MLM itu strategi pemasaran...
mo syariah mo ngga... tetep aja harus memenuhi prinsip pemasaran
dan titik fokusnya pada distribusi produk.. bukan promosi...
makanya banyak MLM yg amburadul krn mreka menggenjot promosi besar2an...

kalo sy suka jg yg lebih simpel...
misalnya cuma ngumpulin informasi di internet dan membuat newsgroup ...
itu juga dah banyak membantu orang yg ga ngerti cara nyari2 informasi di 
internet...

ato cuma bantu2 orang mrencanakan keuangannya... bisa juga...
ato menghubungkan yg punya produk dengna yg punya toko...
ato cuma menunjukkan sm yg perlu produk bisa beli di mana...

banyak kok...
selama ada kesulitan.. ada peluang bisnis


mprie



----- Original Message ----
From: Ari Condro <[EMAIL PROTECTED]>
To: Milis wm <wanita-muslimah@yahoogroups.com>
Sent: Thursday, June 5, 2008 11:48:18 PM
Subject: Re: [wanita-muslimah] Re: Makna di Balik Syariah



Mlm syariah kali ? Minim modal, kan ? 

Tapi aa gym pun langsung beli gerai ahad net dan jadi stockist utama pun 
akhirnya harus menutup toko ahad net nya. 

Mas prie benar.  Buka bisnis itu, yg pertama dipikir harusnya value added yg 
bisa diberikan. Bukan melulu untungnya. 

Itu lho, pak haji lihan, ustad dari banjar yg kondang karena beli intan puteri 
malu seharga 3 milyar.  196 karat bok.  Setelah dipotong harganya katanya bisa 
jadi 250 milyar.  Ustad ini core bisnisnya jualan berlian saat ini. 

Dia buka kesempatan buat investasi : 

1. Pakai sistem bagi hasil.  100 juta, nanti 60 : 40 keuntungan. 

2. Sistem pinjaman.  Kita invest 100 juta.  Dia nanti mengembalikan 140 juta. 
Fixed ditetapkan di muka.  Pengembalian bisa diambil bulanan, semesteran, 
triwulan, atau tahunan. 

Ini yg sistem pinjman riba bukan yah ?  Ustad lho ...  :p 

Kalau mau baca baca, buka saja lihan.net. Doi minggu ini baru tandatangan 
kontrak dengan merpati untuk membuka jelur penerbangan jakarta-banjarmasin 









Sent from my BlackBerry® wireless device from XL GPRS network 

-----Original Message----- 
From: priambudi <[EMAIL PROTECTED] com> 

Date: Thu, 5 Jun 2008 09:32:48 
To: <wanita-muslimah@ yahoogroups. com> 
Subject: Re: [wanita-muslimah] Re: Makna di Balik Syariah 


memulai bisnis tanpa pinjaman? 
kalo menurut sy bisa... 
modalnya bisnis cuma niatan u memberi solusi pada pihak lain... 
that's all folks.... (looney tunes....) 

cuma sayangnya orang suka memulai bisnis dari berapa yg bisa didapat... 
bukan berapa yg bisa diberikan... 

mprie 


----- Original Message ---- 
From: Lina Dahlan <[EMAIL PROTECTED] com> 
To: wanita-muslimah@ yahoogroups. com 
Sent: Tuesday, June 3, 2008 10:54:50 AM 
Subject: [wanita-muslimah] Re: Makna di Balik Syariah 


Nah. Kalo yang ngomentarinnya kaya bung Aman ini kan uenak. Kita 
juga sadarlah, emang masih buanyak yang kurang tapi itu kan tugas 
kita (yang ngaku Muslim) untuk membantu hingga sistem ini mendekati 
sempurna. Memang harus dijalankan secara integral. 

Herannya, yang diangkat selalu masalah perbankan. Ato hal pinjam 
meminjam. Apa karena hal ini yang paling dibutuhkan masyarakat? Apa 
karena bisnis ini paling rumit? 

Bisa gak memulai bisnis tanpa minjam dari Bank dulu. Ntar kalo mo 
ngembangin, baru pinjam ke Bank. Jadi, Bank jg bisa lebih percaya. 
Maksudku sih, otak kita jangan diajar dikit2 minjem Bank, dikit2 
minjem...:-) ). Buktiin dulu kita ade usahanye. Tapi emang enakan 
minjem ke Bank juga drpd ame sodare. Ama Bank urusannya hukum, ama 
sodare urusannya bisa jadi nyawa, bukannya 'nyariah' jadi 'ngeriah'. 

Hi..hi..baru satu orang yg terbaca olehku di milis ini yang optimis 
ama Ekonomi Syariah. Ada juga yang bisa melihat makna di balik 
syariah. 

Hayuuuh  hayuuuh buat bisnis scr syariah. 

wassalam, 

--- In wanita-muslimah@ yahoogroups. com, "Aman FatHa" 
<aman.fatha@ ...> wrote: 
> 
> Jumpa lagi, dan langsung ikut komentar tentang Bank Syariah ini 
meskipun bukan ahlinya. 
> 
> Hingga kini, menurut pandangan saya, persoalan di Bank Syariah 
terletak pada paradigma awal yang sempit, yaitu soal riba dan non- 
riba. Memang tidak salah, karena ini adalah persoalan yang mendasar 
dalam sistem Islam. Namun, gara-gara ini akhirnya sulit untuk 
melakukan pengembangan pada tataran praktis. Padahal, banyak hal 
yang harus dituntaskan mengingat persoalan bank tidak semata soal 
pinjam-meminjam, kredit. Secara sederhana, kita bisa mulai bertanya 
bagaimana manajemen perbankan Syariah, bagaimana pengelolaan modal 
dan strateginya, apa saja jasa yang bisa ditawarkan, bagaimana 
format yang ideal dalam pelaksanaannya, bagaimana mengelola risiko. 
Ini baru dari sudut pandang intern perbankan itu sendiri. Masih 
banyak unsur lain yang sangat terkait: nasabah (bagaimana agar bisa 
dijaring untuk menggunakan jasa, pelayanan, kepuasaan, kelancaran 
aktivitas, dll); pihak ketiga yang menjadi partner bisnis; regulasi; 
lembaga penjaminan kredit; dan lain-lain. 
> 
> 
> 
> Saya pribadi optimis dengan Sistem Ekonomi Syariah meskipun apa 
yang berlangsung sekarang belum mencapai taraf yang diharapkan 
(ideal). Barangkali ini adalah alasan di balik pelaksanaan sistem 
Syariah yang belum menunjukkan hasil yang memuaskan, alasan kenapa 
banyak orang mengatakan bahwa Syariah hanya label dan tidak ada beda 
signifikan dengan BK. Pada sisi lain, para pendukung sistem Syariah 
lebih memilihnya karena faktor non-riba sebagaimana ajaran agama, 
terlepas dari bagaimana pelayanan dan sejauh mana manfaat yang 
didapatkan dari produk, jasa, dan sistemnya dibandingkan dengan apa 
yang ada pada BK. 
> 
> 
> 
> Mungkin juga, alasan mereka yang mengatakan hanya label bahwa pada 
kenyataannya sistem Syariah lebih fokus kepada bagaimana menjaring 
konsumen, khususnya para pendukungnya yang di negara ini sangat 
besar potensinya mengingat masyarakat muslim adalah mayoritas. 
Sebagai ilustrasi, soal non-riba saja masih dipandang sebatas 
layanan yang ditawarkan kepada konsumen dengan cara pendirian unit- 
unit Syariah oleh bank-bank konvensional. Bukankah modal yang 
terhimpun dan tersalurkan pada unit ini akhirnya menjadi bagian yang 
tidak terpisahkan dari sistem utama bank itu sendiri. Sederhananya, 
uang halal secara syariah dan uang haram atau syubhat atau tidak 
jelas juga akan bercampur baur. Jika demikian, apa artinya pelabelan 
Syariah pada unit yang menawarkan produk-produk Syariah? 
> 
> 
> 
> Pada sisi konsep sendiri, juga ada beberapa produk yang tidak ada 
bedanya dengan produk bank konvensional dari segi keuntungan kecuali 
pada bentuk pelaksanaannya. Sebagai contoh, produk murabahah. Kasus 
yang disampaikan oleh Bung Donnie di sini, saya perhatikan, adalah 
bentuk murabahah. Bisa dilihat perbedaannya pada contoh kasus 
berikut ini. 
> 
> 
> 
> Donnie ingin membeli rumah seharga 200 juta. Uang Donnie hanya 50 
juta. Kebutuhan modal pembelian ini adalah 150 juta. Agar bisa 
membeli rumah, Donnie datang ke salah satu bank untuk mendapatkan 
modal. 
> 
> 
> 
> (1)    Pada bank syariah, produk murabahah bisa diterapkan: bank 
akan membeli kontan rumah tersebut seharga 150 juta dan 
menyerahkannya kepada Donnie dalam bentuk jual beli lagi dengan 
harga yang lebih besar dari 200 juta dan Donnie membayarkanya secara 
cicilan sebesar nominal dan dalam periode waktu yang disepakati oleh 
kedua belah pihak. Katakanlah harga yang ditawarkan oleh bank +12% 
menjadi 224 juta untuk jangka waktu 5 tahun. Artinya, margin 
keuntungan bank dari modal 200 juta yang dikeluarkan adalah 24 juta 
untuk jangka waktu 5 tahun. 224 juta / 60 = 3.735.000 ribu per 
bulan. Jika Donnie setuju, dilaksanakanlah sistem ini. Bagaimana 
bank menentukan margin ini sangat tergantung dengan kondisi ekonomi, 
kelancaran keuangan, cost recovery, dan faktor-faktor lain yang 
lebih mendalam dibahas dalam buku-buku operasional dan manajemen 
Bank Syariah lengkap dengan ada rumusan dan strateginya. 
> 
> (2)    Pada bank konvensional, katakanlah Donnie pinjam 200 juta 
dengan bunga 12%, kira-kira apa bedanya dengan produk murabahah? 
Bedanya hanya terletak pada sistem interaksi antara Donnie dan pihak 
bank, yang pada bank syariah unsur riba tidak ada lagi karena 
penawaran bank adalah harga jual rumah oleh pihak bank kepada Donnie 
dengan menyebutkan harga asli pembelian yang akan dilakukan apabila 
deal dan margin keuntungan bank sendiri. Ini pun masih menjadi 
perdebatan ulama tentang kebolehan harga tinggi daripada harga asal 
karena faktor waktu (pembayaran cicil dan tunda). Oleh Ulama 
Kontemporer dinyatakan boleh dengan pertimbangan bahwa waktu juga 
bernilai uang dari segi bisnis, beda dengan pandangan banyak ulama 
fikih klasik. 
> 
> 
> 
> Ini baru pada bentuk produk yang digunakan. Belum lagi soal 
administrasi dan lain-lain memandang pelayanan dan kepuasaan juga 
penting.  Dilihat dari contoh di atas, bisa dibayangkan bahwa untuk 
satu proses saja memerlukan tahapan sistem yang tidak fleksibel. Ini 
tantangan bagi pengembangan Ekonomi Syariah sebenarnya. 
> 
> 
> 
> Meskipun demikian, saya tidak ingin pesimis karena nyatannya 
Ekonomi Syariah memang tergolong baru segi konsepsi keuangan modern 
dan ketentuan-ketentuan hukum yang telah banyak dibahas oleh ulama 
fikih klasik menjadi acuan untuk pengembangan pada sisi konsep dan 
hukumnya. Untuk pengembangan produk, tentu saja masih sangat 
diperlukan berbagai terobosan. 
> 
> 
> 
> Hal yang lebih penting, sistem ekonomi Syariah harus dilihat dan 
dipraktikkan secara integral. Itu jauh dari mungkin dengan bentuk 
bank konvensional hanya membuka unit syariah. Jadi, ini memang 
tantangan besar bagi para penggiat, peneliti, para ahli, dan 
mahasiswa yang berkecimpung dalam kajian ekonomi Syariah. Tidak 
sebatas kepada persoalan konsep dan hukum, tetapi juga manajemen 
keuangan, manajemen administrasi, manajemen risiko, manajemen 
bisnis, dan seterusnya. 
> 
> 
> 
> Demikian komentar saya, terimagajih hehehe 
> 
> 
> 
> Wassalam 
> 
> Aman 
> 
> 
> 
> 
> 
> From: wanita-muslimah@ yahoogroups. com [mailto:wanita- 
[EMAIL PROTECTED] s.com] On Behalf Of Donnie 
> Sent: Friday, May 30, 2008 9:27 AM 
> To: wanita-muslimah@ yahoogroups. com 
> Subject: Re: [wanita-muslimah] Makna di Balik Syariah 
> 
> 
> 
> 
> 
> apa yang aku pahami dari paparan ini adalah: 
> Bank syariah didirikan oleh orang Islam, asal uang Bank dan kemana 
> uang Bank diinvestasikan harus dalam bisnis yang halal, terus 
apabila 
> dapat keuntungan tidak boleh berpamer-pamer. 
> 
> Dapat keuntungannya dari mana? kenapa banyak yang bilang kalo mau 
> pinjam di Bank Syariah lebih berat daripada di Bank non Syariah. 
> kemaren ada yang posting buat ngajuin kredit aja administrasinya 
> harus dibayar dimuka... 
> 
> Pengalaman saya pernah mau ngajuin kredit rumah. Kebetulan 
> developernya punya koneksi di BNI syariah. Demi kelancaran 
> pembayaran (kalo developer kenal baik dengan banknya) dan mencoba 
> untuk berbisnis dalam bingkai keIslaman, meluncurlah saya kesana. 
> Hmm.. syaratnya book.. nggak fleksible sama sekali. Buat saya yang 
> buruh tidak tetap dengan sumber penghasilan yang tidak tetap pula 
> (meskipun kalo dipaksa-paksain bisa juga membayaran cicilan 
kredit), 
> mereka sama sekali tidak bisa memfasilitasi kebutuhan saya. Harus 
> punya gaji tetap, cicilan harus bisa dipotong langsung dari 
bendahara 
> kantor.. dll 
> 
> Lha pindah ke bank non syariah.. eh ternyata lancar jaya.. dan 
> cicilan bisa juga lunas sebelum waktu jatuh tempo. 
> 
> Moral of the story: 
> -Bank syariah (at least yang saya kunjungi waktu itu) kehilangan 
> pasar potensial yang lebih cair kondisi finansialnya. Dan saya 
rasa 
> saat ini potensi pasar yang seperti ini sangat besar diantara 
> profesional muda. 
> -Apakah dengan memilih2 nasabah seperti itu bisa dibilang sesuatu 
> yang Islami? Nasabah yang bener2 terjamin tidak akan membuat rugi 
> Bank. Lha padahal namanya bisnis kan ada risiko ruginya.. :) 
> 
> Donnie 
> 
> On May 29, 2008, at 12:01 PM, Lina Dahlan wrote: 
> > Makna di Balik Syariah 
> > 
> > Merek atau label bisnis mencerminkan nilai (value) yang ingin 
kita 
> > tawarkan dari bisnis kita. Jadi, artinya ketika kita memberi 
> > label "syariah" pada bisnis kita berarti bisnis kita harus 
> > menjadikan nilai2 sayriah sbg penggeral dari seluruh proses 
bisnis 
> > yang ada, baik dari segi system, produk, distribusi keuntungan, 
> > hingga berbagai aspek bisnis lainnya. 
> > 
> > Ibarat rumah, bisnis syariah terdiri dari struktur bangunan yang 
> > tidak boleh terpisah satu sama lainnya. Fondasinya harus syariah, 
> > tiang2nya harus syariah, dan atapnya pun harus syariah. Kalau 
> > struktur bangunan tidak selaras, rumah tsb tidak akan bertahan 
lama. 
> > Pakar marketing, Hermawan Kartajaya mengatakan bahwa bisnis 
syariah 
> > tidak akan bertahan apabila hanya citra dan identitasnya saja 
yang 
> > syariah tetapi tidak disertai dengan integritasnya 
> > 
> > Fondasi Tiang dan Atap. 
> > 
> > 1) Fondasi "Tauhid (Iman)" 
> > 
> > Menurut Imam Ghazali, kebanyakan manusia seperti keledai yang 
> > memutar mesin penggilingan. Agar si keledai mau memutar 
> > penggilingan, di lehernya diikatkan kayu dan diujung kayu itu ada 
> > makanan. Seolah-olah makanan itu siap untuk disantap. Akan 
tetapi, 
> > si keledai tak mampu meraihnya. Setiapkali keledai itu bergerak, 
> > makananyapun ikut bergerak. Dorongan untuk makan makanan yang ada 
> > didepan mata yang memotivasi keledai bergerak. Dengan perumpamaan 
> > ini, Imam Gazhali ingin mengingatkan kita agar memiliki tujuan 
utama 
> > sebagai misi aktivitas kita. Jangan seperti keledai yang hanya 
> > berputar-putar mengejar makanan. 
> > 
> > Artinya, dalam berbisnis, kita tidak boleh hanya sekedar 
> > mengumpulkan keuntungan. Ada misi pokok yang kita harus emban 
> > sebagai khalifah Allah di muka bumi ini. Selain itu, bisnis yang 
> > kita bangun harus berdimensi kerahmatan bagi seluruh alam 
(rahmatan 
> > lil alamiin). Bisnis yang tidak merusak lingkungan. Bisnis kita 
> > harus menyumbangkan sesuatu kepada peradaban dunia. Di atas semua 
> > itu, apa yang kita lakukan bermuara pada satu titik: mencari 
ridha 
> > Allah. 
> > 
> > Kalau fondasi ini telah kita tanamkan dalam langkah bisnis, insya 
> > Allah tidak akan pernah mengenal lelah untuk membesarkannya. 
> > Walaupun ada halangan atau badai, badai pasti berlalu. :"Dan 
Ibrahim 
> > berkata,"Sesungguhn ya aku pergi menghadap Tuhanku,d an Dia akan 
> > memberi petunjuk kepadaku." (QS37:99). 
> > 
> > Dari semua kerja keras yang kita lakukan untuk membesarkan bisnis 
> > kita, pada akhirnya adalah bekal untuk kembali menuju Allah Yang 
> > Maha Agung. 
> > 
> > 2) Tiang-Tiang Syariah 
> > 
> > Tiang2 inilah yang akan membentuk bangunan bisnis syariah kita. 
> > Artinya, seluruh proses bisnis dari awals ampai akhir,d ari 
proses 
> > input sampai proses output, harus dilakukan berlandaskan syar'I 
> > (AlQur'an dan As-Sunah). 
> > 
> > Rasulullah SAW bersabda,"Perumpama an orang beriman itu bagaikan 
> > lebah. Ia makan yang bersih, mengeluarkan sesuatu yang bersih, 
> > hinggap di tempat yang bersih,d an tidak merusak atau mematahkan 
> > (yang dihinggapinya) ,: (HR Ahmad, Al-Hakim,d an Al-Bazzar). Lebah 
> > hanya hinggap ditempat pilihan. Lebah hanya mendatangi bunga, 
> > buah2an, atau tempat bersih lainnya yang mengandung nektar (bahan 
> > madu). Iapun mengeluarkan sesuatu yang bersih dan bermanfaat: 
madu. 
> > 
> > Begitulah seharusnya bisnis syariah kita. Semua berasal dari yang 
> > bersih: tidak ada modal dari korupsi, suap, penipuan, pencurian 
etc, 
> > Begitu juga outputnya mendatangkan manfaat bagi banyak manusia. 
Juga 
> > tidak merusak lingkungan, 
> > 
> > 3) Atap Penghayatan (Ihsan). 
> > 
> > Tiang, dinding, pintu dan jendela serta segala asesori tak akan 
> > bertahan lama bila tak dilindungi dengan atap dari serangan panas 
> > dan hujan. Begitupun bisnis syariah, bila tidak didukung oleh 
> > penghayatan (merasa dekat, melihat dan dilihat Allah), niscaya 
akan 
> > mudah rusak dan rapuh. Penghayaan disini akan menunjukkan kondisi 
> > kejiwaan kita yang merasa senantiasa diawasi oleh Allah. Perasaan 
> > ini akn melahirkan sikap hati-hati, waspada,d an terkendalinya 
> > suasana jiwa. 
> > 
> > Ketika seseorang berislam, beriman, tapi tidak berihsan, saat 
itu ia 
> > belum sampai apda ruh ajaran Islam. Ketika seorang Muslim naik 
haji 
> > tetapimasih saja korupsi, orang tsb belum sampai pada ruh ajaran 
> > Islam. Ketika kita sudahmenjalankan bisnis syariah dgn niat 
karena 
> > Allah, menjalankan sesuai syariah, tapi tidak melakukan 
pengharyatan 
> > ihsan dalam bisnis, kita belum sampai pada ruh bisnis Islam. 
> > 
> > Contoh sederhananya begini. Dari bisnis syariah kita mendapat 
> > keuntungan 2 Miliar. Untuk menunjukkan status , keuntungan 2 
Miliar 
> > ini kita belikan mobil Jaguar versi terbaru. Padahal, kita sudah 
> > punya Avanza. Ini sah-sah saja bagi kita sesuai syariah. Namun, 
kita 
> > tidak merasa risih memamerkan gaya hidup bermewah-mewahan dengan 
> > simbul status mobil berharga miliaran sementara di sisi lain 
banyak 
> > masyarakat yang untuk makan saja sulit. Kalau bisnis syariah kita 
> > mampu kita hayati, kita tidak akan membeli mobil mewah 
ini. "Maka, 
> > celakalah bagi orang-orang yang mengerjakan sholat, yaitu orang2 
> > yang lalai shalatnya, orang2 yang berbuat riya' ". (QS107:4-6) 
> > 
> > Wassalam, 
> > Lina 
> > 
> > Sebagai akhir episode akan dipaparkan Perbedaan Bisnis Syariah 
dan 
> > Bisnis Konvensional, sbg kesimpulan. 
> > 
> > 
> > 
> 
> [Non-text portions of this message have been removed] 
> 
> 
> 
> 
> 
> [Non-text portions of this message have been removed] 
> 






[Non-text portions of this message have been removed] 



[Non-text portions of this message have been removed]

    


      

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke