Hikmah di Balik Ujian

Dalam percakapan yang mendalam, ibu itu akhirnya membuka seluruh
permasalahan yang dihadapi. Ia menceriterakan bahwa kasus kawin lagi
suaminya bukan yang pertama. Suaminya sudah sering diam-diam memiliki
isteri simpanan, tetapi setiap kepergok kemudian dicerai. Ia juga
mengaku bahwa suaminya termasuk "orang kuat" di tempat tidur sehingga
ia sering merasa kewalahan dalam melayaninya. Ia menduga bahwa jika
suami sedang tidak mempunyai isteri simpanan, maka ia suka "observasi"
ke tempat-tempat hiburan, buktinya isteri muda yang sekarang juga
ditemukan di panti pijat tradisional.

Di sisi lain ia juga mengakui bahwa suaminya itu orang baik, baik
kepada keluarga dan juga kepada tetangga. Suaminya juga idola bagi
anak-anaknya. Suaminya seorang muslim juga tetapi tidak rajin salat,
masih rajin salat anak-anaknya. Ibu itu juga mengaku menjalankan salat
tetapi sering tinggal terutama jika lagi sibuk.  Sebagai suami, kata
ibu itu, ia adalah suami yang penuh perhatian dan suka mengalah,
terbukti setiap kali kepergok juga segera memutuskan hubungan. Tetapi
dengan isteri muda yang terakhir ini, dia mengatakan bahwa ia akan
menceraikan isteri mudanya nanti setelah melahirkan, karena ia sedang
hamil 4 bulan. Ibu itu bercerita bahwa terkadang ia tergoda untuk
melabrak kepada madunya itu seperti yang dulu dilakukan kepada
madu-madu sebelumnya, tetapi sikap anak-anaknya yang membela bapaknya
membuatnya menjadi bingung. Sebagai wanita karir di kota besar, ia
merasa tabah mengahadapi ulah suami, tetapi menghadapi sikap
anak-anaknya betul-betul membuatnya bingung. Ia tak faham apa dan
siapa yang sebenarnya sedang ia hadapi, suami atau anak-anaknya.

Kasus ini sebenarnya adalah problem  yang berhubungan dengan kodrat
kejiwaan manusia. Ibu itu mengalami konflik interest, fikiran dan
perasaannya tidak sejalan, qalb, nafs, akal dan hati nuraninya tidak
sedang dalam kondisi harmoni sehingga ia merasa tidak mampu membuat
keputusan. Ia juga kesulitan menempatkan dirinya di antara suami,
anak-anak dan Alloh SWT,  tetapi ia sadar bahwa ada kekuatan yang bisa
membantunya tetapi belum ditemukan. Ia sadar, bahwa sebagai muslimah
ia kurang taat dalam menjalankan agama, tetapi ia berharap bahwa agama
akan membantu membimbingnya dalam membuat keputusan atas apa yang akan
dilakukan, sehingga pertanyaannya kepada penulis sebagai konselor juga
sudah definitif, yaitu apa yang harus dilakukan menurut tuntunan agama
Islam.

Karena ibu itu sudah siap menerima tuntunan agama, maka terapi
psikologis yang saya sampaikan juga merupakan paket yang konkrit.
Kepadanya  saya menyampaikan bahwa agama memberikan kebebasan kepada
ibu untuk memilih satu di antara 3 (tiga) jalan:

1. Pilihan pertama, labrak saja isteri muda itu dan laporkan kepada
Polisi supaya kapok, saran saya. Akan tetapi ibu harus bisa
membayangkan bahwa barangkali untuk kali ini  suami ibu tidak akan
mengalah. Jika kemudian suami ibu ditindak oleh atasan karena
melanggar PP 10, maka di mata suami, ibu adalah biang keladi dari
kegagalan karirnya, dan ia akan simpati kepada isteri muda yang di
labrak oleh ibu, dan dalam persepsinya isteri mudanya itu teraniaya
(mazlum) sementara ibu dianggap sebagai penganiaya (zalim). Pilihan
pertama ini biasanya dilakukan oleh perempuan kebanyakan, bukan
perempuan pilihan, langkah yang manusiawi, dapat dimengerti tetapi
hasilnya merugikan diri sendiri.

2. Pilihan yang kedua, ibu bisa sabar menunggu sampai isteri muda itu
melahirkan, dan setelah itu tagih janji suami ibu untuk
menceraikannya. Langkah ini juga dapat difahami, rasional dan
manusiawi, tetapi belum mengandung nuansa keindahan.

3. Pilihan ketiga, adalah pilihan yang biasanya dilakukan oleh
perempuan utama. Jika ibu memilih langkah ini, maka ibu harus
memandang isteri muda suami ibu bukan hanya sebagai  madu, tetapi
sebagai perempuan, sebagai makhluk yang membutuhkan pertolongan orang
lain, seperti ibu juga sedang membutuhkan pertolongan orang lain.

Dalam kehidupan, perempuan sering tidak bisa menentukan jalan
hidupnya, tetapi harus tunduk kepada tangan kokoh sistem sosial yang
terkadang tidak menyenangkan. Coba ibu renungkan, apakah perempuan
yang sekarang menjadi madu ibu itu senang bekerja di panti pijat, dan
kira-kira apa yang akan dia lakukan jika dicerai oleh suami ibu. Untuk
bisa menjadi perempuan utama, ibu harus berpihak kepada perempuan,
peduli kepada nasib perempuan 

Dalam menghadapi masalah ibu, ibu dapat melakukan suatu bargaining
dengan suami, misalnya nanti setelah perempuan madu anda itu
melahirkan, ibu bisa berkata kepada suami. Sudahlah pak, biar dia
tidak usah dicerai, saya kasihan kepada masa depan dia, sebab jika
dicerai hampir dapat dipastikan ia akan kembali ke panti pijat, dan
selanjutnya akan ada lagi perempuan lain yang menderita karena
suaminya tergoda kepadanya.  Akan tetapi saya punya permintaan, yaitu
sejak hari ini Bapak harus taat beragama, rajin menjalankan solat, dan
jauhi segala macam kemaksiatan. Doakan agar saya mampu hidup lurus dan
kuat menghadapi realita ini.

Ibu, kata saya, pilihan ke tiga ini pilihan perempuan utama, oleh
karena itu berat dan tidak semua perempuan dapat melakukannya, karena
manusia itu lemah. Alloh SWT juga tahu bahwa perempuan dan juga,
manusia pada umumnya memiliki kelemahan, oleh karena kepada orang yang
sedang mengalami persoalan seperti ibu, agama mengajarkan doa-doa
untuk memperkuat diri.

Mendengar kata-kata terakhir tadi, ibu tersebut tersentak dan dengan
sangat antausias minta diajarkan doa yang saya maksudkan.  Rupanya
kata kunci doa, menggetarkan batin ibu itu untuk berani menerima
kenyataan dan siap melakukan apa yang diangap baik menurut agama
meskipun berat. Kepada ibu itu kemudian saya berikan teks doa yang
sebenarnya doa umum, tetapi karena kehausannya kepada hubungan dengan
Alloh SWT maka doa itu dianggapnya sebagai doa khusus untuk dia sendiri.

Ketika saya tanyakan apakah ibu bisa membaca Qur'an, ia menyatakan
bisa sekedarnya, ketika saya tanyakan apakah ibu suka menjalankan
salat tahajjud, ibu itu mengatakan:  alhamdulillah setelah ada kasus
ini saya sekarang sudah kenal salat tahajud, padahal dulu boro-boro
tahajud, salat lima waktu saja sering tertinggal.

Mendengar pengakuannya itu maka secara langsung saya tanamkan logika
baru: Nah bu, sebenarnya dari dulu Alloh SWT menginginkan agar ibu
menjadi manusia yang dekat dengan Nya, tapi ibu dipanggil-panggil tak
mau mendengar, ibu sibuk urusan sendiri saja. Sekarang Alloh SWT
membentak ibu dengan kasus ini, dan ibu baru mendengar panggilan Alloh
SWT. Jadi kasus ini adalah rahmat Alloh SWT yang diberikan kepada ibu
dalam bentuk tamparan agar ibu menjadi orang yang dekat dengan Nya.
Jika manusia sudah merasa dekat dengan Nya, maka selain Alloh SWT;
misalnya  suami, anak, jabatan dan harta menjadi urutan berikutnya.
Saya yakin ibu mampu menghadapi cobaan ini, dan ibu insya Alloh akan
lulus, menjadi hamba Alloh yang dekat  dengan Nya, menolong seorang
perempuan, membuat suami rajin beribadat dan anak-anak ibu akan tetap
bersama ibu. Insya Alloh.

Salam Cinta,
Agussyafii

=======
Tulisan ini dibuat dalam rangka kampanye "Keluargaku, Surgaku"
silahkan kirimkan dukungan dan komentar anda di
http://agussyafii.blogspot.com atau sms 0888 176 48 72


Kirim email ke