Galamedia
31 Juli 2008
      Demi Menikah, Aku Tinggalkan Sekolah (2)  
      Suamiku Ternyata Buronan Polisi  
     
      DALAM kisah sebelumnya diceritakan, keputusan orangtua membuatkusenang 
sekali. Akhirnya aku tinggalkan sekolah dan memilih menikah. Pernikahan kami 
berlangsung secara sederhana, hanya mengundang saudara-saudaraku dan 
saudara-saudara Rizal. Semua berjalan baik hingga aku berada di pelaminan di 
malam yang indah bagi kami berdua. Bagaimanakah kisah selanjutnya? Feri Purnama 
mengisahkannya  
     
AKU bersama Rizal tinggal serumah dengan orangtuaku. Rizal baik sekali dalam 
memperlakukanku sebagai istrinya. Dia sopan, menghargaiku sebagai perempuan 
yang butuh kasih sayang dari suami yang sah. Jujur, aku senang menikah dengan 
Rizal. Selain tampan, dia juga terlihat sangat menyangiku dan menghargai 
orangtuaku.

Setiap mempunyai uang, dia selalu menyisihkannya untuk orangtuaku. Untuk 
kebutuhanku sudah tentu diutamakannya. Mulai dari membeli baju baru, peralatan 
kecantikan, dan sebagainya. Aku senang Rizal mempunyai banyak uang. Aku harap 
suatu saat nanti rumah tanggaku sukses dan mapan, bisa membantu saudara-saudara 
dan orangtuaku.

Dengan pekerjaannya sebagai pemborong seperti yang Rizal katakan dulu, harapan 
dan cita-cita dalam berumah tangga akan tercapai. Namun sayang, apa yang 
dikerjakan Rizal di luar rumah tidak pernah aku pantau. Aku pun tidak tahu 
seperti apa pekerjaannya. Pernah aku berniat ikut dengan alasan bosan di rumah, 
tapi Rizal melarangku. Manurutnya, ia takut kehadiranku di sampingnya bisa 
mengganggu usahanya yang sering bernegosiasi dengan orang lain (yang diajak 
bisnis).

Alasan itu membuatku percaya dan tidak menyimpan perasaan curiga sama sekali. 
Aku yakin uang yang didapat Rizal merupakan hasil jerih payahnya sebagai orang 
bisnis, bukan dari jalan yang tidak benar atau hasil kejahatan. 

Karena itu, aku tidak pernah mempermasalahkan pekerjaan Rizal di luar. Aku 
takut Rizal tersinggung dan marah karena tidak ada percaya padanya. Alasan 
untuk tidak banyak bertanya lagi tentang profesi suami diyakinkan dengan setiap 
pergi dari rumah atau pulang kerja, Rizal selalu berpenampilan menarik, rapi, 
dan sopan. Jadi, tidak mungkin aku menyimpan kecurigaan pada Rizal. 

Sehari-hari Rizal berangkat dari rumah pagi-pagi dan pulang sore hari atau 
terkadang diam di rumah, tidak menjamin Rizal bekerja di sebuah kantoran atau 
pemborong atau bisnis apalah. Yang jelas sebagai istri yang baik, aku hanya 
menunggu di rumah dan melayani suami agar senang. 

Tapi anggapanku itu ternyata salah, kenyataanya berbeda dengan apa yang aku 
bayangkan. Malam itu, aku, Rizal, dan bersama orangtuaku sedang asyik 
berbincang-bincang. Tiba-tiba pintu rumah diketuk. Semua saling berpandangan. 
Kulihat Rizal pun memandangku menandakan tidak tahu siapa yang mengetuk pintu.

Aku pun membuka pintu. Ketika pintu terbuka, ternyata di luar rumah ada 
laki-laki berpakaian preman, di belakangnya beberapa anggota polisi. Aku kaget, 
apa tujuan polisi datang ke rumahku? Ternyata kedatangan mereka untuk menangkap 
Rizal.

Aku tidak percaya, sepertinya ini semua hanyalah mimpi. Tidak mungkin Rizal 
berurusan dengan polisi. Aku tahu Rizal. Dia tidak pernah melakukan pelanggaran 
hukum. Aku tidak terima semua ini. Ini semua fitnah, suamiku tidak melakukan 
apa-apa, dia orang baik.

Ternyata, polisi menangkap suamiku karena telah melakukan tindak kriminal 
pencurian dan perampokan. Rizal adalah salah satu komplotan pencurian di 
angkutan kota (angkot). Penjelasan itu semakin membuatku tidak percaya. 

Kalau memang benar Rizal seperti itu, apakah ia merupakan salah seorang anggota 
komplotan yang mencopetku di angkot saat kami pertama kali bertemu? Tapi, 
kenapa dia menolongku? Dan, apa yang sebenarnya dia cari? Aku tidak tahu apa 
yang terjadi sebenarnya apakah Rizal penjahat atau penolongku.

Semua itu semakin terbukti ­ keti­ ka Rizal mengaku di depanku ­ bah­ wa dia 
memang bukan pemborong. Dia hanya seorang pengangguran. Keluargaku telah 
dibohongi. Ka­ kak-kakakku dan yang jelas aku sendiri merasa sangat sakit hati. 
Ternyata suamiku adalah seorang penjahat.

Akibat kejadian itu, akhirnya aku me­ mutuskan untuk bercerai dari sua­ miku. 
Aku malu memiliki ­ suami penjahat, pencuri, dan jika keluar penjara nanti, aku 
tidak mau suami­ ku seorang residivis. Biarlah aku kembali sendiri, meratapi 
nasibku yang pahit ini. Demi menikah de­ ngan seorang kriminal, aku telah me­ 
ninggalkan sekolah. Mungkin pe­ nyesalan ini akan terus terbawa sampai akhir 
ha­ yatku. (tamat)**

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke