http://www.detiknews.com/indexfr.php?url=http://www.detiknews.com/index.
php/detik.read/tahun/2008/bulan/06/tgl/03/time/144220/idnews/949700/idka
nal/10
Jakarta - Bagaimana PBNU, ormas Islam terbesar di Tanah Air memandang
rusuh Monas 1 Juni? Mereka berpandangan, baik FPI maupun AKKBB, keliru
memaknai Ahmadiyah. "Kelompok yang berada di Monas (FPI dan Aliansi
Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan/AKKBB) keliru
meletakkan konotasi Ahmadiyah ini, sehingga mereka mengatakan bahwa
Ahmadiyah ini adalah masalah kebebasan beragama dan berkeyakinan," kata
Ketua Umum PBNU Hasyim Muzadi dalam pernyataan tertulis yang dikirimkan
pada detikcom, Selasa (3/6/2008).
Hasyim menuturkan, sebenarnya, masalah Ahmadiyah ini bukan masalah
kebebasan beragama dan berkeyakinan, tetapi ada masalah penodaan agama
tertentu, dalam hal ini adalah Islam.
Menurutnya, kalau Ahmadiyah lahir sebagai agama tersendiri, itu tidak
masalah. Tapi kalau dia (Ahmadiyah) mengaku Islam, lalu nabinya ada dua,
itu masalah dalam konteks ke-Islam-an, tidak dalam konteks agamanya
(Ahmadiyah).
"Saya kira, dalam agama lain pun demikian. Misal, jika ada orang Kristen
dan saya orang Islam, tentu ia harus rela, karena hal itu adalah masalah
kebebasan beragama. Tapi, jika ada orang Kristen mengaku orang Kristen,
tapi salibnya tidak ada Yesus-nya, tapi gambar orang lain, dia
tersinggung enggak? Berarti itu adalah penodaan terhadap intern Kristen
sendiri," beber Hasyim.
Jadi, imbuh Hasyim, ini adalah masalah meletakkan Ahmadiyah dalam
konteks kebebasan beragama, padahal ini konteksnya adalah pembelokan
dari agama tertentu. Lain kalau dia (Ahmadiyah) sebagai agama sendiri,
itu malah bebas, dalam konteks konstitusi Indonesia.
"Jadi, hendaknya dibedakan antara kebebasan beragama dan berkeyakinan
dengan masalah penodaan terhadap agama tertentu. Lalu, terjadi kekaburan
atas dua hal yang saya sebutkan tadi," ungkapnya.
Hasyim juga menyatakan, pihak yang menyerang telah melakukan kesalahan
di mana kekerasan dilakukan tanpa prosedur hukum yang berlaku. Apa pun
alasannya, hal itu tidak dapat dibenarkan di dalam negara hukum seperti
Indonesia ini.
Pemerintah sendiri, lanjut Hasyim, sampai hari ini lebih banyak
berwacana daripada melakukan tindakan prevensi dan represi. Prevensi
artinya mencegah agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
Represi agar bisa menekan mereka gerakan yang bertentangan dengan hukum
negara. 



[Non-text portions of this message have been removed]

Reply via email to