersebut, kesempatan tak akan pernah mendekat apalagi datang menyapa. Karena kesempatan tak dapat dipaksa. Anda harus berjuang, terus, tak kenal lelah, hingga kesempatan memutuskan Anda memang berhak mendapatkannya. Berbicara tentang memaksa kesempatan, membuat saya teringat menjamurnya reality show di semua TV swasta yang menjanjikan ketenaran instan dan mimpi manis menjadi kaya dalam waktu singkat. Akibatnya, banyak peserta berlomba menciptakan kesempatan untuk menjadi yang terbaik dengan mengirimkan dukungan kepada dirinya sendiri. Ada yang tereliminasi, ada yang bertahan hingga posisi puncak tanpa menyadari jika sejatinya mereka sama-sama “kalah”. Ya, kalah karena selera masyarakat tak dapat dibohongi, tak mau dibeli. Sah, bila mereka menobatkan diri sebagai yang terbaik, tapi sampai kapan akan bertahan? Sama dengan kesempatan yang seringkali dituntut dan diminta oleh kaum perempuan (dan) saya. Kesempatan yang diperoleh karena pemberian, tanpa diimbangi kemampuan, akan menjadi bumerang bagi kaum perempuan. Seakan-akan berada di puncak, berjaya, sebagai yang terhormat, padahal menjadi bahan tertawaan. Loh, saya tak berpihak pada kaum saya sendiri? Justru karena sangat berpihak membuat saya menulis tentang fenomena ini, di hari Kartini, yang sayangnya selalu diperingati dengan simbolis. Berpakaian kebaya, mengulang sejarah Kartini, dan memahami perjuangannya hanya dari satu sisi, emansipasi. Padahal ada banyak pemikiran Kartini yang bila dicermati menjadi bahan evaluasi paling kritis terhadap apa yang sudah dilakukan “kartini-kartini” saat ini. Kartini tidak asal protes dan menuntut, apalagi mempermalukan diri karena bersikap bak pahlawan kesiangan. http://dewiyuhana.wordpress.com/2008/04/21/kenapa-harus-meminta-diberi-kesempatan/ -- This article was sent using my Viigo. For a free download, go to http://getviigo.com Sent from my BlackBerry® wireless device from XL GPRS network ------------------------------------ ======================= Milis Wanita Muslimah Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat. Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED] Milis Keluarga Sejahtera mailto:[EMAIL PROTECTED] Milis Anak Muda Islam mailto:[EMAIL PROTECTED] This mailing list has a special spell casted to reject any attachment ....Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/ <*> Your email settings: Individual Email | Traditional <*> To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/join (Yahoo! ID required) <*> To change settings via email: mailto:[EMAIL PROTECTED] mailto:[EMAIL PROTECTED] <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/