Sabtu, 07 Juni 2008 Kamis, 05 Juni 2008 18:20 WIB 102 Desa di NTT Terancam Krisis Pangan Reporter : Palce Amalo
KUPANG--MI: Sebanyak 102 desa di Nusa Tenggara Timur (NTT) terancam krisis pangan karena gagal panen dan tanam akibat kekeringan. Ancaman tersebut juga dipicu kerusakan tanaman pangan akibat bencana alam selama musim hujan tahun ini. Ratusan desa itu tersebar di tiga dari 20 kabupaten/kota di NTT yakni Rote Ndao, Alor, dan Kabupaten Lembata. Di Rote Ndao, penduduk yang terlanda krisis pangan terdapat di tiga desa. Di Lembata 50 desa, dan di Alor berada di 49 desa. Jumlah petani yang terancam krisis pangan di 102 desa tersebut berjumlah 12.557 keluarga. "Sesuai analisa kita, petani di tiga kabupaten itu mengalami risiko rawan pangan kronis. Tetapi risiko itu tidak melanda seluruh warga," kata Kepala Badan Bimas Ketahanan Pangan NTT Petrus Langoday kepada Media Indonesia di Kupang, Kamis (5/6). Menurut Petrus, curah hujan di desa-desa tersebut sangat sedikit, antara dua sampai tiga minggu. "Tetapi dalam kondisi normal pun, mereka mengalami rawan pangan." Selain itu, desa-desa tersebut tidak memiliki sumber air untuk dapat dialirkan ke areal persawahan. Dampaknya, produksi pangan petani seperti padi, jagung, kacang, ketela pohon, dan ketela rambat tidak mencukupi kebutuhan. Oleh karena itu, ujarnya, Dinas Pertanian di kabupaten diminta terus mengamati kondisi pangan. Jika persediaan pangan berkurang banyak, pemerintah langsung mengirim bantuan. Menurutnyanya, pada akhir Mei lalu pemerintah telah menggelar rapat untuk memetakan kondisi pangan di seluruh kabupaten atas empat risiko pangan. Risiko aman adalah persediaan pangan petani sangat cukup. Tiga risiko lainnya yaitu ringan, sedang, dan tinggi terus diawasi. Ia juga mengatakan, 102 desa yang terancam krisis pangan masuk dalam risiko sedang yang ditandai dengan warna kuning, dan risiko tinggi ditandai warna merah. Adapun kabupaten yang memiliki cukup persediaan pangan adalah Kabupaten Ngada. Namun, katanya, kabupaten yang masuk dalam kondisi pangan aman, tidak menutup kemungkinan turun ke risiko pangan ringan atau sedang, hingga tinggi. Kondisi itu akan terjadi jika mendekati puncak kemarau pada Oktober mendatang warga kian sulit menanam akibat krisis air karena sumur dan waduk mengering. (PO/OL-01) --------------- Jusfiq Hadjar gelar Sutan Maradjo Lelo