Assalamu'alaikum Boss Masukan : Om beritanya aga basi niyy.. yg aga update dong, tidak hanya mulu menampilkan berita tentang penolakan pornograpi aja.. tapi harus sip juga dong.. Bukannya udah di undur pengesahannya, atau akan ada penijauan ulang kembali.. trus yg aye tau perintisan pengaturan tentang pronografi ini sudah di mulai 10 tahun yg lalu jamannya presiden Habibie.. bayangin udeh 10 tahun blum kelar2... dg kondisi seperti ini Indonesia aye denger penepati peringat 3 di dunia untuk Pornografi... bangga pasti yaa?? Salam Pagi
--- On Tue, 9/23/08, Sunny <[EMAIL PROTECTED]> wrote: From: Sunny <[EMAIL PROTECTED]> Subject: [wanita-muslimah] Tajuk, Jangan Paksakan RUU Pornografi To: [EMAIL PROTECTED] Date: Tuesday, September 23, 2008, 12:03 PM http://www.lampungp ost.com/cetak/ berita.php? id=2008092223261 934 Selasa, 23 September 2008 OPINI Tajuk, Jangan Paksakan RUU Pornografi SETELAH lama menghilang sebagai isu publik, tiba-tiba saja Rancangan Undang-Undang Pornografi siap disahkan oleh DPR pada hari ini. Namun, rencana itu batal lantaran arus penolakan tetap kuat. DPR sepertinya tidak pernah belajar dari pengalaman, bahwa pembuatan undang-undang tidak boleh dan tidak bisa sembarangan. Bukankah sudah ada produk undang-undang DPR yang dimentahkan dan dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi? DPR juga terlihat semakin menjauhkan diri dari semangat reformasi yang mengamanatkan transparansi dan partisipasi. Semestinya, sebuah rancangan undang-undang yang krusial dan sensitif hendaknya melibatkan masyarakat luas. Pembahasannya bukan dilakukan secara tertutup dan diam-diam. Itu sebabnya, ketika terdengar kabar RUU Pornografi segera disahkan oleh DPR, arus perlawanan kembali merebak dan meluas. Demonstrasi pecah di sejumlah daerah. Begitu juga sejumlah LSM perempuan dengan gigih kembali menyuarakan penolakan mereka. Penolakan terhadap RUU Pornografi bahkan kembali membangkitkan keinginan Bali untuk menjadi daerah otonomi khusus. Ini pertanda protes yang sangat berat karena selangkah lagi bisa berubah menuntut keluar dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bali yang merupakan destinasi pariwisata memang akan menjadi korban UU Pornografi itu bila disahkan. Turis tak boleh lagi berjemur di pantai dengan hampir tampak seluruh tubuhnya. Seniman Bali yang piawai membuat patung telanjang pun bisa dihukum penjara. UU Pornografi akan menghancurkan Bali! RUU Pornografi sejak digulirkan awal 2006 telah menghebohkan. Karena menghebohkan itulah lalu dibuat berbagai perbaikan. Nama RUU yang semula RUU Antipornografi dan Antipornoaksi diganti menjadi RUU Pornografi. Sejumlah pasal dihilangkan dan disempurnakan, tapi semuanya berlangsung diam-diam. Tiba-tiba saja, draf akhir RUU Pornografi yang berisi 44 pasal siap untuk disahkan meski pembahasannya tanpa melibatkan partisipasi masyarakat secara luas dan juga jauh dari semangat keterbukaan. Hasilnya ialah RUU Pornografi itu tetap saja mengundang kontroversi, baik dari segi substansi maupun materi. Sebagian perkara masih sumir dan multitafsir karena tidak ada parameternya. Contoh, bagaimana menentukan sebuah tindak kejahatan seksual atas dasar imajinasi dan persepsi? Selain itu, belum ada ketegasan apakah pornografi menjadi domain publik atau privat. Ketidakjelasan itu mengaburkan apa yang sesungguhnya mau diatur dan dilarang dalam RUU Pornografi. Yang lebih berbahaya, untuk mencegah dan mengawasi kejahatan seksual, RUU Pornografi membuka ruang bagi masyarakat untuk bertindak main hakim sendiri. Hal tersebut jelas dapat memicu kekerasan dan konflik horizontal. Padahal, semua itu seharusnya menjadi domain negara. Masih banyak hal yang belum terjawab oleh RUU Pornografi. Karena itu, RUU ini tidak boleh dipaksakan untuk segera disahkan oleh DPR. Bahkan, sebaiknya draf RUU ini dipetieskan saja. RUU ini jangan diteruskan. Simpanlah RUU ini dalam arsip DPR, daripada menimbulkan perpecahan bangsa. Fraksi-fraksi di DPR semestinya menyadari bahwa RUU yang sarat kontroversi itu hanya membuat energi anak bangsa ini terbuang sia-sia dan bangsa ini tercabik-cabik. [Non-text portions of this message have been removed] [Non-text portions of this message have been removed]