http://batampos.co.id/edisi-harian/opini/refleksi-hari-buruh-se%11dunia-.html
Refleksi Hari Buruh Se-Dunia Friday, 02 May 2008 Oleh :Widiyono Agung S.ST Hakim PHI Provinsi Kepri Tanggal 1 Mei atau disebut dengan MayDay, yang biasa diperingati sebagai Hari Buruh Se-Dunia bermula dari gerakan buruh pada akhir abad ke-19 setelah berkembangnya kapitalisme di Eropa dan Amerika. Di sejumlah negara komunis, seperti China dan Kuba, 1 Mei menjadi hari libur penting. Pada tahun 1866, Organisasi buruh sosialis di Eropa dan Amerika, Internasional Pertama, menyatakan batas legal kerja delapan jam per hari. Lalu tahun 1886, tepatnya pada 1 Mei 1886, sejumlah serikat buruh di Amerika Serikat melakukan aksi besar-besaran menuntut jam kerja dikurangi menjadi delapan jam per hari. Demonstrasi ini berakhir rusuh di lapangan Haymarket Chicago pada 4 Mei, yang menewaskan belasan orang dan mencederai 100 orang lebih. Tahun 1889, Organisasi yang dibentuk kelompok sosialis di Eropa dan Amerika, Internasional Kedua, memaklumkan 1 Mei sebagai Hari Buruh. Pada tahun 1920, di Hindia Belanda para buruh mulai memperingati Hari Buruh pada 1 Mei. Dan akhirnya tahun 1958, Presiden Amerika Serikat Eisenhower menjadikan 1 Mei sebagai Hari Hukum dan Hari Loyalitas. Bagaimana dengan Indonesia? Pada tahun1966 -1993, Peringatan Hari Buruh di Indonesia dilarang pemerintah Presiden Soeharto karena dianggap gerakan berkonotasi komunis. Serta pada tahun 1992, para buruh Hotel Hyatt Regency Surabaya merayakannya dengan mogok kerja tiga jam, perayaan pertama sejak Orde Baru berkuasa. Komite Mahasiswa Pembela Buruh Indonesia menggelar aksi serentak di Jakarta, Yogyakarta, dan Medan. Dan pada tahun 1993, Marsinah buruh pabrik Jam PT Catur Putra Surya di Porong Sidoarjo Jawa Timur, disiksa dan dibunuh pada 8 Mei. Dia dielu-elukan sebagai pahlawan buruh. Gerakan SP/SB Indonesia Kekinian Di Indonesia MayDay tetap saja menjadi tarik ulur, bagi Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB) bahwa MayDay merupakan momentum penting guna memberikan kesan terhadap publik bahwa SP/SB mempunyai historikal SP/SB dan hal tersebut merupakan simbul penting dalam memperkuat barisan yang disebut dengan Solidaritas. Bagi Pemerintah Indonesia terhadap peringatan MayDay memberi komentar 'tidak melarang' dan tidak juga "meng-iya-kan". Sehingga para pekerja tidak dapat dengan leluasa memperingati MayDay tersebut disebabkan para pekerja tidak bisa libur atau cuti dalam jumlah yang besar dengan alasan mengganggu jalannya produksi. Walaupun sebenarnya Indonesia sendiri telah meratifikasi Konvensi ILO terhadap Kebebasan Berserikat yang melahirkan Undang-undang No. 21 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Berbeda dengan negara-negara di Asia lainnya seperti Jepang, China, India, Philipina, Iran dan Singapore yang memberikan 1 Mei adalah Hari Libur Nasional. Karena peringatan MayDay bagi SP/SB akan memberikan kesadaran terhadap para pekerja terhadap fungsi keberadaan SP/SB sehingga para pekerja dengan kesadarananya sendiri dapat bergabung didalamnya, SP/SB mempunyai tujuan mensejahterakan dirinya dan keluarganya (seperti termaktub dalam amanah UU 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan). Mensejahterakan dalam kenyataan dilapangan pada umumnya adalah bagaimana Perusahaan dapat melaksanakan kesejahteraan terhadap pekerja sesuai dengan amanah UU no. 13 tersebut. Misalnya, perusahaan memberikan cuti melahirkan, perhitungan gaji lembur yang sesuai, Jamsostek, dll seperti yang diamanahkan Undang-undang no.13 tahun 2003 tersebut. Jadi dengan kata lain eksisnya SP/SB adalah sebagai pengawas terhadap perusahaan dalam memberikan imbalan terhadap karyawannya atas jasa kerja yang dicurahkan kepada perusahaan, baik soal perlindungan upah, perlindungan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja), serta advokasi (pembelaan) terhadap anggota SP/SB jika terjadi pelanggaran undang-undang. Bukan tuntutan yang melebihi dari yang diamanahkan Undang-undang. Walaupun ada beberapa perusahaan besar yang memberi lebih dari amanah Undang-undang, misalnya bonus tahunan lebih dari tiga bulan upah dan sebagainya. Pentingnya keberadaan SP/SB di perusahaan Masyarakat Provinsi Kepulauan Riau tentunya masih teringat kasus-kasus perusahaan-perusahaan yang gulung tikar yang hampir semua bukan disebabkan karena besaran gaji (UMK), tetapi disebabkan karena produksinya tidak mampu bersaing atau teknologinya tidak mampu lagi mengikuti zaman. Misalnya PT Panasonic Batteray Batam (PBB), karyawan yang berjumlah kurang lebih 700-an orang harus gulung tikar karena produksi bateray nikel-nya ketinggalan teknologi dengan bateray Lithium yang lebih tahan lama. PT Livateck Batam yang jumlah karyawan kurang lebih 1.300 orang di-PHK karena kalah bersaing order produksi. Dan yang lagi ngetren adalah maskapai penerbangan Adam Air yang ditutup paksa oleh pemerintah dikarenakan ketidakmampuan dalam pengamanan atau safety system terhadap penumpang, dan sebagainya. Sekarang kita kuak kembali terhadap permasalahan terbesar bagi karyawan yaitu PHK dan bagaimana penyelesaiannya antara yang mempunyai SP/SB diperusahaan dengan yang tidak mempunyai SP/SB? Pertama, maskapai Adam Air seperti yang disampaikan di media-media terhadap penyelesaian pesangon karyawan, tidak pernah terdengar di sebutkan keterlibatan SP/SB di perusahaan Adam Air. Sehingga pada hari ini mereka tetap menunggu dan menunggu pemberian pesangon dan entah sampai kapan. Kedua, PT PBB Batam, melalui SP/SB para karyawan memaklumi dan pesangon diberikan lebih dari standart karena perusahaan sadar bahwa keuntungan selama ini dikarenakan andil besarnya para karyawan sehingga manajemen perusahaan berharap eks-karyawannya mampu beradaptasi paska PHK (Pemutusan Hubungan Kerja). Ketiga, PT Livateck Batam, yang tiba-tiba ditinggal pergi (ngacir) oleh pemilik perusahaan dan ditinggalkan aset yang sudah diagunkan bank, melalui SP/SB mereka mampu menjaga aset hampir satu tahun dan sekarang sedang dalam proses bagi aset dengan pihak bank. Dan tentunya masih banyak kasus tutupnya perusahaan dua tahun terakhir ini di Provinsi tercinta ini, misalnya PT Rotary Tanjungpinang dengan jumlah karyawan kurang lebih 400 orang. PT Kyocera Batam jumlah karyawan kurang lebih 600 an, PT Malaysia Garmen Bintan jumlah karywan 500-an, PT Best Apparel Bintan jumlah karyawan 550-an, PT Nasional Pacifik Bintan jumlah karywan 500-an, PT Escatec Bintan jumlah karywan 450-an dan sebagainya. Perusahaan mensikapi SP/SB? Pembentukan terhadapn SP/SB di negara Republik Indonesia ataupun keputusan ILO (Internationa Labor of Organisation) Persatuan Bangsa-Bangsa memberikan kebebasan terhadap pekerja untuk berserikat. Justru bagi perusahaan yang melarang terhadap pembentukan SP/SB diperusahaan dapat dituntut pidana. Sehingga dalam mensikapi keberadaan pendirian SP/SB atau keberadaan SP/SB tidaklah serumit yang dibayangkan bahwa kerjaan SP/SB akan selalu men-intervensi keputusan perusahaan atau tukang bikin ribut (entah demonstrasi atau mogok kerja), cara pandang yang demikian mengakibatkan dis-harmoni antara karywan dengan Perusahaan; jusrtu sebaliknya bahwa adanya SP/SB diperusahaan yang notabene mereka level diperusahaan adalah menengah ke bawah, tentunya dalam melakukan perundingan-perundingan kebijakan perusahaan terdapat perbedaan jenjang (baik pendidikan ataupun skill berunding) sehingga perusahaan memberikan ruang peningkatan skill untuk dapat bersinergi terhadap keputusan-keputusan perusahaan. Kedua, jikalau kesejahteraan karyawan terpenuhi maka karyawan tidak lagi terbelah konsentrasinya (tidak fokus) untuk bekerja lebih teliti, produktif sehingga secara otomatis tuntutan kualitas, produktifitas serta efisiensi yang diinginkan perusahaan dengan mudah bisa terealisasi. Menyikapi UMK setiap tahun ? Kunci permasalahan ada di tangan Pemerintah setempat. Salah satu landasan dasar dalam menentukan UMK (Upah Minimum Kota) adalah KHL (Kebutuhan Hidup Layak), yang dalam penentuannya didasarkan dengan Survey bersama antara Asosiasi Pengusaha, SP/SB dan Pemerintah (sangat adil). Jikalau 2 (dua) tertinggi hasil survey yaitu kebutuhan transportasi dan perumahan bisa diatasi dengan baik oleh Pemerintah sesuai janji dua tahun yang lalu adanya subsidi transportasi murah dan perumahan murah, serta dapat menjaga kesetabilan harga-harga kebutuhan pokok, maka keinginan para pekerja terhadap besaran UMK = KHL dan pengusaha tidak menjerit terhadap permasalahan tersebut terhadap upah tahunan tidaklah mustahil. [Non-text portions of this message have been removed]