Ada puisi Imam Syafi'i:
 
Ahbib habibaka hawnan ma, asa ayyakuna baghidlaka yawman ma
wabghidl baghidla hawnan ma, asa ayyakuna habibaka yawman ma
 
cintailah kekasihmu sekadarnya, barangkali ia jadi musuhmu di lain waktu
bencilah musuhmu sekadarnya, barangkali ia jadi kekasihmu di lain waktu
 
guntur 
 
GATRA,  39 / XIV 13 Agu 2008
 
NASIONALMAJELIS MUJAHIDIN
Ustad Berpisah Jamaah Terbelah

Kongres III Majelis Mujahidin digelar di Yogyakarta. Ustad Abu Bakar Ba'asyir 
mundur dan mendirikan jamaah baru. Kedua institusi yang mengusung syariat Islam 
itu akan diuji oleh waktu.; Syiah, Ahmadiyah, dan Komunis; Ini Pembunuhan 
Karakter

Gedung Mandala Bhakti Wanitatama, Yogyakarta, Sabtu dan Ahad pekan ini, kembali 
jadi saksi sejarah. Sebuah hajatan nasional digelar, dengan tema ''Indonesia 
Bersyariah Solusi Tepat Salah Urus Negara''. Di tempat ini, pada 5-7 Agustus 
2000, Kongres I Mujahidin digelar.

Ketika itu, Ustad Abu Bakar Ba'asyir (ABB) hadir dan menyampaikan makalah 
''Sistem Kaderisasi Mujahidin dalam Mewujudkan Masyarakat Islam''. Dalam 
Kongres III Mujahidin kali ini, sebulan sebelum dilaksanakan, ABB mundur dari 
Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), di tengah semangatnya yang menggebu-gebu 
untuk mewujudkan masyarakat dan organisasi secara Islami.

Menurut ABB, Majelis Mujahidin, meskipun tujuan perjuangannya sudah Islami, 
yakni dakwah dan jihad, sebagai institusi perjuangan Islam masih menerapkan 
sistem kepemimpinan yang tidak dikenal dalam ajaran Islam. ''Sejak awal, saya 
melihat kekeliruan ini, dan saya sejak awal menolak diangkat menjadi Amir 
Mujahidin,'' katanya kepada Gatra.

Tapi, karena desakan dan demi kemaslahatan umat, akhirnya dia bersedia. ''Itu 
untuk sementara, sambil mengajak pengurus untuk kembali pada sistem ajaran 
Islam, al-jamaah wal imamah,'' ia menandaskan. Tapi rupanya apa yang 
dicita-citakan ABB mendapat penolakan dari dalam, baik dari kalangan ahlul 
halli wal aqdi maupun dari kalangan tanfidziyah.

Dalam struktur MMI, ada ahlul halli wal aqdi (AHWA), yang bertindak semacam 
majelis syuro, dan tanfidziyah yang menjalankan roda organisasi sehari-hari. 
Tanfidziyah bekerja dengan kontrol penuh dari AHWA. ''Tapi rupanya tanfidziyah 
berjalan sendiri tanpa mau mendengar nasihat dan saran-saran dari Ustad Abu,'' 
kata Fauzan Al-Anshari, Ketua Departemen Data dan Informasi MMI, yang pada Juni 
2007 dipecat dari jabatannya.

Pemecatan Fauzan itu, menurut Irfan Suryahadi Awwas, karena yang bersangkutan 
melanggar kebijakan institusi. ''Dia mengusung ABB for president, padahal kami 
tidak pernah membicarakan masalah tersebut,'' tutur Irfan.

Tahun lalu, Fauzan memang melemparkan wacana ABB for president. ABB sendiri, 
meski tidak bersedia, tak sampai memberikan sanksi kepada pengusungnya. Ketika 
skorsing dan pemecatan dijatuhkan kepada Fauzan, ABB pun tidak setuju. Tapi 
pihak tanfidziyah, yang didukung Ustad Muhammad Thalib, wakil AHWA, bersikukuh 
pada pendiriannya. Fauzan tetap dipecat per 30 Juni 2007.

Dalam perkembangannya, agenda perselisihan terus bertambah. Persoalan pokoknya 
adalah ketika ABB mengusung ide al-jamaah wal imamah, sebuah konsep jamaah 
dengan kepemimpinan berada pada satu komando, amir. Jika ide ABB ini 
diwujudkan, maka tanfidziyah hanya menjadi pelaksana. Amir adalah komando 
tertinggi dan wajib ditaati. ''Sekarang yang terjadi terbalik, tanfidziyah 
menjadi lembaga superbody,'' kata Fauzan.

Keluarnya ABB dari MMI diikuti sejumlah pengurus daerah. Kepengurusan Majelis 
Mujahidin Lajnah Perwakilan Jakarta, yang dipimpin Haris Amir Falah, 
membubarkan diri. Haris secara resmi mundur tapi malah dipecat oleh pihak 
tanfidziyah. Ketua Lajnah Jawa Timur, Akhwan, lebih dulu dinonaktifkan. Di 
beberapa daerah, kondisinya mulai menghangat. Mereka yang keluar atau dipecat 
kini berimam kepada ABB. Oleh ABB, mereka ditampung dalam wadah bertitel Jamaah 
Ansharu-Tauhid, yang segera dideklarasikan.

Bagi sebagian orang, MMI tanpa ABB tidak ada apa-apanya. MMI ya ABB, ABB ya 
MMI. ''Perjuangan institusi dalam menegakkan syariah tanpa figur Ustad Abu 
hanyalah slogan tanpa makna,'' Haris Amir Falah menegaskan. Tapi Irfan 
Suryahadi Awwas menepisnya. ''Dalam tradisi mujahidin, tidak ada kultus 
individu,'' kata Irfan kepada Arif Koes Hernawan dari Gatra. ''Kami punya 
keyakinan bahwa pemimpin boleh datang dan pergi, tapi perjuangan terus 
berlanjut dan tidak bisa digantungkan pada individu tertentu,'' ujarnya. ''Kita 
ini punya Allah, kok bergantung pada figur? Ini konyol,'' ia menambahkan.

Rupanya dua kubu itu tak lagi bisa disatukan. ABB resmi memisahkan diri dari 
MMI. Jamaah pun terbelah. MMI mengandalkan sistem, sedangkan Jamaah 
Ansharu-Tauhid mengusung figur. Eksistensi keduanya akan diuji oleh waktu.

Herry Mohammad

Muhammad Thalib:
Syiah, Ahmadiyah, dan Komunis

Muhammad Thalib sehari-hari adalah ustad dan penulis buku-buku keislaman. Di 
MMI, Thalib adalah wakil AHWA, yang tidak lain adalah wakil Ustad Abu Bakar 
Ba'asyir. Perawakannya sedang, tapi kalau bicara meledak-ledak. Hampir-hampir 
tak pernah menggunakan bahasa sindiran, selalu berterus terang. Kepada Arif 
Koes Hernawan dari Gatra, yang menemui Thalib di rumahnya di Yogyakarta, Senin 
pagi lalu, Thalib memperjelas tuduhannya itu. Petikannya:

Ustad Abu Bakar Ba'asyir (ABB) mundur dari MMI, Anda sebagai penyebab?

Saya ingin menyampaikan dua pokok persoalan. Persoalan ideologi dia dan 
keanggotaan dia di MMI. Kalau persoalan keanggotaan, pada 13 Juli dia 
menyatakan mundur.

Pada 22 Juni 2008, ketika diadakan sidang pleno ahlu hali wal ahdi (AHWA) di 
Jakarta yang saya tidak bisa hadir, saya berikan surat yang mewakili kehadiran 
saya. Dalam surat itu saya sebutkan, ideologi yang dibawa ABB adalah ideologi 
Syiah dan Ahmadiyah. Karena itu, ideologi itu bertentangan dengan ideologi 
ahlus-sunah waljamaah, dengan Quran dan hadis. Sidang pleno menawarkan dua 
macam penyelesaian. Pertama, ABB mundur dengan baik-baik atau (kedua) dia 
dipecat. Itu usulan saya dalam surat.

Ternyata, apa yang saya tulis dalam surat itu tidak didalami untuk menjadi 
pertimbangan dalam rapat. Justru dibelokkan dengan adanya isu bahwa ada 
pertentangan kepentingan antara M. Thalib dan ABB. Ini pengkhianatan secara 
konspiratif.

Siapa yang membelokkan?

ABB dengan kelompoknya. Karena dia menyanggah bahwa dia tidak Syiah, tidak 
Ahmadiyah. Karena itu, pada 22 Juni itu ditolak tanfidziyah. Bahwa keputusan 
pokok itu tidak dapat diterima oleh majelis, maka diselenggarakanlah rapat 
pleno pada 13 Juli. Dibuka kembali hal yang tidak jelas itu.

Akhirnya ABB tidak bisa menjawab beberapa pertanyaan anggota AHWA, Kamalludin 
Iskandar, dan Ketua Tanfidziyah Irfan S. Awwas, seperti surat saya. Pada 22 
Juni dan 13 Juli, saya sengaja enggak mau hadir karena menghindari kesan 
rekayasa. Seolah membentuk opini mendiskreditkan ABB.

Fakta-faktanya apa saja?

Doktrin yang sesat itu, pertama, bahwa imam itu berlaku seumur hidup dan tidak 
boleh ada penggantian selama sanggup memimpin umat. Kedua, imam tidak 
bertanggung jawab kepada rakyat. Jadi, kalau persoalan imam menggunakan harta 
kekayaan, rakyat tidak punya hak bertanya. Kekayaan organisasi yang dipakai 
imam itu hak imam, dan rakyat tidak bisa minta pertanggungjawaban. Ini doktrin 
Mirza Ghulam, Ahmadiyah.

Selain itu?

Lalu ulama-ulama kelompok mereka, Jamaah Islamiyah, adalah ulama yang mendapat 
nur dari Allah sehingga tidak bisa salah. Ini keyakinan Syiah. Musyawarah itu 
tidak mengikat imam. Hasil musyawarah tidak wajib diikuti imam. Imam itu bebas 
dari pemikiran siapa saja. Musyawarah tidak mengikat imam. Ini juga paham 
Syiah. Kalau Islam yang benar, musyawarah itu kewajiban. Nabi saja melaksanakan 
keputusan musyawarah.

ABB pun mengatakan, organisasi gerakan Islam, bila tidak menggunakan jamaah 
imamah yang dipimpin satu imam, juga tidak tunduk, maka bukan gerakan Islam. 
Itu hak khalifah. Saya katakan benar, sebab khalifah bertanggung jawab menjaga 
keselamatan rakyat dan tidak bisa menjalankan itu tanpa kekuasaan.

Tapi, apa dia bisa menjamin keselamatan rakyat? Saudara mau enaknya sendiri. 
Inilah mental komunis. Menuntut hak kepemimpinan, tapi kewajiban pada rakyat 
tidak dijalankan. Pemimpin mutlak, tapi nggak bertanggung jawab pada rakyat. 
Ideologi kamu ini ideologi apa? Kalau komunis, kan rakyat itu untuk partai, dan 
partai adalah pemimpin.

Kenapa tuduhan-tuduhan pada ABB itu baru Anda lontarkan sekarang?

Lho, ABB itu dipenjara empat tahun, terpisah dengan kami. Jadi, satu setengah 
tahun pertama saja dengan kami. Setelah keluar, dia menggerogoti MMI. Mulai 
dengan tingkah laku yang aneh-aneh. Saya sudah peringatkan pada pengurus karena 
memang beda-beda pengalaman. Tapi ini kan organisasi, tidak ada hak istimewa.

Langkah MMI selanjutnya? 

Meminta MUI melakukan klarifikasi pada ABB yang oleh MMI dipandang sesat. MMI 
sudah resmi menyatakan itu sesat. Termasuk bom Bali. Kami mau mengeluarkan 
sikap kalau tiga orang itu (maksudnya Mukhlas, Amrozi, dan Imam Samudra --Red.) 
mengakui siapa yang membuat bom. Kami tidak anggap itu jihad, tapi fitnah. 
Karena ada tiga kekuatan yang ingin selalu menguasai MM tapi tidak berhasil, 
yaitu intelijen pemerintah, Jamaah Islamiyah, dan orang-orang oportunis yang 
cari duit.

Abu Bakar Ba'asyir:
Ini Pembunuhan Karakter

Tuduhan bahwa Ustad Abu Bakar Ba'asyir seorang ekstremis dan teroris, itu sudah 
biasa. Semuanya sudah terjawab di pengadilan bahwa dia tidak bersalah. Tapi 
kali ini ia dituduh Syiah oleh wakilnya sendiri di MMI. Kepada Herry Mohammad 
dari Gatra yang menemui Ustad Abu di markasnya di kawasan Petamburan, Jakarta 
Pusat, Senin siang lalu, Ustad Abu menepis tudingan itu. Petikannya:

Latar belakang Anda mundur dari MMI?

Saya berkeyakinan, di samping Allah menurunkan Islam sebagai ideologi hidup 
sebagai din, Allah juga menurunkan resep cara mengamalkannya. Pengamalan Islam 
yang benar itu ada di dalam sistem kekuasaan, bukan dikuasai, harus menguasai. 
Orang-orang yang berada di luar Islam boleh bernaung di bawahnya dan 
diperlakukan dengan baik dan adil.

Musyawarah, di dalam sunah Yahudi, ketua ini terikat dengan hasil musyawarah, 
dan hasil musyawarah dianggap sah kalau disetujui mayoritas, yaitu 50% plus 
satu, misalnya. Itu sistem yahudi. Kalau dalam Islam, jika seorang pemimpin 
ditunjuk, namanya bisa imam atau amir, punya otoritas seperti komandan, wajib 
ditaati. Senang atau tidak senang, kamu sependapat atau tidak, selama 
perintahnya tidak melanggar pokok pokok syariat, wajib sami'na wa 'ata'na 
(didengar dan ditaati).

Bagaimana dengan musyawarah? Dia membentuk badan musyawarah sewaktu-waktu. 
Kalau memerlukan satu pemikiran, pandangan orang lain, dia memilih orang-orang 
yang ahli ilmu dan tokoh-tokoh masyarakat. Itu namanya majelis syuro. Lalu dia 
minta pandangan, ini ada persoalan begini, bagaimana? Misalnya ada pandangan 
A-B-C, dia milih mana yang dia yakini sesuai dengan kebutuhannya.

Bagaimana dengan MMI?

Di MMI, masih dipakai sistem kepemimpinan kolektif. Ndak ada itu dalam Islam. 
Maka, saya bilang, ini sistem sekuler yang datang dari sunah Yahudi. Mereka 
marah. Di MMI ada seorang pinter, namanya Ustad Muhammad Thalib. Orang ini 
orang pinter, tapi tampaknya belum sampai ke sana pikirannya. Terjadilah 
diskusi, saya malah dituduh Syiah. Saya bilang, tidak mesti orang Islam itu 
pakai imamah Syiah.

Ada perbedaannya. Kalau Syiah, pemimpin itu ma'sum (tidak pernah salah). Kalau 
ahlus-sunnah wal jamaah, tidak. Imam itu tidak ma'sum. Kapan imam diganti? 
Kalau wafat atau belum wafat tapi lemah, nggak bisa ngurusi lagi, 
sakit-sakitan, atau melanggar syariat yang membawa pada kekafiran. Itu baru 
diganti.

Apakah dengan mundurnya Anda, silaturahmi putus?

Meskipun saya mundur, kami masih bisa berkerja sama dari luar dalam hal-hal 
yang memang diperlukan kerja sama. Silaturahmi tetap jalan. Sebagai seorang 
muslim yang meyakini kewajiban hidup berjamaah, saya mundur bukan lalu diam. 
Saya akan mengamalkan perjuangan dengan sistem berjamaah. Saya sudah membentuk 
jamaah yang menjadi sarana perjuangan menegakkan Islam. Namanya, Jamaah 
Ansharu-Tauhid (JAT). Nanti, setelah Kongres MMI usai, JAT akan diumumkan 
secara terbuka.

Apakah usulan Anda itu tidak dibahas di kongres?

Saya pernah mengusulkan, cobalah kita bicarakan di kongres. Saya ber-hujjah, 
ini ber-hujjah, nanti yang lain menilai mana argumen yang lebih kuat, kemudian 
diterima. Kalau memang yang diterima dia, dan argumen saya lemah, akan saya 
terima. Ya, nanti konsekuensinya saya harus mundur, itu di dalam kongres. Kalau 
mayoritas setuju argumen saya yang diterima, ya, MMI harus ikut majlis imamah. 
Yang tidak setuju boleh terus ikut, boleh juga mundur. Kalau dalam kongres, kan 
enak persoalannya. Tapi usulan ini tidak disetujui, pintu sudah ditutup. 
Menurut Thalib, pengikut kongres itu bodoh-bodoh, tidak akan ngerti.

Apa tujuan Anda membentuk JAT?

Ya, agar ditolong oleh Allah. Pertolongan Allah itu datang jika memenuhi dua 
syarat. Pertama, niatnya ikhlas. Kedua, caranya benar. Nah, cara yang benar itu 
meliputi tujuannya benar demi tegaknya khilafah. Sistem perjuangannya benar, 
yaitu dakwah dan jihad. Sistem jamaah organisasinya benar, yaitu jamaah dan 
imamah. Termasuk sistem syuro-nya. Mudah-mudahan, dengan membentuk jamaah ini 
bisa mendekati hadirnya pertolongan Allah, karena perjuangan tidak akan menang 
tanpa pertolongan Allah.

Saya tidak sepakat jika ada yang bilang, jika umat Islam tidak bersatu, akan 
kalah. Umat Islam tidak bisa bersatu sebelum ada ulil amri. Kalahnya umat Islam 
itu kalau tidak ada pertolongan Allah. Kalau ormas-ormas dan orpol-orpol masih 
begini caranya, tidak mau muhasabah (instrospeksi), ndak akan ada kemenangan.

Bagaimana dengan tuduhan bahwa Anda Syiah, Ahmadi...

Saya dituduh Syiah tulen, juga Ahmadi, tapi tidak berani berhadap-hadapan. 
Kesimpulan saya, ini pembunuhan karakter supaya orang tidak percaya kepada saya.


      

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke