Dalam bisnis, yang penting adalah mental. Cara bisa di-copy. Siapapun. Insya Allah, bisa kaya bila kita bermimpi, berpikir, bertindak, dan berdoa untuk menjadi kaya. Menjadi pengusaha membutuhkan jiwa wirausahawan. Ciri-cirinya sabar, tangguh, ulet, inovatif, dan paling penting adalah berani menghadapi resiko.
BERANI MENGHADAPI RESIKO Hidup ini bersahabat dengan resiko. Kita berangkat dari rumah ke kantor , ada resiko mobil/kendaraan yang kita tumpangi tabrakan, resiko ditabrak ketika menyebrang di jalan, rseiko terkurung di lift, resiko kehilangan pekerjaan. Bisa dikatakan selama kita hidup sepanjang itu pula resiko mengikuti kehidupan kita. Hidup bersahabat dengan resiko karena hidup memang titipan Allah. Tidak ada satu bendapun di dunia yang bisa kita miliki secara abadi. Nyawa, tubuh, harta, keluarga. Semua beresiko untuk tiba-tiba diambil oleh Sang Pemilik. Kita yakin bahwa semua adalah titipan Allah, tetapi mengapa kita mesti takut kehilangan sesuatu yang bukan milik kita? Kita hanya wakil Allah yang diserahi tugas untuk mengelola titipan-Nya dengan baik. Ya. Tugas kita hanya pengelola titipanNya. Supaya mobil kita tidak tabrakan, kelola emosi kita untuk tidak ngebut. Supaya tidak ditabrak waktu menyeberang, menyebranglah pas lampu merah atau di tempat penyebrangan jalan. Supaya bisnis kita tidak beresiko rugi dan bangkrut, lakukakan kalkulasi bisnis dan jalani semua tahapan bisnis yang disarankan pakar bisnis. Sikap pengambilan resiko (risk taking) seorang pebisnis adalah kombinasi antara hasil perhitungan dan tindakan eksekusi. Sekedar berhitung tapi tidak disertai dengan eksekusi bisnis hanya akan melahirkan kalkulasi analisis semata. Sementara, jika hanya memiliki eksekusi bisnis tanpa didahului perhitungan, itu adalah penjudi. Kombinasi kedua hal ini sering disebut calculated risk taking. Prinsip yang harus kita pegang adalah `high risk high return'. Tinggal pilih. Jika kita tipe "penakut", pilih bisnis yang resikonya kecil. Bagi yang bertipe "pemberani", tidak ada salahnya mencoba berbisnis di level beresiko tinggi. Tentunya, resiko2 ini sudah harus diperhitungkan terlebih dahulu. Pengetahuan dan skill dalam berbisnis akan mengurangi resiko. Nabi Muhammad SAW membenarkan tindakan pamannya, Abbas bin Abdul Muthalib, untuk menyelamatkan dan mengamankan modal 'mudharabah'-nya dengan menggunakan syarat-syarat serta menerapkan prinsip kehati- hatian kepada 'mudharib' (pengelola modal), seperti mensyaratkan agar tidak mengarungi lautan, tidak menuruni lembah curam, dan tidak membeli hewan ternak karena resiko bisnis peternakan yang tidak kondusif. Jika persyaratan itu dilanggar, ia selaku `mudharib' harus menanggung resiko kerugian ataupun kehilangan modal [HR Thabarani dan Ibnu Abbas]. Hadist ini mengisyaratkan betapa pentingnya bagi kita untuk melakukan prediksi sehingga dapat meminimalkan potensi kerugian. "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklan setiap diri memperhatikan apa yang akan di perbuatnya untuk hari esok. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan," (QS59: 18). Kita tidak memiliki cukup alasan untuk tidak memulai bisnis karena takut resiko. Resiko ada dimana-mana, termasuk dalam berbisnis. Let's do it, honey...:-) wassalam,