Galamedia
24 September 2008

      PSK juga Tampil Agamis  
     
BAGI seorang pekerja seks komersial (PSK), uang ibarat "dewa". Tanpa uang, 
jangan harap para pria bisa merapat. Karena itu, sebagian besar pramunikmat 
berpendapat, ada uang abang disayang, tak ada uang abang ditendang. 

Namun, tentu saja tidak semua penjaja syahwat punya prinsip seperti itu. Meski 
sangat membutuhkan lembaran rupiah untuk biaya Lebaran, tapi di antara mereka 
masih ada yang menjunjung nilai etika dan rasa menghormati bulan suci Ramadan. 

Beberapa wanita penjaja cinta yang ditemui "GM" di berbagai lokasi di Bandung 
ternyata memilih tutup aurat pada siang hari. Walaupun ada iming-iming uang 
yang cukup menggiurkan, mereka ogah melayani. Alasannya, malu dengan 
orang-orang yang berpuasa.

Seperti yang diungkapkan Venny, seorang PSK yang biasa mangkal di depan sebuah 
hotel melati di kawasan Setiabudi Bandung. Ia mengaku, selama Ramadan tidak 
melayani tamunya di siang hari. Selain malu masuk hotel, juga karena menghargai 
mereka yang sedang berpuasa.

"Walaupun saya enggak puasa, tapi saya juga punya moral. Teung-teuingen atuh 
check in siang-siang di bulan puasa, meni asa ngagedean dosa," ungkap wanita 
berbadanramping dengan paras mirip Uut Permatasari itu.

Venny tak menampik, sejumlah tawaran dengan tarif melambung cukup menggoda 
imannya. Tapi karena hati tidak mengizinkan, ia tak memaksakan untuk melayani. 
"Enggak tahu kenapa hawanya beda aja. Biasanya saya siap aja ML siang-siang, 
yang penting uangnya cocok. Tapi kalau bulan Puasa sepertinya enggak mood. 
Mungkin takut dosa lebih besar kali ya ha..ha..," celotehnya sambil tertawa.

Begitu pula yang dilakukan Devi. PSK yang sering ­nongkrong di area 
Soekarno-Hatta atau tepatnya di tikungan jalan ke Komp. Riung Bandung itu 
menyatakan stop menggoyang sebelum azan magrib berkumandang. "Dosana sieun 
berlipat-lipat," begitu ia beralasan. (ahmad mirza/"G

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke