bab pornografi anak, batasan usia pelaku pornografi, dan pemaksaan pada anak
di bawah umur untuk melakukan aktivitas seksual mana nih ?

*pengen nangkep oom puji yg ngajak kawin anak usia 12 tahun*
eh, ini legal secara agama yah ?  :))

tapi kalo dikaitkan dengan RUU dan UU lain diatas :

- yg bisa dikenakan hukum adalah usia 12 tahun ke atas
- legal untuk menikah dalam UU Perkawinan adalah 16 tahun
- bisa dianggap telah terjadi pemaksaan baik secara hegemonik atau tidak









2008/10/29 R. Husna Mulya <[EMAIL PROTECTED]>

> LAPORAN
> PIMPINAN PANITIA KERJA (PANJA)
> DISAMPAIKAN PADA RAPAT KERJA
> RUU TENTANG PORNOGRAFI
> SELASA, 28 OKTOBER 2008
>
>
>
>
> Assalamu'alaikum Wr. Wb.
> Selamat malam dan salam sejahtera bagi Kita semua.
>
> -          Yang terhormat Saudara Menteri Agama RI;
> -          Yang terhormat Saudara Menteri Hukum dan HAM RI;
> -          Yang terhormat Saudara Meneg Pemberdayaan Perempuan RI;
> -          Yang terhormat Saudara Menteri Negara Komunikasi dan Informasi
> RI;
> -          Yang terhormat Saudara Pimpinan dan Anggota Pansus DPR-RI;
>
> Pertama-tama marilah kita mengucapkan rasa syukur, Alhmadulillah,
> bahwasanya pada hari ini kita semua dapat hadir dalam rangka penyampaian
> laporan hasil kerja Panja RUU tentang Pornografi. Semoga, semua usaha yang
> telah kita lakukan mendapatkan ridlo Allah Subhanahu Wata'ala. Amiin.
>
> Pada kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih atas kesediaan Saudara
> Menteri dan para Anggota Tim Panja Pemerintah yang telah memenuhi undangan
> kami.
>
> Hadirin yang kami hormati,
>
> Panja RUU tentang Pornografi dibentuk pada akhir Masa Persidangan IV Tahun
> Persidangan 2007-2008, tepatnya pada tanggal 29 Mei 2008. Panja RUU tentang
> Pornografi bersama Pemerintah secara efektif baru melaksanakan tugasnya pada
> Awal Masa Persidangan I Tahun Persidangan 2008-2009. Panja telah
> melaksanakan Rapat pada tanggal 4 September 2008,   18  September 2008, 23
> September 2008, 24 September 2008, 8 Oktober 2008, 16 Oktober 2008, 17
> Oktober 2008, 22 Oktober 2008, 23 Oktober 2008, 27 Oktober 2008, dan 28
> Oktober 2008.
>
> Sebagaimana dipahami bersama bahwa kerja Panja yaitu melakukan pembahasan
> terhadap DIM dari segi rumusan berdasarkan substansi yang diputuskan di
> tingkat Pansus (Panitia Khusus). Setelah pekerjaan pembahasan seluruh DIM
> selesai, dihasilkan Draf RUU hasil Panja yang selanjutnya Panja menyerahkan
> beberapa rumusan yang ditugaskan Panja untuk di lakukan sinkronisasi serta
> menyusun Penjelasan Umum dan Penjelasan Pasal demi Pasal diserahkan kepada
> Panja.
>
> Pada akhirnya Timus dan Timsin melakukan Rapat untuk melakukan sinkronisasi
> terhadap seluruh DIM sehingga menjadi suatu Rancangan Undang-Undang yang
> sistimatis berdasarkan sekuensi dan logika hukum.
>
>
>
> Hadirin yang kami hormati,
>
> Panja telah melakukan pembahasan DIM yaitu terhadap 218 DIM, yang dilakukan
> secara  cermat dan bijak, karena beberapa substansi yang telah disepakati
> sebelumnya masih diangap perlu dilakukan Rapat Dengar Pendapat Umum. Dalam
> hal ini Panja telah melakukan Rapat Dengar Pendapat Umum  ke beberapa
> daerah, seperti Provinsi Kalimantan Selatan, Provinsi Sulawesi Selatan,
> Provinsi Maluku Utara dan DKI Jakarta. Selanjutnya, Panja masih memandang
> perlu melakukan RDPU ke Provinsi Bali, Sulawesi Utara dan Daerah Istimewa
> Yogyakarta guna penyempurnaan RUU ini.
> Hadirin yang kami hormati,
>
> Secara keseluruhan DIM yang sudah dibahas dalam Rapat Panja dan Timsin
> DPR-RI dan Pemerintah sebanyak 218 DIM. Panja telah melakukan pembahasan
> sehingga menjadi draf RUU berdasarkan 218 DIM yang sudah disahkan.
> Selanjutnya, Panja melakukan pembahasan dengan melakukan klasifikasi
> berdasarkan kategorisasi, serta disusun menjadi RUU lengkap.
>
> Secara sistematika, RUU tentang Pornografi terdiri dari judul, konsideran,
> 8 bab, 2 bagian, dan 45 pasal.
>
> Adapun Rapat Pansus pada malam hari ini merupakan kelanjutan pembahasan
> Draf RUU pada tanggal 17 Oktober 2008 dan forum loby Panja pada tanggal 27
> Oktober 2008 yang mengamanatkan beberapa pasal untuk dibahas dalam Rapat
> Pansus.
>
> Dalam Rapat Panja tanggal 17 Oktober 2008 telah menghasilkan beberapa
> kesepakatan yaitu:
>
> 1.        Rapat Panja menyepakati bahwa ada 2 (dua) alternatif definisi
> tentang pornografi yang dilaporkan dalam Rapat Pansus, yaitu sebagai
> berikut:
> a.       Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara,
> bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau
> bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau
> pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual
> yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.(definisi ini disepakati
> Panja yaitu  F-PG, F-PP, F-PAN, F-PKB, F-PKS, F-PD, F-BPD, F-PBR, dan Tim
> Panja Pemerintah).
> b.      Catatan Rapat Panja tanggal 17 Oktober 2008 yaitu F-PDIP dan F-PDS,
> berpendapat bahwa frasa "gerak tubuh" dihapus, frasa "media komunikasi
> dan/atau pertunjukan di muka umum" dirubah menjadi "media komunikasi dan
> dipertunjukkan di muka umum", sehingga rumusan definisi pornografi adalah
> sebagai berikut: Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan,
> suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, atau bentuk
> pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan  dipertunjukkan
> di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar
> norma kesusilaan dalam masyarakat.
>
> 2.    Rapat Panja menyepakati Pasal 14 didrop dan selanjutnya dimasukkan ke
> dalam Penjelasan Umum Alinea 5 angka 2 dengan penyempurnaan rumusan sebagai
> berikut:
> "Menghormati, melindungi, dan melestarikan nilai seni dan budaya, adat
> istiadat, dan ritual keagamaan masyarakat Indonesia yang majemuk."
> Terkait dengan Pasal 14 tersebut, Catatan Rapat Panja tanggal 17 Oktober
> 2008 untuk dilaporkan dalam Rapat Pansus yaitu :
> a.       Rapat Panja berpendapat perlu adanya perlindungan bagi seni dan
> budaya, adat istiadat dan ritual keagamaan. Untuk itu Panja berpendapat
> perlindungan tersebut dimasukkan ke dalam Penjelasan Umum karena tidak lazim
> sebuah undang-undang memuat pasal pengecualian dan tentunya seni dan budaya,
> adat istiadat dan ritual keagamaan bukanlah pornografi.
>
> b.      F-PDIP dan F-PDS berpendapat dan berpandangan bahwa perlindungan
> bagi seni dan budaya, adat istiadat dan ritual keagamaan diatur dalam Bab
> Ketentuan Lain-Lain dan Pasal tersendiri.
> Selanjutnya dalam Rapat Panja tanggal 22 Oktober 2008 menghasilkan beberapa
> kesepakatan sebagai berikut :
> 1.      menyepakati revisi Pasal 4 ayat (1) dengan menambah kalimat "secara
> ekplisit" setelah kata "yang" dan sebelum kata "memuat".
> Dengan demikian rumusan  Pasal 4 ayat (1) menjadi sebagai berikut :
>
> Pasal 4
> (1)   Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak,
> menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor,
> menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang
> secara eksplisit memuat:
> a.       persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang;
> b.      kekerasan seksual;
> c.       masturbasi atau onani;
> d.      ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan; atau
> e.       alat kelamin.
> 2.      Menyepakati Rumusan sanksi pidana dalam Pasal 30, Pasal 31, Pasal
> 32, Pasal 33, Pasal 34, Pasal 35, Pasal 36, Pasal 37, Pasal 38, dan Pasal 39
> dirumuskan secara alternatif-kumulatif yaitu menggunakan frasa dan/atau.
> Selanjutnya Rapat Panja tanggal 23 Oktober 2008 menghasilkan kesepakatan
> beberapa hal sebagai berikut :
> 1.      menyepakati rumusan penjelasan Pasal 26 ayat (1) yang mengakomodir
> masukan hasil Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yaitu perlu mempertegas
> bahwa unsur penyidik yang dimaksud dalam Pasal tersebut adalah POLRI.
>  Dengan demikian rumusan penjelasan Pasal 26 ayat (1) menjadi sebagai
> berikut :
> "Yang dimaksud dengan "penyidik" adalah penyidik pejabat Polisi Negara
> Republik Indonesia sesuai  dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
> Hukum Acara Pidana dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
> Negara Republik Indonesia."
> 2.      menyepakati ketentuan  sanksi pidana dalam Pasal 30, Pasal 31,
> Pasal 32, Pasal 33, Pasal 34, Pasal 35, Pasal 36, Pasal 37, Pasal 38, dan
> Pasal 39 dirumuskan secara alternatif-kumulatif yaitu menggunakan frasa
> dan/atau.
> 3.      menyepakati perubahan rumusan Pasal 40 ayat (7) menjadi sebagai
> berikut :
> pornografi yang dilakukan korporasi, selain pidana penjara dan denda
> terhadap pengurusnya, dijatuhkan pula pidana denda terhadap korporasi dengan
> ketentuan maksimum pidana dikalikan 3 (tiga) dari pidana denda yang
> ditentukan dalam setiap pasal dalam Bab ini."
> Selanjutnya Rapat Panja tanggal 27 Oktober 2008 menghasilkan kesepakatan
> sebagai berikut :
> 1.      Rapat Panja menyepakati untuk lebih mempertegas bahwa tindak pidana
> pornografi adalah kejahatan yang diletakkan setelah Pasal 39 yaitu dengan
> rumusan sebagai berikut :
> Pasal.....
> Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32,
> Pasal 33, Pasal 34, Pasal 35, Pasal 36, Pasal 37, Pasal 38, dan Pasal 39
> adalah kejahatan.
> 2.      Rapat Panja menyepakati untuk membentuk gugus tugas dengan
> Peraturan Presiden, yang ketentuannya diatur dalam pasal baru Bab VIII
> mengenai "Ketentuan Penutup" dengan rumusan sebagai berikut :
>
> Pasal .....
> Untuk meningkatkan koordinasi pelaksanaan Undang-Undang ini dibentuk gugus
> tugas antar kementerian, departemen, dan lembaga terkait yang ketentuannya
> diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden.
>
> 3.      Rapat Panja dan Forum Loby Panja menyepakati beberapa hal terkait
> dengan Pasal 4, yaitu:
> a.     menyepakati rumusan penjelasan Pasal 4, yaitu: yang dimaksud dengan
> "membuat" adalah tidak termasuk untuk dirinya sendiri dan kepentingan
> sendiri.
> b.    menyepakati penambahan huruf f pada Pasal 4 ayat (1), yaitu frasa
> "pornografi anak".  Sehingga, frasa "atau" yang semula terdapat pada akhir
> kalimat huruf d, disesuaikan dan dipindahkan pada huruf e yaitu setelah kata
> "alat kelamin".
> Rumusan Pasal 4 ayat (1) menjadi sebagai berikut:
> Pasal 4
>
> (1)   Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak,
> menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor,
> menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang
> memuat:
> a. persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang;
> b. kekerasan seksual;
> c. masturbasi atau onani;
> d. ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan; atau
> e. alat kelamin; atau
> f.  pornografi anak.
>
> c.    Penjelasan Pasal  4 ayat (1) huruf f, yaitu : Pornografi anak adalah
> segala bentuk pornografi yang melibatkan anak atau yang menampilkan orang
> dewasa yang bersikap atau berperan seperti anak.
> 4.      Rapat Panja menyepakati rumusan Penjelasan Pasal 6 yaitu : Larangan
> "memiliki" dan "menyimpan" adalah tidak termasuk untuk dirinya sendiri dan
> kepentingan sendiri.
> 5.      Rapat Panja menyepakati rumusan Penjelasan Pasal 8, seperti pada
> rumusan di bawah ini, dengan catatan akan menanyakan pada ahli bahasa
> mengenai frasa "ditipu daya".
>
>
> Penjelasan Pasal 8:
> Ketentuan ini dimaksudkan bahwa jika pelaku dipaksa dengan ancaman atau
> diancam atau di bawah kekuasaan atau tekanan orang lain, dibujuk atau ditipu
> daya, dibohongi oleh orang lain, maka pelaku tidak dipidana.
> 6.      Rapat Panja menyepakati Pasal 9 seperti rumusan awal, tanpa
> penambahan penjelasan pasal, karena secara substansial telah termuat di
> dalam Penjelasan Pasal 4.
> Pasal 9
> Setiap orang dilarang menjadikan orang lain sebagai objek atau model yang
> mengandung muatan pornografi.
> 7.      Rapat Panja menyepakati rumusan Penjelasan Pasal 22 ayat (2) yaitu:
> Yang dimaksud dengan peran serta masyarakat dilaksanakan sesuai dengan
> peraturan perundang-undangan adalah untuk mencegah masyarakat melakukan
> tindakan main hakim sendiri, tindakan kekerasan, sweeping atau tindakan
> melawan hukum lainnya.
>
> Catatan Rapat Panja (sebelum forum loby Panja): F-PDIP berpendapat agar
> Pasal 21 dan 23 dihapuskan dan rumusan Penjelasan Pasal 22 ayat (2)
> dijadikan norma pasal.
>
> Selanjutnya dalam Rapat Panja tanggal 27 Oktober 2008, Panja  membentuk
> forum loby yang dihadiri oleh perwakilan dari F-PG, F-PDIP, F-PKS, F-PPP,
> F-BPD, F-PAN, F-PD, dan F-KB, untuk membahas Pasal 1, Pasal 4, Pasal 14,
> Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, dan Bab Ketentuan Pidana. Forum loby
> menyepakati beberapa hal sebagai berikut :
> 1.      Mengenai definisi "pornografi" dalam Pasal 1 angka 1 sebagai
> berikut :
> a.      Frasa "pertunjukan di muka umum" tetap dimasukan dalam rumusan
> pengertian pornografi sehingga pengertian pornografi adalah sebagai berikut
> : Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi,
> gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan
> lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di
> muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar
> norma kesusilaan dalam masyarakat.
> (Disepakati oleh seluruh perwakilan fraksi yang hadir yaitu    F-PG, F-PKS,
> F-PPP, F-BPD, F-PAN, F-PD, dan F-KB)
> b.      Catatan forum loby Panja bahwa F-PDIP belum menyepakati mengenai
> frasa "gerak tubuh" sehingga perlu dibahas dalam Rapat PANSUS.
> 2.      Mengenai ketentuan Pasal 14 forum loby Panja :
> a.      menyepakati pentingnya ketentuan menghormati, melindungi, dan
> melestarikan nilai seni dan budaya, adat istiadat, dan ritual keagamaan.
> Ketentuan mengenai substansi ini diletakkan dalam Pasal 3 setelah huruf a
> (menjadi huruf b baru), dengan rumusan sebagai berikut :
> Menghormati, melindungi, dan melestarikan nilai seni dan budaya, adat
> istiadat, dan ritual keagamaan.
> b.    menyepakati frasa "Pengaturan Pornografi" dalam Pasal 3 diubah
> menjadi frasa "Undang-Undang ini".
> c.     menyepakati rumusan penjelasan Pasal 3 huruf b baru  sebagai upaya
> untuk mengakomodir substansi mengenai perlindungan terhadap seni dan budaya,
> yang semula sebelum di drop terdapat dalam Pasal 14 yaitu sebagai berikut :
> Penjelasan Pasal 3 huruf b baru :
> Perlindungan terhadap seni dan budaya yang termasuk cagar budaya diatur
> berdasarkan undang-undang yang berlaku.
> Dengan demikian rumusan Pasal 3 menjadi sebagai berikut :
> Pasal 3
> Undang-Undang ini  bertujuan:
> a.       mewujudkan dan memelihara tatanan kehidupan masyarakat yang
> beretika, berkepribadian luhur, menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan Yang
> Maha Esa, serta menghormati harkat dan martabat kemanusiaan;
> b.      Menghormati, melindungi, dan melestarikan nilai seni dan budaya,
> adat istiadat, dan ritual keagamaan.
> c.       memberikan pembinaan dan pendidikan terhadap moral dan akhlak
> masyarakat;
> d.      memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi warga negara dari
> pornografi, terutama bagi anak dan perempuan; dan
> e.       mencegah berkembangnya pornografi dan komersialisasi seks di
> masyarakat.
> Sedangkan penjelasan Pasal 3 huruf b baru adalah sebagai berikut :
> Perlindungan terhadap seni dan budaya yang termasuk cagar budaya diatur
> berdasarkan undang-undang yang berlaku.
> 3.      Menyepakati substansi rumusan dalam Bab VII tentang Ketentuan
> Pidana yaitu dalam Pasal 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, dan Pasal 39,
> sebagai berikut;
> a.       Ketentuan sanksi pidana maksimal sebagaimana draf awal.
> b.      Ketentuan sanksi pidana penjara minimal adalah 6 bulan kecuali
> pasal 34 (sebagaimana draf awal, yaitu minimal 2 tahun), Pasal 36 (minimal 1
> tahun), dan Pasal 39 (minimal 1 tahun). dengan uraian sebagai berikut:
> -          Pasal 30: pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun diubah
> menjadi paling singkat 6 (enam) bulan;
> -          Pasal 34: pidana penjara paling singkat, tetap seperti rumusan
> awal, yaitu 2 (dua) tahun;
> -          Pasal 36:   pidana penjara paling singkat, tetap seperti rumusan
> awal, yaitu 1 (satu) tahun;
> -          Pasal 39:  pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan diubah
> menjadi paling singkat 1 (satu) tahun.
> 4.      menyepakati frasa "Pengaturan Pornografi" dalam Pasal 2 diubah
> menjadi frasa "Undang-Undang ini".
> Dengan demikian rumusan Pasal 2 menjadi sebagai berikut :
>
>
> Pasal 2
> Undang-Undang ini berasaskan Ketuhanan Yang Maha Esa, penghormatan terhadap
> harkat dan martabat kemanusiaan, kebhinnekaan, kepastian hukum,
> nondiskriminasi, dan perlindungan terhadap warga negara.
>
> Hadirin yang kami hormati,
>
> Selanjutnya, di dalam Rapat Panja pada tanggal 28 Oktober 2008 F-PDIP
> menjelaskan mengenai keberatan F-PDIP terhadap Pasal 1 mengenai frasa "gerak
> tubuh" dalam rumusan pengertian pornografi serta Pasal 21 dan Pasal 23
> tentang "peran serta masyarakat". Sehingga, sesuai dengan mekanisme dan tata
> tertib Dewan Perwakilan Rakyat, pembahasan mengenai hal-hal tersebut akan
> dilanjutkan dalam Rapat Pansus pada malam hari ini.
>
> Selain itu, Rapat Panja siang hari ini juga menyepakati dua hal, sebagai
> berikut:
>
> a.      Rumusan Penjelasan Pasal 8:
> Ketentuan ini dimaksudkan bahwa jika pelaku dipaksa dengan ancaman atau
> diancam atau di bawah kekuasaan atau tekanan orang lain, dibujuk atau ditipu
> daya atau dibohongi oleh orang lain, pelaku tidak dipidana.
>
> Perubahan pada Penjelasan Pasal 22 ayat (2), dengan menghilangkan frasa
> "untuk mencegah" dan diganti dengan frasa "agar", kemudian ditambahkan frasa
> "tidak" setelah frasa "masyarakat".
> Dengan demikian rumusan penjelasan Pasal 22 ayat (2) menjadi sebagai
> berikut:
> Yang dimaksud dengan peran serta masyarakat dilaksanakan sesuai dengan
> peraturan perundang-undangan adalah agar masyarakat tidak melakukan tindakan
> main hakim sendiri, tindakan kekerasan, sweeping atau tindakan melawan hukum
> lainnya.
>
> Hadirin yang kami hormati,
>
> Akhirnya, perkenankan kami atas nama Pimpinan Panja memberikan penghargaan
> yang setinggi-tingginya pada Pimpinan dan Anggota Panja DPR-RI dan
> Pemerintah yang telah menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya. Berkat
> keseriusan, keihlasan dan partisipasi aktif Anggota Panja DPR-RI dan
> Pemerintah inilah, kita berhasil menyajikan Draft RUU tentang Pornografi
> beserta Penjelasannya kepada Panja DPR-RI dan Pemerintah. Apa yang
> dikerjakan selama ini semata-mata kita dedikasikan bagi kepentingan
> masyarakat, bangsa dan negara. Semoga, amal kita semua diridloi Allah
> Subhanahu Wata'ala. Amiin.
>
> Demikian laporan Panja RUU tentang Pornografi disampaikan. Pembahasan lebih
> lanjut, kami serahkan sepenuhnya kepada Pansus RUU tentang Pornografi untuk
> memutuskannya.
>
> Wassalamualaikum Wr. Wb.
>
>
>
>
>
>
> Jakarta, 28 Oktober 2008
>
> PIMPINAN PANJA
> RUU TENTANG PORNOGRAFI,
>
>
>
>
> Dra. H. Yoyoh Yusroh
>
>
>
>
> [Non-text portions of this message have been removed]
>
>
> ------------------------------------
>
> __________________________________
> Related Link:   www.jurnalperempuan.com
> Post message:   [EMAIL PROTECTED]
> Subscribe:      [EMAIL PROTECTED]
> Unsubscribe:    [EMAIL PROTECTED]
> List owner:     [EMAIL PROTECTED] Groups Links
>
>
>
>


-- 
salam,
Ari


[Non-text portions of this message have been removed]

Reply via email to