Syeikh Dr. As Su'aidi: Berhari Raya Bersama Mayoritas
Friday, 19 September 2008 01:11 Jika ada dua pendapat antara hisab dan rukyah dalam penentuan Hari Raya. Maka pendapat siapa seharusnya yang diambil? Ulama Saudi Syeikh Su'aidi menjawabnya kepada www.hidayatullah.com <http://www.hidayatullah.com/> Hidayatullah.com--Jika di sebuah negara ada banyak lembaga fatwa yang berfatwa tentang masuknya Ramadhan dan Syawal, fatwa siapa yang hendak diambil? Syaikh As Suadi menyatakan bahwa puasa dan hari raya adalah bagian dari syiar Islam, yang semestinya semua umat Islam serentak melakukannya, di dalam sebuah negeri. Dan jangan sampai umat terpecah dalam keadaan ini. Karena menurut beliau, penentuan masalah itu, adalah masalah dhann. Tidak perlu umat terpecah hanya karena masalah dhann. Menurut beliau, dalil bahwa penetapan ini adalah masalah dhann, adalah, bahwa Rasulullah shallahu alaihi wa sallam menggunakan seorang saksi untuk masuk ramadhan dan 2 saksi untuk masuk syawal. Satu atau dua masih terjadi peluang salah. Dengan demikian, tidak mengapa ulama memakai metode hisab atau ru`yah, karena keduanya sama-sama dhann alias bukan qath'i. Akan tetapi akan menjadi sebuah masalah jika terjadi khilaf dalam mengamalkan puasa dan hari raya, hingga dalam satu negara ada dua hari raya, tegas, ulama yang memiliki spesialisasi dalam bidang ushul fiqih ini, kepada www.hidayatullah.com <http://www.hidayatullah.com/> belum lama ini. Sebenarnya, bagaimana ulama terdahulu meyikapi perbedaan masalah penentuan puasa dan hari raya? Ulama yang rutin menjadi nara sumber dalam acara Rihab Al Haramain di radio Idza'ah Al Qur'an Saudi ini menyatakan, "Para ulama terdahulu berselisih tentang rukyah dan hisab, sebagaimana mereka juga berselisih dalam masalah puasa hari syak, akan tetapi dalam penerapan, mereka kebanyakan tidak terjadi ikhtilaf. Mereka berpuasa, saat mayoritas berpuasa, dan berbuka saat mayoritas berbuka," ujarnya. Mengenai dalil bahwa umat Islam hendaknya berpuasa mengikuti mayoritas beliau menyatakan, "Silahkan dirujuk dalam Nail Al Authar atau Tuhfah Al Ahwadzi (syarh Sunan At Tirmidzi), penjelasan tentang hadits Rasulullah shallahhau alaihi wasallam: "Puasa pada hari kalian berpuasa, dan berbuka di hari kalian berbuka " Imam At Tirmidzi menyatakan bahwa hadits ini hasan gharib. Beberapa ulama menafsirkan hadits ini, mereka menyatakan bahwa puasa dan berbuka bersama jama'ah dan mayoritas umat". Oleh karena itu, seperti di Indonesia, Syeikh As Su'aidi menyarankan agar umat Islam mengikuti fatwa resmi (negara) dalam penentuan hari raya, berang siapa fatwanya menyelisihi fatwa resmi, maka tetap hal itu dihitung sebagai khilaf fiqih. Akan tetapi jangan sampai hal itu menyebabkan umat berbeda dalam merayakan hari raya dan menjalankan puasa. Karena yang diutamakan adalah persatuan mereka, karena hal itu adalah syi'ar, dan ini lebih diutamakan, daripada khilaf, karena semuanya adalah hasil ijtihad dhanni. [tho/www.hidayatullah.com <http://www.hidayatullah.com/> ] [Non-text portions of this message have been removed]